Rabu, 22 Desember 2010

Kisah Masuk Islam-nya Seorang Dokter Amerika Karena Satu Ayat Al-Quran..

Beberapa tahun yang lalu, seorang teman bercerita kepadaku tentang kisah masuknya seorang dokter Amerika ke dalam Islam. Dari apa yang kuingat dari kisah yang indah ini adalah : Kisah ini terjadi pada salah satu rumah sakit di Amerika Serikat.

Di rumah sakit tersebut, seorang dokter muslim bekerja dengan keilmuan yang sangat baik, sehingga memberi pengaruh besar untuk mengenal beberapa dokter Amerika. Dan dia, dengan kemampuan tersebut mengundang decak kagum mereka. Diantara para dokter Amerika ini, dia mempunyai satu teman akrab yaitu orang yang memiliki kisah ini. Mereka berdua selalu bertemu dan keduanya bekerja pada bagian persalinan.

Pada suatu malam, di rumah sakit tersebut terjadi dua peristiwa persalinan secara bersamaan. Setelah kedua wanita itu melahirkan, dua bayi tersebut tercampur dan tidak ada yang mengetahui masing-masing pemilik kedua bayi yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan itu. Kerancuan ini terjadi disebabkan kecerobohan perawat yang seharusnya dia menulis nama ibu pada gelang yang diletakkan di tangan kedua bayi tersebut. Dan ketika kedua dokter tersebut tahu bahwa mereka berada dalam kebingungan; Siapakah ibu bayi laki-laki dan siapakah ibu bayi perempuan, maka dokter Amerika berkata kepada dokter Muslim,

”Engkau mengatakan bahwasanya Al-Qur’an telah menjelaskan segala sesuatu dan engkau mengatakan bahwasanya Al-Qur’an itu mencakup semua permasalahan-permasalahan apapun. Maka tunjukkanlah kepadaku cara mengetahui siapa ibu dari masing-masing bayi ini..!!”

Dokter Muslim itupun menjawab,

”Ya, Al-Qur’an telah menerangkan segala sesuatu dan akan aku buktikan kepadamu tentang hal itu. Biarkan kami mendiagnosa ASI kedua ibu dan kami akan menemukan jalan keluar.”

Setelah nampak hasil diagnosa, dengan sangat percaya diri dokter muslim itu memberitahu temannya si dokter Amerika, siapakah ibu sebenarnya dari masing-masing bayi tersebut…!!!! Dokter Amerika itupun terheran-heran dan bertanya, ”Bagaimana kamu tahu?”

Dokter Muslim menjawab

”Sesungguhnya hasil yang nampak menunjukkan bahwasanya kadar banyaknya ASI pada payudara ibu si bayi laki-laki dua kali lipat kandungannya dibanding ibu si bayi perempuan. Perbandingan kadar garam dan vitamin pada ASI si ibu bayi laki-laki itu juga dua kali lipat dibanding ibu si bayi perempuan.”

Kemudian dokter muslim tersebut membacakan ayat Al-Qur’an yang dia jadikan dasar argumen dari jalan keluar itu,

”Bagi laki-laki seperti bagian dua perempuan.” (QS. An-Nisa:11)

Dan setelah mendengarkan dokter Amerika itu arti ayat tersebut, dia jadi bengong, dan dia menyatakan keislamannya secara spontan tanpa ragu-ragu. Subhanallah, Maha Suci Allah Robb semesta alam.

Diambil dari : Kolom Kisah Teladan, Majalah Qiblati |Vol.01/No.4/ Desember 2005 | Dzulqa’idah 1426 H.

Senin, 20 Desember 2010

Wilayah Adat Kei

audara-saudara anak Maluku di Sini saya akan menulis sedikit tentang adat Istiadat yang ada di Kepulauan Kei Maluku tenggara,yang saya kutip dari buku yang berjudul BAT BATANG FITROA FITNANGAN yang artinya: Tata guna tanah dan laut Tradisional kei yang ditulis oleh J.P.RAHAIL Tahun terbit 1995.
1.Pembagian Wilayah adat Kei
Kepulauan kei atau dalam bahasa setempat disebut Evav.terletak di propinsi Maluku tenggara Gugusan kepulauan ini terletak diantara gugus kep.Tanimbar disebelah barta ,gugus kepulauan aru sebelah timur,daratan besar Irian jaya disebelah utara dan laut Timor seta daratan besar Benua Australia
Menurut sejarah budayanya ,kepulauan Kei dibagi dalam beberapa wilayah hukum adat yang disebut Loor.Setiap wilayah hukkum adat tersebut termasuk dalam salah satu dari tiga rumpun adat besar yang disebut;
Ur Siu = Rumpun Sembilan
Loor Lim = Rumpun Lima
Loor Labai = rumpun penengah
Setiapa rumpun besar ini mempunyai cirri khas sejrah loka,tatanan social-politik,hubungan-hubungan kekerabtan dan aturan –aturan hukum adatnya masing-masing.biasanya ,wilayah –wilayah hukum adat yang termasuk dalam satu rumpun besar yang sama,banyak memiliki kesamaan atau bahkan memiliki hubungan –hubungan kekerabatan dan pertalian darah secara langsung maupun tidak langsung meskipun demikian ,secara umum keseluruhan kepulauan kei mempunyai dasar hukum yang sama yaitu Larwul Ngabal.
Diseluruh kepulauan kei (Pulau kei besar,kei kecil,kei Dullah dan ratusan pulau kecil lainnya),terdapat 22 wilayah hokum adat atau Rat yang pada masa colonial Belanda dulu disebut sebagai Ratschap (schap= satuan wilayah administratif tertentu yang mencakup beberapa satuan wilayah yang lebih kecil.
Khusus untuk wilayah Pulau Kei besar,terdapat 7 pembagian wilayah adat (ratskhap)yang juga terbagi dalam tiga rumpun besar adat di atas tadi,yakni:
A.Yang termasuk dalam rumpun besar Loor lim,adalah :
1.Ratskhap Tabab Yamlin,dengan ibu negeri atau pusat pemerintahan adat di desa Fer;
2.Ratskhap Lo-Ohoitel,dengan ibu negeri atau pusat pemerintahan adat didesa Nerong;
3.Ratskhap Ub-ohoifaak,dengan ibu negeri atau pusat pemerintahan adat Berpindah secara bergilir di empat desa :Erlarang,Weer,Maar, dan Uat;

B.Yang termasuk dalam rumpun Ur Siu adalah;
1.RatsKhap Mer-Ohoinean,dengan ibu negeri atau pusat pemerintahan adat di desa Ohoinangan;
2.Ratskhap Meu-Umfit,dengan ibu negeri atau pusat pemerintahan di desa Yamtel;
3.Ratskahap Maur-Ohoiwut dengan ibu negeri atau pusat Pemerintaha di desa Watlar;
C.Yang termasuk dalam rumpun Loor Lobai adalah;
1.Werka,dengan pusat pemerintahan di desanyan saja.

Wilyah adat Maur Ohoiwaut
Secarah harafiah ,Maur Ohoiwut berarti “sepuluh kampung besar atau desabernama Maur”(maur = nama wilayah adat ; ohoi = kampong besar atau desa;wut = sepuluh).Menurut sejarahnya ,wilayah adat ini memang pada awalnya dibentuk sebagai suatu persekutuan adat yang mencakup 10 desa atau kampung besar,yakni;
1.Maun – ohoitel
2.Mel – ohoru Ri-I faak enwavna waer – ohoinean(Ad)
3.Mel yamtel ri- yamtel (ohoiraut)
4.Hoor – ohoitel(haar)
5.Rahangiar Wutlim (langgiar haar)
6.Renfaan Yamlim(renfaan)
7.wear-ohoitel(banda eli)
8.Ngil- ohoiru(watlar &Ohoifau)
9.Soin Ho-arki(hollat)
10.Wutwan –ohoitel(Kilwair)
Setiap desa atau kampong atau kampong besar tadi masih dterbagi lagi menjadi beberapa kampung kecil (dusun)yang jumlahnya berbeda satu sama lain, Misalnya kampong besar atau desa mun terdiri dari enam kampung kecil
Untuk kemudahan teknis pelaksanaa pemerintahan adat sehari-hari persekutuan 10 desa sebagai suatu kesatuan wilayah adat ini dibagi lagi dalam tiga kawasan ,yakni;

+ Kawasan barat yang disebut Ohoittel Warat ,Mencakup desa-desa mun ad serta seluruh Kampung
yang berada Didalam wilyah dua desa tersebut:
+ Kawasan Timur bagian utara yang disebut Ref lim wav,mencakup desa-desa Ohoiraut ,Haar,Renfaan,
dan Banda eli beserta semua Kampung atau dusun yang termasuk dalam wilayah lima desa tersebut;
+ Kawasan timur bagian selatan yang disebut Ref Lim rat,mencakup desa-desa Watlaar ,ohoifau,Hollat
dan Kilwair beserta seluruh kampung atau dusun yang termasuk dalam wilayah empat desa tersebut;

~ oleh ntxroses di/pada Mei 15, 2009.

Minggu, 19 Desember 2010

Entri Blog Isra' dan Mi'raj Bukan Perjalanan Wisata Rasulullah

Sebuah peristiwa sejarah yang sangat monumental yaitu peristiwa Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad SAW merupakan perjalanan suci dan bukan sekedar perjalan "wisata" biasa bagi Rasul. Sehingga peristiwa ini menjadi perjalan bersejarah yang menjadi titik balik dari kebangkitan dakwah Rasulullah SAW.

John Renerd dalam buku-nya "In the Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic Experience", seperti pernah dikutip Azyumardi Azra, mengatakan Isra' dan Mi'raj adalah suatu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan haji Wada'. Isra' dan Mi'raj menurutnya benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan spiritual.

