Minggu, 19 Desember 2010

Entri Blog Isra' dan Mi'raj Bukan Perjalanan Wisata Rasulullah

Sebuah peristiwa sejarah yang sangat monumental yaitu peristiwa Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad SAW merupakan perjalanan suci dan bukan sekedar perjalan "wisata" biasa bagi Rasul. Sehingga peristiwa ini menjadi perjalan bersejarah yang menjadi titik balik dari kebangkitan dakwah Rasulullah SAW.

John Renerd dalam buku-nya "In the Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic Experience", seperti pernah dikutip Azyumardi Azra, mengatakan Isra' dan Mi'raj adalah suatu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan haji Wada'. Isra' dan Mi'raj menurutnya benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan spiritual.

Jika perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 M menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, dan perjalanan Haji Wada' yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Makkah, maka Isra' Mi'raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba (Al-Abd) menuju Sang Pencipta (Al-Khalik). Isra' dan Mi'raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan rohani (insan kamil), sehingga perjalanan ini menurut para sufi merupakan perjalan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.

Banyak hikmah dan manfaat yang dapat dipetik dari peristiwa ini, seperti:

Bukti Allah Maha Kuasa.

Pada bulan Rajab, setiap tahun umat Islam diseluruh dunia senantiasa melakukan peringatan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW yang berlangsung pada tanggal 27 Rajab beberapa tahun sebelum melaksanakan hijrah dari Makkah ke Madinah. Momentum sejarah tersebut adalah peristiwa yang terjadi sekitar 14 abad Hijriah yang lalu. Saat itu Nabi Muhammad SAW diperjalankan oleh Allah dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsha, lalu dilanjutkan dengan menembus lapisan langit tertinggi sampai batas yang tidak dapat dijangkau oleh ilmu semua makhluk, malaikat, manusia dan jin. Semua itu ditempuh dalam sehari semalam. Peristiwa itu sekaligus sebagai mukjizat mengagumkan yang diterima Rasulullah SAW. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Isra' ayat 1: "Dengan nama Allah Yang Maha Luas belas-Nya lagi Maha Kekal kecitaan-Nya. Maha Suci Dzat yang telaj menjalankan hamba-Nya (Muhammad SAW) pada waktu sebagian dari malam hari dari Masjid Al Haram ke Masjid Al Aqsha yang telah Kami beri berkah sekelilingnya agar Kami dapat menunjukkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat".

Dalam ayat diatas dinyatakan bahwa Allah SWT telah memperjalankan rasul-Nya pada suatu malam dari Masjidil Aqsha, Palestina. Bagi seorang mukmin dan muslim sejati, pernyataan Allah tersebut merupakan suatu kebenaran yang tidak perlu diperdebatkan secara panjang lebar keabsahannya, sebab peristiwa tersebut merupakan kekuasaan dan kehendak Allah SWT.

Peristiwa Isra' dan Mi'raj bukanlah peristiwa yang rasional, apalagi irrasional. Oleh karena itu, tidak dapat dibenarkan dan didustakan dengan pendekatan akal pikiran semata-mata. Peristiwa Isra' dan Mi'raj adalah peristiwa yang bersifat supra rasional yang menembus batas-batas akal pikiran manusia yang mempunyai kemampuan serbat terbatas. Oleh karena itu, pembenarannya pun harus melakukan pendekatan iman dan hanya dapat dilakukan oleh mukmin sejati. Sebagai seorang mukmin, kita yakin bahwa nabi itu diperjalankan. Allah lah yang memperjalankan hamba-Nya (Muhammad), dengan kata lain Muhammad SAW melakukan perjalan bukan atas kemampuan sendiri. Tentu melalui suatu cara dan proses sesuai dengan kehendak Allah SWT. Setelah nabi Muhammad SAW melaksanakan Isra', dilanjutkan dengan Mi'raj yaitu perjalanan dari Masjidil Aqsha menuju Sidratul Muntaha dan bahkan lebih jauh lagi.