Jika perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 M menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, dan perjalanan Haji Wada' yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Makkah, maka Isra' Mi'raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba (Al-Abd) menuju Sang Pencipta (Al-Khalik). Isra' dan Mi'raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan rohani (insan kamil), sehingga perjalanan ini menurut para sufi merupakan perjalan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.

Banyak hikmah dan manfaat yang dapat dipetik dari peristiwa ini, seperti:

Bukti Allah Maha Kuasa.

Pada bulan Rajab, setiap tahun umat Islam diseluruh dunia senantiasa melakukan peringatan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW yang berlangsung pada tanggal 27 Rajab beberapa tahun sebelum melaksanakan hijrah dari Makkah ke Madinah. Momentum sejarah tersebut adalah peristiwa yang terjadi sekitar 14 abad Hijriah yang lalu. Saat itu Nabi Muhammad SAW diperjalankan oleh Allah dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsha, lalu dilanjutkan dengan menembus lapisan langit tertinggi sampai batas yang tidak dapat dijangkau oleh ilmu semua makhluk, malaikat, manusia dan jin. Semua itu ditempuh dalam sehari semalam. Peristiwa itu sekaligus sebagai mukjizat mengagumkan yang diterima Rasulullah SAW. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Isra' ayat 1: "Dengan nama Allah Yang Maha Luas belas-Nya lagi Maha Kekal kecitaan-Nya. Maha Suci Dzat yang telaj menjalankan hamba-Nya (Muhammad SAW) pada waktu sebagian dari malam hari dari Masjid Al Haram ke Masjid Al Aqsha yang telah Kami beri berkah sekelilingnya agar Kami dapat menunjukkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat".

Dalam ayat diatas dinyatakan bahwa Allah SWT telah memperjalankan rasul-Nya pada suatu malam dari Masjidil Aqsha, Palestina. Bagi seorang mukmin dan muslim sejati, pernyataan Allah tersebut merupakan suatu kebenaran yang tidak perlu diperdebatkan secara panjang lebar keabsahannya, sebab peristiwa tersebut merupakan kekuasaan dan kehendak Allah SWT.

Peristiwa Isra' dan Mi'raj bukanlah peristiwa yang rasional, apalagi irrasional. Oleh karena itu, tidak dapat dibenarkan dan didustakan dengan pendekatan akal pikiran semata-mata. Peristiwa Isra' dan Mi'raj adalah peristiwa yang bersifat supra rasional yang menembus batas-batas akal pikiran manusia yang mempunyai kemampuan serbat terbatas. Oleh karena itu, pembenarannya pun harus melakukan pendekatan iman dan hanya dapat dilakukan oleh mukmin sejati. Sebagai seorang mukmin, kita yakin bahwa nabi itu diperjalankan. Allah lah yang memperjalankan hamba-Nya (Muhammad), dengan kata lain Muhammad SAW melakukan perjalan bukan atas kemampuan sendiri. Tentu melalui suatu cara dan proses sesuai dengan kehendak Allah SWT. Setelah nabi Muhammad SAW melaksanakan Isra', dilanjutkan dengan Mi'raj yaitu perjalanan dari Masjidil Aqsha menuju Sidratul Muntaha dan bahkan lebih jauh lagi.

Peristiwa Isra' dan Mi'raj memberi pelajaran kepada kita bahwa manusia selaku makhluk sosial harus mengadakan hubungan atau komunikasi yang baik dengan sesama makhluk Allah dimuka bumi. Sedang sebagai hamba Allah, manusia wajib melakukan hubungan yang baik dengan Allah SWT yang telah menciptakan
nya dan telah menganugerahinya berbagai macam kenikmatan yang diperlukan nya selama hidupnya didunia ini. Hubungan baik dengan sesama makhluk dan dengan Sang Pencipta akan membawa ketenangan dan ketenteraman jiwa yang menjadi faktor penentu bagi kebahagiaan hidup yang sejati, baik di dunia maupun diakhirat.

Menjemput Perintah Shalat.

Menurut Dr. Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari peristiwa Isra' dan Mi'raj yakni ketika Rasulullah SAW "berjumpa" dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul berkata, "attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah" (segala Penghormatan, Kemuliaan dan Keangungan hanyalah milik Allah saja).
Allah SWT pun berfirman, "assalamu'alaika ayyujan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh". Mendengar percakapan ini, para malaikat serentak mengumandangkan 2 9dua) kalimat syahadat. Maka, dari ungkapan bersejarah inilah kemudia bacaan ini diabadikan sebagai bagian dari bacaan shalat.

Pada Sira' dan Mi'raj, Allah memberikan perintah shalat wajib. Dan shalat Subuh adalah shalat yang pertama kali diperintahkan. Karena peristiwa Isra' dan Mi'raj sendiri terjadi pda saat malam hari. Subuhnya rasulullah sudah tiba kembali ditempat semula. Mungkin ini juga hikmah bagi kita semua, karena shalat Subuh adalah shalat yang sulit untuk dilaksanakan, dimana pada saat itu banyak manusia yang masih terlelap dalam tidurnya. Sebelum diperintahkannya shalat wajib lima waktu ini, Rasulullah melaksanakan shalat sebagaimana Nabi Ibrahim. Kita tidak hanya diperintahkan untuk mengerjakan shalat, tetapi juga menegakkan shalat. Shalat bukan segala-galanya berawal dari shalat.

Perintah shalat yang di fardhukan lima kali dalam sehari semalam merupakan hal yang sangat utama dalam ajaran Islam. Di dalam Al-Qur'an, Allah SWt berfirman "...dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) lebih besar (manfaatnya) dari ibadah-ibadah lain. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Ankabut: 45). Shalat yang merupakan oleh-oleh nabi itu mengandung hikmah yang sangat besar dalam hidup dan kehidupan kita didunia ini.

Antaranyam adanya hubungan langsung hamba dengan sang Khaliq Allah SWT, tanpa melalui perantara, baik orang maupun barang. Hubungan langsung ini adalah merupakan kebutuhan manusia yang senantiasa membutuhkan kehadiran Tuhan dalam dirinya. Hubungan tersebut dibangun minimal lima kali dalam sehari semalam dengan menghubungi "nomo telepon Tuhan" yang terwujud dalam ibadah shalat (24434), yaitu nomor 2 pada waktu pagi, nomor 4 pada waktu siang dan sore, nomor 3 pada waktu terbenam matahari dan nomor 4 pada waktu malam.

Adanya penjadwalan waktu secara ketat dan disiplin, dengan shalat lima waktu sehari semalam pada waktu tertentu, maka hari terbagi dalam lima satuan yang dapat disesuaikan dengan berbagai pekerjaan. Satuan pertama dan kedua biasa dipakai untuk bekerja (termasuk istirahat dan jeda), satuan ketiga dan keempat untuk persiapan istirahat, sedangkan satuan yang kelima untuk istirahat. Dengan demikian, kesadaran akan waktu dan menggunakannya dengan baik akan menjadi bagian dari hidup dan kehidupan sehari-hari.

Kepimpinan dalam shalat berjamaah sesungguhnya juga simbol kepemimpinan dalam segala skala kehidupan manusia. Allah menggambarkan sekaligus mengaitkan antara kepemimpinan shalat dan kebajikan secara menyeluruh "Wahai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhan mu serta berbuat baiklah secara bersama-sama. Niscaya dengan itu, kamu akan meraih keberuntungan".

Dalam situasi seperti inilah, Nabi Muhammad SAW telah membuktikan bahwa dirinya adalah pemimpin bagi seluruh pemimpin umat lainnya.

Jumat, 03 Desember 2010

KISAH BOCAH AMERIKA MASUK ISLAM


Rasulullah saw bersabda: ”Setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari)

Kisah bocah Amerika ini tidak lain adalah sebuah bukti yang membenarkan hadits tersebut di atas.

Alexander Pertz dilahirkan dari kedua orang tua Nasrani pada tahun 1990 M. Sejak awal ibunya telah memutuskan untuk membiarkannya memilih agamanya jauh dari pengaruh keluarga atau masyarakat. Begitu dia bisa membaca dan menulis maka ibunya menghadirkan untuknya buku-buku agama dari seluruh agama, baik agama langit atau agama bumi. Setelah membaca dengan mendalam, Alexander memutuskan untuk menjadi seorang muslim. Padahal ia tak pernah bertemu muslim seorangpun.

Dia sangat cinta dengan agama ini sampai pada tingkatan dia mempelajari sholat, dan mengerti banyak hukum-hukum syar’i, membaca sejarah Islam, mempelajari banyak kalimat bahasa Arab, menghafal sebagian surat, dan belajar adzan.

Semua itu tanpa bertemu dengan seorang muslimpun. Berdasarkan bacaan-bacaan tersebut dia memutuskan untuk mengganti namanya yaitu Muhammad ’Abdullah, dengan tujuan agar mendapatkan keberkahan Rasulullah saw yang dia cintai sejak masih kecil.

Salah seorang wartawan muslim menemuinya dan bertanya pada bocah tersebut. Namun, sebelum wartawan tersebut bertanya kepadanya, bocah tersebut bertanya kepada wartawan itu, ”Apakah engkau seorang yang hafal Al Quran ?”

Wartawan itu berkata: ”Tidak”. Namun sang wartawan dapat merasakan kekecewaan anak itu atas jawabannya.

Bocah itu kembali berkata , ”Akan tetapi engkau adalah seorang muslim, dan mengerti bahasa Arab, bukankah demikian ?”. Dia menghujani wartawan itu dengan banyak pertanyaan. ”Apakah engkau telah menunaikan ibadah haji ? Apakah engkau telah menunaikan ’umrah ? Bagaimana engkau bisa mendapatkan pakaian ihram ? Apakah pakaian ihram tersebut mahal ? Apakah mungkin aku membelinya di sini, ataukah mereka hanya menjualnya di Arab Saudi saja ? Kesulitan apa sajakah yang engkau alami, dengan keberadaanmu sebagai seorang muslim di komunitas yang bukan Islami ?”

Setelah wartawan itu menjawab sebisanya, anak itu kembali berbicara dan menceritakan tentang beberapa hal berkenaan dengan kawan-kawannya, atau gurunya, sesuatu yang berkenaan dengan makan atau minumnya, peci putih yang dikenakannya, ghutrah (surban) yang dia lingkarkan di kepalanya dengan model Yaman, atau berdirinya di kebun umum untuk mengumandangkan adzan sebelum dia sholat. Kemudian ia berkata dengan penuh penyesalan, ”Terkadang aku kehilangan sebagian sholat karena ketidaktahuanku tentang waktu-waktu sholat.”

Kemudian wartawan itu bertanya pada sang bocah, ”Apa yang membuatmu tertarik pada Islam ? Mengapa engkau memilih Islam, tidak yang lain saja ?” Dia diam sesaat kemudian menjawab.

Bocah itu diam sesaat dan kemudian menjawab, ”Aku tidak tahu, segala yang aku ketahui adalah dari yang aku baca tentangnya, dan setiap kali aku menambah bacaanku, maka semakin banyak kecintaanku”.

Wartawab bertanya kembali, ”Apakah engkau telah puasa Ramadhan ?”

Muhammad tersenyum sambil menjawab, ”Ya, aku telah puasa Ramadhan yang lalu secara sempurna. Alhamdulillah, dan itu adalah pertama kalinya aku berpuasa di dalamnya. Dulunya sulit, terlebih pada hari-hari pertama”. Kemudian dia meneruskan : ”Ayahku telah menakutiku bahwa aku tidak akan mampu berpuasa, akan tetapi aku berpuasa dan tidak mempercayai hal tersebut”.

”Apakah cita-citamu ?” tanya wartawan

Dengan cepat Muhammad menjawab, ”Aku memiliki banyak cita-cita. Aku berkeinginan untuk pergi ke Makkah dan mencium Hajar Aswad”.

”Sungguh aku perhatikan bahwa keinginanmu untuk menunaikan ibadah haji adalah sangat besar. Adakah penyebab hal tersebut ?” tanya wartawan lagi.

Ibu Muhamad untuk pertama kalinya ikut angkat bicara, dia berkata : ”Sesungguhnya gambar Ka’bah telah memenuhi kamarnya, sebagian manusia menyangka bahwa apa yang dia lewati pada saat sekarang hanyalah semacam khayalan, semacam angan yang akan berhenti pada suatu hari. Akan tetapi mereka tidak mengetahui bahwa dia tidak hanya sekedar serius, melainkan mengimaninya dengan sangat dalam sampai pada tingkatan yang tidak bisa dirasakan oleh orang lain”.

Tampaklah senyuman di wajah Muhammad ’Abdullah, dia melihat ibunya membelanya. Kemudian dia memberikan keterangan kepada ibunya tentang thawaf di sekitar Ka’bah, dan bagaimanakah haji sebagai sebuah lambang persamaan antar sesama manusia sebagaimana Tuhan telah menciptakan mereka tanpa memandang perbedaan warna kulit, bangsa, kaya, atau miskin.

Kemudian Muhammad meneruskan, ”Sesungguhnya aku berusaha mengumpulkan sisa dari uang sakuku setiap minggunya agar aku bisa pergi ke Makkah Al-Mukarramah pada suatu hari. Aku telah mendengar bahwa perjalanan ke sana membutuhkan biaya 4 ribu dollar, dan sekarang aku mempunyai 300 dollar.”

Ibunya menimpalinya seraya berkata untuk berusaha menghilangkan kesan keteledorannya, ”Aku sama sekali tidak keberatan dan menghalanginya pergi ke Makkah, akan tetapi kami tidak memiliki cukup uang untuk mengirimnya dalam waktu dekat ini.”

”Apakah cita-citamu yang lain ?” tanya wartawan.

“Aku bercita-cita agar Palestina kembali ke tangan kaum muslimin. Ini adalah bumi mereka yang dicuri oleh orang-orang Israel (Yahudi) dari mereka.” jawab Muhammad

Ibunya melihat kepadanya dengan penuh keheranan. Maka diapun memberikan isyarat bahwa sebelumnya telah terjadi perdebatan antara dia dengan ibunya sekitar tema ini.

Muhammad berkata, ”Ibu, engkau belum membaca sejarah, bacalah sejarah, sungguh benar-benar telah terjadi perampasan terhadap Palestina.”

”Apakah engkau mempunyai cita-cita lain ?” tanya wartawan lagi.

Muhammad menjawab, “Cita-citaku adalah aku ingin belajar bahasa Arab, dan menghafal Al Quran.”

“Apakah engkau berkeinginan belajar di negeri Islam ?” tanya wartawan

Maka dia menjawab dengan meyakinkan : “Tentu”

”Apakah engkau mendapati kesulitan dalam masalah makanan ? Bagaimana engkau menghindari daging babi ?”

Muhammad menjawab, ”Babi adalah hewan yang sangat kotor dan menjijikkan. Aku sangat heran, bagaimanakah mereka memakan dagingnya. Keluargaku mengetahui bahwa aku tidak memakan daging babi, oleh karena itu mereka tidak menghidangkannya untukku. Dan jika kami pergi ke restoran, maka aku kabarkan kepada mereka bahwa aku tidak memakan daging babi.”

”Apakah engkau sholat di sekolahan ?”

”Ya, aku telah membuat sebuah tempat rahasia di perpustakaan yang aku shalat di sana setiap hari” jawab Muhammad

Kemudian datanglah waktu shalat maghrib di tengah wawancara. Bocah itu langsung berkata kepada wartawan,”Apakah engkau mengijinkanku untuk mengumandangkan adzan ?”

Kemudian dia berdiri dan mengumandangkan adzan. Dan tanpa terasa, air mata mengalir di kedua mata sang wartawan ketika melihat dan mendengarkan bocah itu menyuarakan adzan.

Subhanallah, Maha Suci Allah SWT
Diriku yakin bakal nangis haru seperti wartawan itu, jika aku berada di situ. Semoga hal ini akan memberiku semakin mantab akan kebesaranMu Ya Allah.

sumber

http://www.kaskus.us/showthread.php?t=5160271

BAGAIMANA KEMUNGKINAN UNDANG-UNDANG ISLAM DAPAT DILAKSANAKAN DI ZAMAN MODEN (Bahagian 1)

بســــــم الله الــــرحمــــن الـــرحـــــــيم

الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله، وكفى بالله شهيداً، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له اقراراً به وتوحيداً، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله صلى الله عليه وسلّم وعلى آله وأصحابه وسلم تسليماً مزيداً.

أما بعد:

Allah swt menjadikan manusia di muka buni ini adalah untuk menjadi khalifah bagi memakmurkan bumi mengikut peraturan-peraturan dan undang-undang yang telah ditetapkan olehNya.

Firman Allah swt dalam surah Al-Baqarah 2:30 :

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً (

“Sesungguhnya Aku akan jadikan seorang khalifah di atas muka bumi………”

Sebagaimana yang kita maklumi dan ketahui bahawa Allah swt telah meletakkan agama Islam adalah agama yang wajib dianuti oleh seluruh umat manusia.Ini kerana hanya Islam lah satu-satunya agama yang dapat menjamin manusia memperolehi kehidupan yang sempurna samada di dunia mahupun di akhirat dan terselamat daripada azab siksaan yang pedih.

Firman Allah swt :

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ إِلاَّ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللّهِ فَإِنَّ اللّهِ سَرِيعُ الْحِسَابِ

Sesungguhnya Agama (yang benar dan diredai) di sisi Allah ialah Islam. Dan orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberikan Kitab itu tidak berselisih (mengenai ugama Islam dan enggan menerimanya) melainkan setelah sampai kepada mereka pengetahuan yang sah tentang kebenarannya; (perselisihan itu pula) semata-mata kerana hasad dengki yang ada dalam kalangan mereka. Dan (ingatlah), sesiapa yang kufur ingkar akan ayat-ayat keterangan Allah, maka sesungguhnya Allah Amat segera hitungan hisabNya. (Ali-cImran 3:19)

Dan Firman-Nya lagi :

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Dan sesiapa yang mencari Agama selain ugama Islam, maka tidak akan diterima daripadanya, dan ia pada hari akhirat kelak dari orang-orang yang rugi.( Ali-cImran 3:85 )

Apabila kita telah memilih Islam sebagai agama , maka sudah sepatutnya kita menjadikan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai panduan hidup kita dalam melayari kehidupan di muka bumi ini.Maka dengan ini,apa-apa sahaja yang diperintahkan kepada kita untuk diikuti,hendaklah dipatuhi dan apa-apa sahaja yang dilarang daripada kita melakukannya , hendaklah dijauhi.

Firman Allah swt :

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan apa jua perintah yang dibawa oleh Rasulullah (s.a.w) kepada kamu maka terimalah serta amalkan, dan apa jua yang dilarangNya kamu melakukannya maka patuhilah laranganNya. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah; sesungguhnya Allah amatlah berat azab seksaNya (bagi orang-orang yang melanggar perintahNya). ( Al-Hasyr 59: 7 )

Undang-Undang Islam adalah salah satu daripada perkara yang dibawa oleh Rasulullah saw yang mana ianya merupakan syariat Allah swt yang telah diperundangkan oleh-Nya kepada kita umat manusia agar kita dapat hidup dalam keadaan yang aman dan tenteram.Ini kerana tujuan utama Allah swt meletakkan undang-undang tersebut adalah untuk memelihara agama,nyawa,akal,keturunan dan harta benda.

Sebagai makhluk yang mempunyai pencipta iaitu Allah swt , sudah tentulah kita mengikut segala peraturan yang telah ditetapkan oleh Pencipta kita.Ini kerana tidak ada yang lebih mengetahui tentang kebaikan dan keburukan kita melainkan Allah swt yang Maha Pencipta.

Bagi penulis dalam isu ini tidak timbul persoalan “Bagaimana kemungkinan Undang-undang Islam dapat dilaksanakan di zaman moden” ….. Persoalan “Bagaimana” adalah satu persoalan yang tidak perlu dijawab , kerana syaricah islamiah itu adalah satu perundangan yang wajib dilaksanakan dan sesuai untuk dipraktikkan pada setiap tempat dan masa.Ini juga kerana syaricah Islamiah adalah perundangan yang pernah dijalankan di zaman awal Islam iaitu di zaman Rasulullah saw , zaman sahabat , tabi’in dan tabi’ tabi’in.Mungkin boleh kita katakan di sini atau tajuk yang paling tepat di berikan untuk kajian ini ialah “Faktor-faktor yang menyumbang kepada pelaksanaan semula undang-undang Islam di zaman moden”

Sesungguhnya , apabila kita mengaku menjadi orang yang beriman kepada Allah swt dan Rasul-Nya Muhammad saw , maka adalah satu perkara yang amat memalukan jika kita mengatakan bahawa undang-undang Islam ( Syaricah Islamiah ) itu tidak sesuai dilaksanakan di zaman moden dan ketinggalan zaman atau menganggapnya sebagai peraturan yang zalim , barbaric , kejam dan sebagainya.

Firman Allah swt dalam menempelak golongan ini sebagaimana yang termaktub dalam surah Al-Ahzab 33:36 :

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا

“Dan tidaklah harus bagi orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan – apabila Allah dan RasulNya menetapkan keputusan mengenai sesuatu perkara – (tidaklah harus mereka) mempunyai hak memilih ketetapan sendiri mengenai urusan mereka. Dan sesiapa yang tidak taat kepada hukum Allah dan RasulNya maka sesungguhnya ia telah sesat dengan kesesatan yang jelas nyata.”

Ayat di atas dengan jelas melarang kita untuk mengenepikan segala perintah dan ketetapan yang Allah swt telah tetapkan kepada kita selaku hamba-Nya yang sangat lemah dan hina ini.Apakah kita berhak untuk menolak undang-undang Allah swt dan menggantikannya dengan undang-undang ciptaan kita sendiri dengan alasan bahawa undang-undang ciptaan kita itu adalah yang terbaik dan sesuai untuk semua golongan manusia.??

Apakah boleh kita mendabik dada dengan mengatakan undang-undang ciptaan kita itu berjaya mengawal kemaksiatan dan jenayah yang berlaku di sana sini , walaupun statistik jenayah seluruh dunia menggambarkan kepada kita kes-kes jenayah makin bertambah buruk dari sehari ke sehari ???

Bertitik tolak daripada salah faham dan pra sangka buruk umat Islam khususnya dan masyarakat dunia amnya tentang persepsi dan tanggapan mereka terhadap undang-undang Islam inilah menyebabkan penulis rasa amat perlu dan menjadi satu kewajipan bagi penulis untuk menerangkan kepada umat islam tentang kesyumulan dan kesesuaian Syaricah Islamiah atau perundangan Islam dilaksanakan tanpa mengira tempat dan masa sekaligus merongkai kekusutan dan kecelaruan yang telah bertapak berkurun lamanya dalam hati dan sanubari umat Islam sehingga menjadi satu penyakit yang semakin membarah yang melanda umat Islam sekarang.

1. PENGENALAN

Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw , adalah agama yang menjamin kebahagian dunia dan akhirat.Tidak ada agama lain yang sesempurna dan sehebat Islam. Allah swt selaku tuan punya agama dan tuan punya segala makhluk dan kejadian di langit dan di bumi menjadikan peraturan-peraturan dan perintah serta larangan yang wajib diikuti dan dipatuhi oleh setiap hamba-hamba-Nya.Undang-undang Islam adalah undang-undang yang Allah swt turunkan untuk dijalankan oleh pemerintah bagi menjamin keharmonian dan ketenteraman hidup antara satu sama lain.Tapi malangnya , manusia mula lupa dengan kesempurnaan Islam yang menjamin kehidupan.Mereka merasakan bahawa , undang-undang perlu digubal semula berdasarkan akal para pemimpin dan penggubal undang-undang demi kesesuaian dan keserasian hidup mengikut perubahan zaman dan tempat.Kalaulah undang-undang itu digubal oleh akal melalui pembesar-pembesar negara beserta pakar-pakarnya , maka itu adalah siyasah akal.Tetapi , kalaulah undang-undang itu diwajibkan oleh Allah swt , diakui dengan syarat-syaratnya , maka ia adalah siyasah agama yang memberi manfaat kepada kehidupan di dunia dan di akhirat.

2. SEJARAH PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG SYARICAH

Sebelum kita membicarakan tentang cara dan bagaimana pelaksanaan Undang-undang Islam di zaman moden , eloklah kita melihat dahulu secara ringkas sejarah dan punca undang-undang Islam yang suatu ketika dahulu menjadi perundangan dalam sistem pemerintahan umat Islam terus ditinggalkan dan dilupakan.

Umum mengetahui bahawa Undang-undang Islam adalah perundangan yang diamalkan oleh Rasulullah saw , para sahabat dan para Imam mujtahiddin semasa pemerintahan Islam di zaman mereka.Malah ianya terus dilaksanakan sehinggalah kepada zaman kejatuhan kerajaan Islam cUthmaniyyah.(1924)

Perundangan Islam ini telah tersebar dan diguna pakai di serata pelusuk dunia.Masyarakat ketika itu meyakini undang-undang yang diturunkan oleh Allah swt ini adalah undang-undang yang terbaik dan selamat buat mereka.Malah di zaman sekarang ini juga perundangan Islam mendapat pengiktirafan dan pengakuan daripada masyarakat antarabangsa.Ini diakui sendiri oleh pakar-pakar perundangan yang beragama Islam dan bukan Islam dan juga pengakuan yang adil dan ikhlas daripada kalangan orang-orang barat[1]. Antaranya ialah pengakuan pakar undang-undang bukan Islam seperti Dr Syafiq Syahatih, seorang Kristian Mesir , Dr Ezco Ensabato , Professor Chabrl (Dekan Fakulti Undang-undang Universiti Vienna) , Dr Hokenj (Professor falsafah Universiti Havard) serta tokoh falsafah dan sasterawan dunia yang terkenal , Bernard Shaw dan ramai lagi pakar-pakar undang dari barat dan yang bukan Islam yang mengakui kehebatan undang-undang Islam.[2]

Sejarah telah membuktikan bahawa undang-undang Islam adalah yang terbaik dan berkesan dalam pembentukkan syakhsiah dan jati diri umat manusia.Keberkesananya memang tidak dapat disangkal lagi dan tidak boleh ditukar ganti dengan undang-undang ciptaan.Ini dapat digambarkan melalui pengalaman kejatuhan kerajaan sekular Turki yang dipimpin oleh Kamal Atarturk , yang mana dengan kekerasan dan kekejaman , Atarturk telah membuang sepenuhnya perundangan Syaricah Islamiah yang telah diguna pakai sejak berkurun lamanya di Negara Islam Turki lalu digantikan dengan pelaksanaan undang-undang barat setapak demi setapak , yang mana akhirnya istana perundangan barat yang hendak dibinanya itu tumbang dan tersungkur menyembah bumi sekaligus membawa kepada kehancuran kerajaan sekular Turki.

Apa yang perlu kita fahami ialah kejatuhan kerajaan Islam terakhir cUthmaniyyah yang berpusat di Turki adalah kerana usaha-usaha barat yang bersungguh-sungguh untuk menjatuhkan pemerintahan Islam sebelum matlamatnya untuk menguasai dunia tercapai

Ini dapat dilihat apabila hubungan rapat yang keterlaluan berlaku antara barat dan orang-orang Islam , yang mana segala sistem dan mentaliti barat menjadi budaya dan ikutan umat Islam , akhirnya menyebabkan umat Islam terpaksa menerima padah daripada kecuaian tersebut.

Professor Mannac Khalil Al-Qatthan menulis :

Apabila terlalu banyaknya hubungan rapat orang-orang Islam dengan barat , lemahnya keadaan Daulah cUthmaniyyah , menyusup masuk ke dalam negara Islam segala tasawur dan sistem serta keadaan masyarakat barat , maka tidak lama selepas itu umat Islam mula merasa kagum dan takjub kepada barat.Seterusnya bermulalah sikap memandang rendah terhadap iltizam (komitmen) kepada hukum-hukum syariah yang mana akhirnya membawa kepada penukaran hukum itu kepada undang-undang ciptaan barat daripada satu peringkat ke satu peringkat.[3]

Diantara tujuan utama barat ingin menghapuskan pemerintahan Islam ialah kerana mereka tidak mahu perundangan Islam dijalankan. Ini ditegaskan oleh Dr cAli Juraisyah :

“…….Bahawa usaha barat untuk menghapuskan pemerintahan Islam adalah melalui 3 perkara : 1) Menghapuskan sistem pemerintahan Khalifah Islamiah , 2) Penjajahan baru , 3) Usaha menjauhkan masyarakat daripada keunggulan syariat Islam” [4]

Daripada 3 perkara tersebut , perkara pertama adalah yang paling penting kerana , apabila sistem pemerintahan Khalifah Islamiah dapat dihapuskan , secara otomatiknya segala perkara yang berdasarkan dan bertunjangkan kepada syaricah Islamiah akan dapat dihapuskan.Ini bermakna keinginan barat untuk menghapuskan Islam secara totalnya dapat dilaksanakan.

Dr cAli Juraisyah seterusnya menyebutkan :

Antara kesan yang akan berlaku kepada umat Islam apabila pemerintahan Khalifah dihapuskan ialah : 1) Hilangnya negara yang melaksanakan hukum Alah swt , 2) Hilangnya negara yang dapat menghimpunkan umat Islam seluruhnya dalam satu aqidah yang hak, 3) Hilangnya daulah atau negara yang dapat memerangi musuh-musuh Allah swt dan umat Islam dengan kekuatan dan keberanian , 4) Hilangnya daulah atau negara yang mana Yahudi merasakan tidak ada jalan untuk mereka menawan Palestin melainkan dengan menghancurkan negara Islam lainnya. [5]


Setelah penghapusan sistem Khalifah Islamiah , maka barat berusaha pula melakukan penjajahan baru ke atas negara-negara Islam dengan membawa bersama mereka tujuan dan matlamat yang keji lagi hina.Di antara perkara yang dilaksanakan terhadap negara-negara Islam yang dijajah ialah dengan melantik dan merekrut pemimpin-pemimpin masyarakat , bangsa atau negara yang boleh diperkudakan dan diperkotak-katikkan untuk kepentingan mereka dengan melaksanakan dasar-dasar pemerintahan barat.Ini termasuklah dengan membuang sistem pemerintahan yang bertunjangkan perundangan Islam lalu digantikan dengan sistem perundangan sekular atau barat.

Pencerobohan terhadap undang-undang syariah islamiah bermula dengan campur tangan barat terhadap undang-undang jenayah hudud.Ini berlaku sewaktu khilafah Uthmaniyah memperbaharui undang-undang Pembalasan Uthmani pada tahun 1840 yang mana sebenarnya adalah merupakan terjemahan bagi undang-undang Pembalasan Perancis yang dibuat sedikit perubahan padanya.Setelah itu undang-undang ini dijalankan keseluruh negara Islam.[6]

Undang-undang barat tersebut dijalankan di negara-negara Islam yang dijajah dengan cara mengaburi mata masyarakat dengan mengatakan bahawa undang-undang barat yang diperkenalkan adalah undang-undang yang terbaik , adil dan saksama , malah disamping itu mereka juga melemparkan tuduhan demi tuduhan tentang kezaliman dan kekejaman undang-undang Islam.

Bila ini berlaku , sedikit demi sedikit masyarakat akan menerima dan akhirnya menyanjung perundangan barat yang dijalankan sekaligus akan menghapus dan meghakis sedikit demi sedikit ruh Islam yang selama ini bertapak disanubari setiap individu muslim.

Dalam konteks pemerintahan Islam Tanah Melayu , sejarah telah merakamkan bahawa Islam telah menjadi agama orang-orang melayu sejak 500 tahun dahulu.Orang melayu berjuang bermati-matian dalam banyak peperangan menentang kuasa-kuasa penjajah , Portugis dan Belanda demi melindungi tanah air mereka di samping mempertahankan kesucian agama Islam.Kuasa-kuasa penjajah tersebut selain ingin mengukuhkan perdagangan mereka , cita-cita utama mereka ialah untuk menyebarkan agama dan fahaman Kristian serta bertujuan memperkenalkan dan meluaskan pengaruh sistem perundangan Barat.[7]

Sebagaimana yang kita maklumi , perjanjian Pangkor 1874 adalah merupakan titik permulaan dan perluasan pengaruh Inggeris di Tanah Melayu.Dalam perjanjian tersebut , para pemimpin melayu dikehendaki menerima kehadiran seorang pegawai Inggeris di negeri Perak.Pegawai tersebut akan memberikan nasihat dan pandangan yang wajib diikuti dalam semua hal pentadbiran kecuali yang berkaitan dengan masalah agama dan adat resam orang-orang Melayu.

Bermula daripada penerimaan orang-orang melayu terhadap kemasukkan penasihat-penasihat dan pegawai Inggeris itulah yang membawa tanah melayu kepada pengamalan serta pertukaran daripada undang-undang Islam kepada undang-undang barat, dan terus diamalkan oleh Malaysia walaupun selepas merdeka.

Satu perkara penting yang menarik untuk dilihat ialah , kedatangan orang-orang Inggeris ke tanah melayu khususnya dan keseluruh negara-negara Islam amnya adalah dengan membawa masuk bersama-sama mereka segala sistem , tasawur dan undang-undang ciptaan barat.Tetapi apabila mereka keluar dan pergi meninggalkan kita (selepas merdeka) , mereka tidak membawa balik bersama-sama mereka segala perkara yang dibawa masuk dahulu , sebaliknya mereka tinggalkan kepada kita sebagai kenangan manis yang berisi racun.Sebenarnya mereka sudah tahu awal-awal lagi , bahawa segala sistem , tasawur dan undang-undang yang ditinggalkan adalah untuk menjadikan negara tersebut akan sentiasa dijajah.Walaupun dunia melihat bahawa jasad penjajah telah keluar daripada negara yang dijajah dengan mereka memberikan kemerdekaan kepada negara tersebut, tetapi pemikiran dan ideologi serta peraturan-peraturan pentadbiran dan undang-undang negara tersebut masih lagi dijajah oleh mereka.Malah rakyat negara tersebut amat bangga mengguna pakai segala khazanah peninggalan penjajah tersebut.Mereka amat benci dan marah dengan kedatangan penjajah ke negara mereka sewaktu mula-mula kehadiran pihak penjajah.Berbagai-bagai perjuangan anti penjajah dan bermacam-macam slogan yang digunakan untuk membangkitkan semangat rakyat dalam menentang penjajah.Tetapi selepas pihak penjajah keluar dari negara mereka , mereka menyanjung pula segala tasawur , sistem dan perundangan penjajah dengan menjadikannya sebagai asas atau teras dalam perlembagaan negara mereka sehinggalah ke hari ini.Inilah perkara atau matlamat agung mereka dalam menjalankan misi penjajahan terhadap negara-negara umat Islam.Sesungguhnya umat Islam tidak menyedari niat keji yang tersirat itu..

3. BAGAIMANA PELAKSANAAN SYARIAH DI ZAMAN MODEN

Pada pendapat penulis , bila dikatakan “Bagaimana Kemungkinan Undang-undang Islam dapat dilaksanakan di zaman moden” ianya merujuk kepada 2 faktor utama : iaitu faktor dalaman dan faktor luaran.Kedua-dua faktor tersebut saling berkait rapat antara satu sama lain dalam usaha melaksanakan perundangan Islam sebagai undang-undang tertinggi sesebuah negara Islam moden.

Antara kedua-dua faktor tersebut , faktor dalaman adalah faktor yang terpenting dan mempunyai peranan yang paling besar dalam pelaksanaan Undang-undang Islam.Ini kerana , faktor dalaman adalah perkara yang bersangkut paut dengan kekuatan dan kemantapan ruh individu muslim dalam meyakini serta mengakui keunggulan perundangan Islam.Tanpa keyakinan dan keteguhan iman dalam bentuk total , perundangan Islam tidak dapat dijalankan dalam ertikata yang sebenar dan dikehendaki syarac.

Manakala faktor luaran pula ialah hasil atau natijah yang akan lahir apabila faktor dalaman yang menjadi teras atau asas pembinaan insan berjaya menjadikan individu itu daripada muslim keturunan kepada muslim-mukmin dalam erti kata yang sebenar.Maka hasilnya , dengan gabungan kedua-dua faktor tersebut akan membawa kepada pelaksanaan undang-undang Islam dengan mudah dan mencapai maksud.

KESAN KEBELAKANG DALAM UNDANG-UNDANG ISLAM

عــــــدم رجـــعية الـــقوانيـــن ( التــشريع الإســــلامي ) على المــــاضي

The non-retroactivity of Islamic law on the past

1. PENDAHULUAN :

Syariat Islam adalah sebuah syariat yang diturunkan oleh Allah swt untuk dilaksanakan di muka bumi ini demi kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia.Ianya adalah merupakan satu kewajipan yang mesti dilaksanakan walau dengan apa cara sekali pun.

Apabila kita telah memilih Islam sebagai agama , maka sudah sepatutnya kita menjadikan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai panduan hidup kita dalam melayari kehidupan di muka bumi ini.Maka dengan ini,apa-apa sahaja yang diperintahkan kepada kita untuk diikuti,hendaklah dipatuhi dan apa-apa sahaja yang dilarang daripada kita melakukannya , hendaklah dijauhi.

Firman Allah swt :

“Dan apa jua perintah yang dibawa oleh Rasulullah (s.a.w) kepada kamu maka terimalah serta amalkan, dan apa jua yang dilarangNya kamu melakukannya maka patuhilah laranganNya. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah; sesungguhnya Allah amatlah berat azab seksaNya (bagi orang-orang yang melanggar perintahNya).” Al-Quran al-Karim , 59 : 7

Undang-Undang Islam adalah salah satu daripada perkara yang dibawa oleh Rasulullah saw yang mana ianya merupakan syariat Allah swt yang telah diperundangkan oleh-Nya kepada kita umat manusia agar kita dapat hidup dalam keadaan yang aman dan tenteram.Ini kerana tujuan utama Allah swt meletakkan undang-undang tersebut adalah untuk memelihara agama,nyawa,akal,keturunan dan harta benda.

Sebagai makhluk yang mempunyai pencipta iaitu Allah swt , sudah tentulah kita mengikut segala peraturan yang telah ditetapkan oleh Pencipta kita.Ini kerana tidak ada yang lebih mengetahui tentang kebaikan dan keburukan kita melainkan Allah swt yang Maha Pencipta.

Artikel ini akan menghuraikan satu permasalahan yang dianggap penting dalam perundangan Islam atau al-Tasyrik al-Islami , yang mana ianya merupakan salah satu daripada ciri-ciri khusus syariah Islamiah itu sendiri.Permasalahan tersebut ialah , berkenaan dengan adakah nas-nas atau peruntukan perundangan Islam itu memberi kesan dari sudut perundangan atau bentuk hukuman terhadap kes-kes yang berlaku sebelum daripada penurunan nas-nass tersebut.

Jika diteliti , perbahasan mengenai kesan kebelakang ( الأثـــر الرجعي ) terhadap undang-undang syariah al-Islamiah ini tidak dibincangkan secara khusus dalam kitab-kitab fiqh.Walau pun begitu , ia tidak bermaksud , bahawa ianya merupakan satu cabang ilmu yang tidak dititik beratkan dalam perundangan syariah al-Islamiah.Sesungguhnya , sesiapa yang mengikuti dan mempelajari serta mengetahui tentang ayat-ayat hukum yang terdapat dalam al-Quran al-Karim serta asbabun Nuzul ayat tersebut , akan mampu untuk mengetahui dengan mudah apakah pandangan dan prinsip syariah terhadap الأثـــر الرجعي .

2. PRINSIP / PEGANGAN SYARAK TERHADAP MASALAH

Pada dasarnya , Islam menolak sesuatu kes yang berlaku terdahulu dihakimi atau diadili dengan undang-undang yang datang kemudian.Jika seseorang melakukan sesuatu perbuatan , walau apa saja perbuatan tersebut , secara umumnya ia tidak dikira sebagai satu kesalahan , sekiranya tidak terdapat sebarang nas atau hujah perundangan yang menyatakan bahawa perbuatan tersebut adalah satu kesalahan.

Kaedah usuliah syar’iyyah telah menetapkan bahawa :

لا حـــكم لأفـــعال الـــعقــلاء قــبل ورود النـــص

Maksudnya : Tiada hukuman bagi perbuatan orang yang berakal sebelum adanya nas (peruntukan) [1]

Kaedah di atas membawa kepada 2 pengertian dari sudut undang-undang :

i) Sebarang perbuatan yang diilakukan oleh seseorang yang berakal , akan dikira sah atau tidak dikenakan sebarang hukuman kerana disebabkan tiada sebarang peruntukan yang boleh diambil untuk mensabitkan perbuatan tersebut sebagai perbuatan jenayah dan satu kesalahan.

Ini membawa maksud , setiap perbuatan mukallaf itu dianggap harus dilakukan kerana hukum asal perbuatan tersebut adalah dibolehkan selagimana tidak ada nas atau dalil (peruntukan) yang mengharamkan perbuatan tersebut.[2]

Ini jelas ditunjukan melalui satu kaedah :

الاصـــل في الأشـــياء والأفـــعال الإبـــاحة

Maksudnya : Asal sesuatu perkara dan perbuatan itu adalah harus. [3]

ii) Apabila wujud peruntukan terhadap sesuatu kesalahan jenayah , maka seseorang yang melakukan perbuatan tersebut selepas daripada penguatkuasaan undang-undang tersebut , boleh disabitkan perbuatan jenayah yang dilakukannya dengan peruntukan sedia ada.Ini membawa maksud , sebarang perbuatan yang dilakukan sebelum daripada wujudnya nas atau peruntukan perundangan terhadap perbuatan tersebut tidak dikira sebagai satu kesalahan kerana peruntukan undang-undang yang wujud tidak boleh memberi kesan dari sudut perundangan terhadap kes-kes yang berlaku terdahulu , iaitu sebelum kewujudan nas atau peruntukan.

Jika wujud nas atau peruntukan yang mengatakan bahawa perbuatan tersebut adalah diharamkan oleh syarak dan tidak boleh dilakukan , maka peruntukan tersebut atau nas dan dalil itu hanya berlaku atau memberi kesan pada kes-kes yang berlaku dihadapan , iaitu selepas penguatkuasaannya.Ini bermaksud , seseorang itu tidak boleh lagi melakukan perbuatan tersebut pada masa-masa hadapan , walaupun sebelum penurunan ayat larangan tersebut , ianya selalu melakukan perbuatan tersebut.

Manakala , perbuatan yang dilakukan sebelum penurunan ayat larangan tersebut dianggap terlepas daripada ‘uquubah (hukuman) yang terkandung dalam ayat larangan tersebut , kerana nas atau peruntukan tersebut tidak boleh memberi kesan dari sudut perundangan kepada kes-kes yang berlaku sebelumnya.

3. KAEDAH ‘AM DALAM PERUNDANGAN ISLAM.

Sesungguhnya nas-nas syarak yang berkaitan dengan Jinayah tidak berlaku kecuali selepas ianya di kuatkuasakan dan perkara tersebut diketahui oleh manusia seluruhnya.Maka dengan ini ianya juga membawa maksud peruntukan tersebut tidak memberi kesan kebelakang terhadap perkara-perkara yang dilakukan sebelumnya.Ini kerana dari sudut kaedahnya , kesalahan-kesalahan yang dilakukan akan dihukum berdasarkan nas-nas (peruntukan) yang sedia ada atau yang diguna pakai pada masa kesalahan tersebut dilakukan.

Dalam erti kata lain , secara dasarnya , kaedah am dalam perundangan syariah Islamiah ialah :

أن التـــــــشريع الجنـــــائي ليس له أثــــــر رجعــــي ( لا رجعــية في التـــشريع الجــنائي )

Maksudnya : Sesungguhnya tidak ada kesan kebelakang dalam perundangan Jinayah Islamiah. [4]

4. PENGECUALIAN DARIPADA KAEDAH INI.

Terdapat beberapa kes / peristiwa yang berlaku semasa zaman Rasulullah saw yang tidak mengguna pakai kaedah لا رجعــية في التـــشريع الجــنائي ini.

Pengecualian terhadap kaedah ini dalam perundangan Islam adalah seperti berikut , sebagaimana yang dinyatakan oleh Abd Qadir Audah dalam bukunya [5]:

i) Kesan kebelakang (الأثـــر الرجعي ) harus berlaku pada keadaan atau situasi kesalahan yang dikira sebagai merbahaya yang mengganggu gugat keamanan dan undang-undang umum.

ii) Wajib diguna pakai kaedah الأثـــر الرجعي dalm al-Tasyrik al-Jina’ie pada perkara-perkara yang melibatkan kemaslahatan penjenayah.

Keterangan dan huraian :

i) Pengecualian pertama :

Antara contoh perkara-perkara merbahaya yang boleh mengganggu gugat keamanan dan dan kemaslahatan umum ialah kesalahan al-Qazaf , al-Hirabah dan al-Zihar.Maka , dalam ketiga-tiga jenis kesalahan tersebut membolehkan kesan kebelakang dalam penguatkuasaan undang-undang.

a) Dalam masalah qazaf :

Terdapat dua pendapat :

Pendapat Pertama : Mengatakan bahawa ayat al-Qazaf telah diturunkan sebelum berlakunya peristiwa al-Ifki ( الإفـــك) .Maka golongan ini berpendapat bahawa nas berkenaan peristiwa al-Ifki itu tidak berlakunya kesan kebelakang (الأثـــر الرجعي ) dalam menjatuhkan hukuman kepada mereka-mereka yang membawa berita bohong serta melakukan qazaf kepada Saidatina ‘Aishah ra.Ini kerana bagi pandangan mereka , peristiwa tersebut berlaku selepas turun ayat peristiwa al-Ifki itu.

Pendapat Kedua : Golongan ini berpendapat nas al-Ifki itu diturunkan bersempena peristiwa al-Ifki .Ini kerana mengikut pendapat golongan ini , ianya turun selepas berlaku peristiwa tersebut yang mana ianya bertujuan untuk membersihkan nama baik Saidatina ‘Aishah ra sekaligus menghukum individu-individu yang membawa dan menyebarkan beriita bohong tersebut.Maka dalam kes ini , terdapat الأثـــر الرجعي pada peristiwa tersebut dan ini adalah pendapat yang rajih serta disepakati Ulama..

Huraian dan Sebab Pengecualian :

Dalam kes al-Ifki , di antara sebab yang menyebabkan الأثـــر الرجعي itu diguna pakai ialah kerana : Peristiwa tersebut melibatkan tuduhan zina kepada isteri Baginda Rasulullah saw, seorang pemimpin Agong yang menjadi utusan kepada Allah swt.Sesungguhnya perbuatan mereka yang menyakiti dan menghina serta merendah-rendahkan martabat Saidatina ‘Aishah ra adalah seperti mereka melakukannnya kepada Baginda Rasulullah saw itu sendiri , sehingga masyarakat Islam pada ketika itu mengalami satu pergolakan yang sangat dahsyat.Hampir sahaja mereka berbunuh-bunuhan sesama sendiri.Peristiwa ini merupakan peristiwa yang sangat penting dalam sejarah umat Islam sehingga menyebabkan keadaan umat pada ketika itu diitimpa fitnah yang besar.Maka dengan sebab itulah, Allah swt telah menurunkan ayat al-Ifki itu demi kemaslahatan umum untuk menjaga keamanan masyarakat Muslim ketika itu.

b) Dalam masalah al-Hirabah :

Ulama berbeza pendapat tentang al-Asbabun Nuzul berkenaan ayat al-Hirabah ini :

Pendapat pertama : meriwayatkan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Syaikhain[6] bahawa Abd Malik bin Marwan menulis surat kepada Anas bin Malik yang bertanyakan tentang ayat yang disebut sebagai ayat al-Hirabah , iaitu firman Allah swt [7] :

“Hanyasanya balasan orang-orang Yang memerangi Allah dan RasulNya serta melakukan bencana kerosakan di muka bumi ialah Dengan dibalas bunuh (kalau mereka membunuh sahaja Dengan tidak merampas), atau dipalang (kalau mereka membunuh dan merampas), atau dipotong tangan dan kaki mereka bersilang (kalau mereka merampas sahaja), atau dibuang negeri (kalau mereka hanya mengganggu ketenteraman umum). hukuman Yang demikian itu adalah suatu kehinaan di dunia bagi mereka, dan di akhirat kelak mereka beroleh azab seksa Yang amat besar.”

Lalu dijawab oleh Anas bin Malik dengan menerangkan bahawa ayat ini turun berkenaan dengan suku ‘Urainah yang berjumpa Rasulullah saw untuk bertanyakan tentang Islam dan masuk Islam.Kemudian semasa mereka berada di Madinah , mereka telah jatuh sakit.Nabi saw telah menyuruh mereka keluar berjalan untuk menemui unta-unta sedekah supayya dapat diminum air susunya dan air kencingnya sebagai ubat.Setelah mereka ini sembuh, golongan ini telah murtad dari Agama Allah swt dan telah membunuh pengembala unta serta melarikan unta tersebut.Akhirnya Rasulullah saw telah mengutus para sahabat untuk menangkap mereka dan akhirnya tertangkap serta dipotong tangan dank kaki secara bersilang dan matanya dicongkel , serta dibiarkan ditanah Harrah.Maka ayat tersebut sebagai ancaman hukuman bagi orang-orang yang membuat kekacauan dan mengganggu gugat ketenteraman dan keamanan manusia.[8]

Pendapat kedua : pula mengatakan bahawa ayat tersebut diturunkan pada satu kaum dari kalangan ahli Kitab yang telah mengadakan perjanjian dengan Rasulullah saw , tetapi telah dikhianati oleh mereka.Lalu golongan tersebut membuat kekacauan dan kerosakan di jalan-jalan dan tempat umum.[9] Lalu turunlah ayat al-Hirabah ini.

Pendapat ketiga : meriwayatkan , bahawa ayat ini diturunkan sebagai teguran kepada Rasulullah saw kerana memotong tangan kaum al-‘Uraniyyin dan meninggalkan mereka begitu saja.Kemudian dikorek mata golongan tersebut sebagaimana golongan tersebut telah mengorek mata pengembala unta yang dibunuhnya.Lalu ayat ini diturunkan sebagai larangan daripada melakukan seksaan tersebut.[10]

Antara ketiga-tiga pendapat dan kenyataan di atas , pendapat yang paling rajih ialah pendapat yang pertama , sebagaimana yang dipilih oleh Jumhur Ulama.[11]

Huraian dan penerangan serta sebab pengecualian:

i) Sekiranya pendapat Ibnu Jarir (pendapat ketiga) itu dikatakan pendapat yang tepat , iaitu ayat tersebut diturunkan selepas daripada pelaksanaan hukuman ke atas golongan ‘Uraniyyun yang telah membuat kerosakan di atas muka bumi Allah swt , maka ianya tidak ada kesan kebelakang الأثـــر الرجعي terhadap ayat ini.Ini kerana hukuman telah dilakukan oleh Baginda Rasulullah saw sebelum diturunkan ayat al-Hirabah tersebut bersandarkan kepada firman Allah swt [12]:

“dan (jika kamu hendak membalas maka) balasan sesuatu kejahatan ialah kejahatan Yang bersamaan dengannya; Dalam pada itu sesiapa Yang memaafkan (kejahatan orang) dan berbuat baik (kepadanya), maka pahalanya tetap dijamin oleh Allah (dengan diberi balasan Yang sebaik-baiknya). Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang Yang berlaku zalim.”

Maka penurunan ayat al-Hirabah dianggap sebagai hukuman baru yang diperkenalkan Allah swt terhadap kesalahan ­al-Hirabah.­

ii) Apabila dikatakan pula pendapat pertama dan kedua itu adalah pendapat yang sesuai dan paling tepat , Maka penurunan ayat al-Hirabah ini diianggap mempunyai الأثـــر الرجعي iaitu kesan kebelakang dalam memutuskan hukuman terhadap penjenayah al-Hirabah.Maka pendapat ini adalah pendapat yang dipilih oleh Jumhur Ulama sebagai pendapat yang paling rajih.

Seperti sebelum ini , bahawa sebab-sebab pengecualian kes di atas daripada kaedah :

أن التـــــــشريع الجنـــــائي ليس له أثــــــر رجعــــي

Ialah perkara al-Hirabah tersebut adalah kes-kes yang mengganggu gugat keselamatan dan keamanan masyarakat awam yang jika dibiarkan akan mengakibatkan kerosakan dan kemusnahan yang lebih teruk.

c) Masalah al—Zihaar

Dalam masalah zihar ini , ulama telah sepakat tentang sebab-sebab turunnya ayat ini , iaitu berkenaan dengan seorang sahabat Nabi saw , Aus bin al-Somit yang telah mengucapkan kalimah zihar pada isterinya Khaulah binti Tsa’labah dengan katanya : “Kau bagi ku adalah seperti punggung ibu ku”, yang membawa maksud , ia tidak boleh menggauli isterinya sebagaimana ia tidak boleh menggauli ibunya.Menurut adat jahiliyyah , kalimah zihar seperti itu adalah sama dengan mentalak isteri.Maka Khaulah mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah saw , dan dijawab oleh Baginda saw ,bahawa dalam hal seperti ini belum ada keputusan atau hukuman daripada Allah swt.

Pada riwayat lain pula , Rasulullah saw mengatakan bahawa : “Engkau telah diharamkan bersetubuh dengannya”.Lalu Khaulah berkata : “Sesungguhnya suami belum menyebut kata-kata talak”.Kemudian Khaulah berulang-ulang kali mengadu dan mendesak kepada Rasulullah saw supaya menetapkan satu keputusan dalam hal ini , lalu turunlah ayat berkenaan dengan masalah zihar ini. ( Surah al-Mujadalah , ayat 1 – 4 )[13]

Keterangan : Secara ringkasnya dapat disimpulkan bahawa , ayat zihar ini mengandungi kesan kebelakang ( الأثـــر الرجعي ) dalam perundangan Islam, kerana peristiwa zihar telah terjadi dahulu iaitu kisah Aus bin Somit yang menziharkan isterinya sebelum turunnya ayat yang menceritakan tentang bentuk hukuman atau kaffarah yang perlu dilakukan oleh penzihar untuk kembali semula kepada isterinya.

ii) Pengecualian kedua :

Maksud daripada pengecualian kedua ini ialah : sekiranya terdapat nas atau peruntukan perundangan yang mempunyai kemaslahatan iaitu yang lebih baik kepada pesalah , maka wajib dilaksanakann nas atau peruntukan tersebut ke atas pesalah tadi tanpa mengambil kira nas atau peruntukan lain , walaupun kesalahan yang dilakukan oleh pesalah tadi adalah dibawah peruntukan atau nas hukum yang lebih keras.(wujud nas atau peruntukan terhadap kesalahan tersebut) [14]

Huraian dan keterangan :

Secara rumusannya ialah , sekiranya seseorang telah melakukan suatu kesalahan yang mana kesalahan tersebut telah wujud nas atau peruntukan mengenai bentuk hukuman atau keseksaan yang boleh dilaksanakan terhadap pesalah tadi.Tetapi dalam masa yang sama terdapat nas atau peruntukan baru yang diturunkan atau dikuatkuasakan selepas daripada perlakuan jenayah tadi , dan sekiranya didapati nas atau peruntukan baru itu lebih mendatangkan maslahah iaitu kebaikkan kepada kepada pesalah , maka dalam keadaan ini wajib dilaksanakan hukuman yang terkandung dalam nas atau peruntukan baru tersebut.

Maka dalam hal ini , nas atau peruntukan baru itu mempunya kesan kebelakang الأثـــر الرجعي pada pesalah terbabit.

Sebab pengecualian :

Sebab pengecualian disini ialah , maksud dan kehendak ‘Uqubah ( keseksaan / hukuman ) itu ialah antaranya menghalang atau mencegah perlakuan jenayah dan memelihara masyarakat.Maka segala bentuk hukuman yang dijalankan perlulah mengambil kira kemaslahatan masyarakat.Sekiranya dengan melaksanakan bentuk hukuman yang lebih ringan daripada peruntukan sedia ada sudah dapat menjamin kemaslahatan masyarakat , maka wajib dilaksanakan hukuman tersebut terhadap pesalah terbabit.Ini kerana dalam menjaga kemaslahatan masyarakat tidak perlulah dengan cara yang keras dan berlebih-lebihan.Termasuk dalam konsep keadilan juga ialah hukuman atau keseksaan yang hendak dilaksanakan tidaklah mengatasi keperluan kemaslahatan masyarakat , selagi mana pemeliharaan dan penjagaan terhadap masyarakat itu dapat dicapai[15]

Antara dhowabit , atau tatacara perlaksanaan hukuman atau keseksaan yang harus diikuti dalam menjamin kemaslahatan pesalah sebagaimana yang dinayatakan oleh Abd Qadir al-‘Audah[16] ialah :

a) Sekiranya wujud nas atau peruntukan baru dalam perundangan syariah sebelum diputuskan hukuman , yang mana hukuman dalam peruntukan baru itu lebih aslah kepada pesalah , maka adalah lebih baik dikenakan hukuman yang baru itu walaupun kesalahan yang dilakukan adalah tertakluk dibawah nas atau peruntukan undang-undang yang sedia ada.

b) Sekiranya wujud nas atau peruntukan baru dalam perundangan syariah selepas diputuskan hukuman , maka dibolehkan utuk tidak melaksanakan hukuman tersebut.Dalam erti kata lain wajib untuk tidak melaksanakan apa-apa peruntukan undang-undang yang sedia ada (lama) , seperti mana wajib juga ia berhenti daripada meneruskan hukuman sekiranya hukuman telah mula dilaksanakan.

c) Sekiranya nas atau peruntukan baru hukuman atau keseksaan dalam perundangan Islam itu lebih keras atau lebig berat , maka tidak boleh dilaksanakan hukuman tersebut kepada pesalah.Ini kerana hukuman tersebut dianggap sebagai tidak aslah kepada pesalah tadi.Maka ia kembali kepada peruntukan perundangan yang sedia ada semasa perlakuan jenayah tersebut dilakukan.

5. PENUTUP

Sesungguhnya syariat Islam itu adalah satu-satunya perundangan yang terbaik dan mampu untuk memelihara dan menjaga kemaslahatan umat , walaupun selama ini ia diperlekehkan oleh umat Islam itu sendiri.

Kaedah لا رجعــية في التـــشريع الجــنائي merupakan perkara yang amat penting dalam menguatkuasakan sesuatu peruntukan yang terdapat dalam undang-undang syariiah Islamiah itu sendiri.Ianya haruslah diperbahaskan lagi dengan lebih mendalam dan terperinci lantaran tidak terdapatnya ulama-ulama fiqh yang menulis tentang isu ini.Kajian yang lebih konprehensif perlu dilakukan demi menambahkan lagi khazanah Islamiah yang in sya Allah berguna untuk generasi akan datang.

RUJUKAN ,

1. Al-Quran al-Karim
2. Abd Qadir al-‘Audah , al-Tasyri’ al-Jina’ie al-Islami , muqaranan bil qanun al-wadh’ie ¸ 2000, Muassasah al-Risalah , Beirut.
3. Drs. M.D Dahlan , Asbabun Nuzul , 1989 , Klang book Centre.
4. Muhammad Ali al-Sobuni , Sofwatu Al-tafasir , 2000 , Dar Ehia al-Tourath al-Arabi , Beirut , Lubnan.
5. Dr Wahbah al-Zuhaily , tafsir al-wasit , 2001 , Dar al-Fikr , Damsyiq
6. Ibnu Jarir al-Tabari , Jami’ul Bayan fi Tafsiri al-Quran , 1998 , Muassasah al-Risalah , Beirut.

[1] Abd Qadir al-‘Audah , al-Tasyri’ al-Jina’ie al-Islami , muqaranan bil qanun al-wadh’ie ¸ 2000 , jilid 1 hlm.115

[2] Ibid.

[3] Ibid.

[4] Abd Qadir al-‘Audah , al-Tasyri’ al-Jina’ie al-Islami , muqaranan bil qanun al-wadh’ie ¸ 2000 , jilid 1 hlm. 261

[5] Ibid , jilid 1 hlm.261

[6] Imam al-Bukhari dan Imam Muslim

[7] Al-Quran al-Karim , 5 : 33

[8] Drs. MD Dahlan , Asbabun Nuzul ¸ 1989 , hlm.176 , Duktur Wahbah al-Zuhaily , Tafsir al-wasit , Jilid 1 , hlm.453

[9] Abd Qadir al-‘Audah , al-Tasyri’ al-Jina’ie al-Islami , muqaranan bil qanun al-wadh’ie ¸ 2000 , jilid 1 hlm.267

[10] Ibnu Jarir al-Tabari , Jami’ul Bayan fi Tafsiri al-Quran , 1998 , Jilid 6 , hlm.119

[11] Abd Qadir al-‘Audah , al-Tasyri’ al-Jina’ie al-Islami , muqaranan bil qanun al-wadh’ie ¸ 2000 , jilid 1 hlm.267

[12] Al-Quran , 42 : 40

[13] Dr Wahbah al-Zuhaily , tafsir al-wasit , Jilid 3 , hlm.2606

[14] Abd Qadir al-‘Audah , al-Tasyri’ al-Jina’ie al-Islami , muqaranan bil qanun al-wadh’ie ¸ 2000 , jilid 1 hlm 271

[15] Ibid.

Rabu, 01 Desember 2010

Memilih Hidup

Siapa di antara kita yang sampai ke hari terakhir dalam hidupnya tidak ditimpa kesulitan yang begitu besar sehingga “mulai jatuh”?
Mungkin seseorang yang kita cintai meninggalkan kita atau direnggut dari kita oleh maut; atau kita dipecat dari pekerjaan yang sangat berarti bagi eksistensi kita; atau anak tersayang mendapatkan kemalangan; atau kita berbuat kesalahan dan tidak tahan memikul beban kesalahan itu di pundak kita.
Bagian yang paling buruk dari hal itu adalah bahwa ketika krisis datang, kita kehilangan harapan dan tidak dapat membayangkan jalan keluar. Mungkin kita berusaha melakukan berbagai bentuk pelarian – alkohol, narkoba, hubungan cinta gelap yang tak ada artinya, berfoya-foya – atau hanya melewatkan waktu dengan cara yang tidak menentu.
Siapa bilang kita harus berjuang mati-matian untuk bangkit dan bisa berjalan lagi? Jawabannya adalah, setiap sel dalam tubuh kita telah diprogram oleh Sang Pencipta untuk berjuang mempertahankan hidup. Kita berada di bumi untuk hidup dan mengalami apa saja yang akan terjadi, untuk bertindak menurut pengalaman tersebut sebaik-baiknya, dan dengan demikian kita berkembang. Kehidupan adalah lilin yang dimaksudkan untuk menyala lebih terang, api yang dimaksudkan unutk menyalakan api lainnya. Ini adalah anugerah Tuhan dan warisan unutk mereka yang datang belakangan.
Bagaimana kita belajar bangkit dan berjalan? Bagaimana cara mempertahankan hidup melawan rasa bersalah, kesedihan dan kegagalan yang menghancurkan? Untuk bertahan terus sampai cahaya terang bersinar lagi? Bagaimana kita sampai ke saat di mana dalam keputusasaan kita masih bisa berkata, “Mungkin aku bisa mencoba lagi”?
Mula-mula, undanglah diri Anda untuk hidup. Carilah mereka yang yang sudah melewati apa yang disebut penyair Dante sebagai “Hutan Gelap”. Anda bisa menemukan mereka di mana-mana, dalam buku maupun kehidupan nyata – orang-orang gagah berani yang tidak pernah menyerah, yang merupakan bukti positif bahwa hidup layak dihayati. Setelah Anda meyakini hal itu, “keyakinan Anda akan membantu menciptakan kenyataan.” Jika anda tersesat dalam hutan gelap, yakinilah bahwa hanya sebagian kecil dari bumi ini yang berupa hutan belantara.
Kedua, maafkan diri Anda Sendiri – dan juga orang lain. Apa pun penyebab kesulitan kita, kita kerap kali melihat di dalamnya sedikit kesalahan kita sendiri, sesungguhnya ataupun hanya imajiner. Tetapi ada obat untuk menyembuhkan kesalahan yang telah kita lakukan. Mula-mula, hadapilah. Akuilah kenyataan itu kepada diri sendiri dan kepada Tuhan. Dan dengan segenap ketulusan hati katakanlah, “Aku menyesal sekali. Dan Aku tidak akan melakukannya lagi.” Kalau ada penebusan yang harus dilakukan atas kesalahan itu, lakukanlah. Minta maaflah. Setelah itu, singkirkan jauh-jauh dosa dan kegagalan Anda itu, dan isilah kembali kolam hidup Anda dengan rencana dan semangat baru. Maafkanlah diri Anda.
Dalam hal apapun juga, jangan murung menyesali apa yang dilakukan orang lain kepada Anda. Jangan lupa bahwa orang yang menyakiti hati Anda kerap kali berbuat begitu karena sedang menghadapai masalah sendiri, bukan karena anggapan mereka tentang diri Anda. Kalau Anda merasa patut mendapatkan perlakukan yang meyakitkan hati, belajarlah dari peristiwa itu. Kalau itu perlakuan yang justru tidak semestinya, lupakanlah.
Ketiga, rebut kembali penghargaan terhadap diri sendiri. Mulailah dengan meninggalkan topeng defensif yang sering sekali dipakai oleh kebanyakan orang dalam menghadapi dunia. Pertahankanlah nilai Anda sendiri yang sesungguhnya; bicaralah tentang hal-hal positif dan baik mengenai diri Anda, kepada diri sendiri atau kepada orang lain. Bersikap dermawanlah pada diri sendiri sebagaimana yang Anda lakukan kepada orang lain.
Kemudian berhentilah mengira bahwa Anda akan jatuh. Lalu mau apa kalau Anda memang jatuh? Ingat, kita sering gagal karena mencoba sesuatu yang lebih besar daripada diri kita; dan itulah yang seharusnya kita lakukan. “Pikirkanlah apa yang Anda miliki, bukan yang tidak Anda miliki”. Kata Marcus Aurelius dahulu. Ini penting. Karena dalam kekalahan, kita sering merasa bahwa kita tidak punya apa-apa lagi untuk diberikan pada dunia. Maka percayalah bahwa Anda bisa mendatangkan dalam kehidupan suatu keindahan, bentuk yang sekarang hampir-hampir tidak bisa Anda lihat.
Sodara-sodari, ibu-ibu, bapak-bapak, tulisan ini diadaptasi dari tulisan Ardis Whitman, tapi belum kelar. Kalau Sodara-sodari, ibu-ibu, bapak-bapak masih mengharap kelanjutannya, do’akan mudah2an saya bisa menuntaskannya segera. Sudah letih soalnya…
Wassalam
Tamalanrea, 10 Nov 2009 (katanya hari pahlawan)
Ditemani ar-Ruhul jadiid (semangat baru)

(Rahmat Faturrahman)