Peristiwa Isra' dan Mi'raj memberi pelajaran kepada kita bahwa manusia selaku makhluk sosial harus mengadakan hubungan atau komunikasi yang baik dengan sesama makhluk Allah dimuka bumi. Sedang sebagai hamba Allah, manusia wajib melakukan hubungan yang baik dengan Allah SWT yang telah menciptakan
nya dan telah menganugerahinya berbagai macam kenikmatan yang diperlukan nya selama hidupnya didunia ini. Hubungan baik dengan sesama makhluk dan dengan Sang Pencipta akan membawa ketenangan dan ketenteraman jiwa yang menjadi faktor penentu bagi kebahagiaan hidup yang sejati, baik di dunia maupun diakhirat.

Menjemput Perintah Shalat.

Menurut Dr. Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari peristiwa Isra' dan Mi'raj yakni ketika Rasulullah SAW "berjumpa" dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul berkata, "attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah" (segala Penghormatan, Kemuliaan dan Keangungan hanyalah milik Allah saja).
Allah SWT pun berfirman, "assalamu'alaika ayyujan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh". Mendengar percakapan ini, para malaikat serentak mengumandangkan 2 9dua) kalimat syahadat. Maka, dari ungkapan bersejarah inilah kemudia bacaan ini diabadikan sebagai bagian dari bacaan shalat.

Pada Sira' dan Mi'raj, Allah memberikan perintah shalat wajib. Dan shalat Subuh adalah shalat yang pertama kali diperintahkan. Karena peristiwa Isra' dan Mi'raj sendiri terjadi pda saat malam hari. Subuhnya rasulullah sudah tiba kembali ditempat semula. Mungkin ini juga hikmah bagi kita semua, karena shalat Subuh adalah shalat yang sulit untuk dilaksanakan, dimana pada saat itu banyak manusia yang masih terlelap dalam tidurnya. Sebelum diperintahkannya shalat wajib lima waktu ini, Rasulullah melaksanakan shalat sebagaimana Nabi Ibrahim. Kita tidak hanya diperintahkan untuk mengerjakan shalat, tetapi juga menegakkan shalat. Shalat bukan segala-galanya berawal dari shalat.

Perintah shalat yang di fardhukan lima kali dalam sehari semalam merupakan hal yang sangat utama dalam ajaran Islam. Di dalam Al-Qur'an, Allah SWt berfirman "...dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) lebih besar (manfaatnya) dari ibadah-ibadah lain. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Ankabut: 45). Shalat yang merupakan oleh-oleh nabi itu mengandung hikmah yang sangat besar dalam hidup dan kehidupan kita didunia ini.

Antaranyam adanya hubungan langsung hamba dengan sang Khaliq Allah SWT, tanpa melalui perantara, baik orang maupun barang. Hubungan langsung ini adalah merupakan kebutuhan manusia yang senantiasa membutuhkan kehadiran Tuhan dalam dirinya. Hubungan tersebut dibangun minimal lima kali dalam sehari semalam dengan menghubungi "nomo telepon Tuhan" yang terwujud dalam ibadah shalat (24434), yaitu nomor 2 pada waktu pagi, nomor 4 pada waktu siang dan sore, nomor 3 pada waktu terbenam matahari dan nomor 4 pada waktu malam.

Adanya penjadwalan waktu secara ketat dan disiplin, dengan shalat lima waktu sehari semalam pada waktu tertentu, maka hari terbagi dalam lima satuan yang dapat disesuaikan dengan berbagai pekerjaan. Satuan pertama dan kedua biasa dipakai untuk bekerja (termasuk istirahat dan jeda), satuan ketiga dan keempat untuk persiapan istirahat, sedangkan satuan yang kelima untuk istirahat. Dengan demikian, kesadaran akan waktu dan menggunakannya dengan baik akan menjadi bagian dari hidup dan kehidupan sehari-hari.

Kepimpinan dalam shalat berjamaah sesungguhnya juga simbol kepemimpinan dalam segala skala kehidupan manusia. Allah menggambarkan sekaligus mengaitkan antara kepemimpinan shalat dan kebajikan secara menyeluruh "Wahai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhan mu serta berbuat baiklah secara bersama-sama. Niscaya dengan itu, kamu akan meraih keberuntungan".

Dalam situasi seperti inilah, Nabi Muhammad SAW telah membuktikan bahwa dirinya adalah pemimpin bagi seluruh pemimpin umat lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar