Jumat, 12 Maret 2010

Catatan INDONESIA ADALAH ATLANTIS YANG HILANG: BENARKAH SUNDALAND ITU ATLANTIS YANG HILANG?

Pandangan dari Sisi Geologi dan Peluang dari Spekulasi Ilmiah)
Oleh : Oki Oktariadi* (oki@plg.esdm.go.id)

”Peradaban Atlantis yang hilang” hingga kini barangkali hanyalah sebuah mitos mengingat
belum ditemukannya bukti-bukti yang kuat tentang keberadaannya. Mitos itu pertama kali
dicetuskan oleh seorang akhli filsafat terkenal dari Yunani, Plato (427 - 347 SM), dalam
bukunya ”Critias dan Timaeus”. Disebutkan oleh Plato bahwa terdapat awal peradaban yang
disebut Benua Atlantis; para penduduknya dianggap sebagai dewa, makhluk luar angkasa, atau
bangsa superior; benua itu kemudian hilang, tenggelam secara perlahan-lahan karena
serangkaian bencana, termasuk gempa bumi.

Selama lebih dari 2000 tahun, Atlantis yang hilang telah menjadi dongeng. Tetapi sejak abad
pertengahan, kisah Atlantis menjadi populer di dunia Barat. Banyak ilmuwan Barat secara
diam-diam meyakini kemungkinan keberadaannya. Di antara para ilmuwan itu banyak yang
menganggap bahwa Atlantis terletak di Samudra Atlantis, bahkan ada yang menganggap
Atlantis terletak di Benua Amerika sampai Timur Tengah. Penelitian pun dilakukan di wilayahwilayah
tersebut. Akan tetapi, kebanyakan peneliti itu tidak memberikan bukti atau telaah
yang cukup. Sebagian besar dari mereka hanya mengira-ngira. .

Hanya beberapa tempat di bumi yang keadaannya memiliki persayaratan untuk dapat diduga
sebagai Atlantis sebagaimana dilukiskan oleh Plato lebih dari 20 abad yang lalu. Akan tetapi
Samudera Atlantik tidak termasuk wilayah yang memenuhi persyaratan itu. Para peneliti masa
kini malahan menunjuk Sundaland (Indonesia bagian barat hingga ke semenanjung Malaysia
dan Thailand) sebagai Benua Atlantis yang hilang dan merupakan awal peradaban manusia.

Fenomen Atlantis dan awal peradaban selalu merupakan impian para peneliti di dunia untuk
membuktikan dan menjadikannya penemuan ilmiah sepanjang masa. Apakah pandangan
geologi memberi petunjuk yang kuat terhadap kemungkinan ditemukannya Atlantis yang hilang
itu? Apabila jawabannya negatif, apakah peluang yang dapat ditangkap dari perdebatan ada
tidaknya Atlantis dan kemungkinan lokasinya di wilayah Indonesia?.

PENDAHULUAN

”Mitos” atau cerita tentang benua Atlantis yang hilang pertama kali dicetuskan oleh seorang filosof terkenal dari Yunani bernama Plato (427 - 347 SM) dalam bukunya berujudl Critias and Timaeus.
Penduduknya dianggap dewa, makhluk luar angkasa atau bangsa superior. Plato berpendapat bahwa peradaban dari para peghuni benua Atlantis yang hilang itulah sebagai sumber peradaban manusia saat ini. Hampir semua tulisan tentang sejarah peradaban menempatkan Asia
Tenggara sebagai kawasan ‘pinggiran’. Kawasan yang kebudayaannya dapat subur
berkembang hanya karena imbas migrasi manusia atau riak-riak difusi budaya dari
pusat-pusat peradaban lain, baik yang berpusat di Mesir, Cina, maupun India.
Pemahaman tersebut mengacu pada teori yang dianut saat ini yang mengemukakan
bahwa pada Jaman Es paling akhir yang dialami bumi terjadi sekitar 10.000 sampai
8.000 tahun yang lalu mempengaruhi migrasi spesies manusia.
Jaman Es terakhir ini dikenal dengan nama periode Younger Dryas. Pada saat ini, manusia telah menyebar ke berbagai penjuru bumi berkat ditemukannya cara membuat api 12.000 tahun yang lalu. Dalam kurun empat ribu tahun itu, manusia telah bergerak dari kampung halamannya di padang rumput
Afrika Timur ke utara, menyusuri padang rumput purba yang kini dikenal sebagai Afrasia.

Padang rumput purba ini membentang dari pegunungan Kenya di selatan, menyusuri Arabia, dan berakhir di pegunungan Ural di utara. Jaman Es tidak mempengaruhi mereka karena kebekuan itu
hanya terjadi di bagian paling utara bumi sehingga iklim di daerah tropik-subtropik
justru menjadi sangat nyaman. Adanya api membuat banyak masyarakat manusia betah
berada di padang rumput Afrasia ini.

Maka, ketika para ilmuwan barat berspekulasi tentang keberadaan benua Atlantis yang hilang, mereka mengasumsikan bahwa lokasinya terdapat di belahan bumi Barat, di sekitar laut Atlantik, atau paling
jauh di sekitar Timur Tengah sekarang. Penelitian untuk menemukan sisa Atlantis
pun banyak dilakukan di kawasan-kawasan tersebut. Namun di akhir dasawarsa 1990,
kontroversi tentang letak Atlantis yang hilang muluai muncul berkaitan dengan
pendapat dua orang peneliti, yaitu: Oppenheimer (1999) dan Santos (2005).

KONTROVERSI DAN REKONTRUKSI OPPENHEIMER

Kontroversi tentang sumber peradaban dunia muncul sejak diterbitkannya buku Eden The East (1999)
oleh Oppenheimer, Dokter ahli genetik yang banyak mempelajari sejarah peradaban. Ia berpendapat bahwa Paparan Sunda (Sundaland) adalah merupakan cikal bakal peradaban kuno atau dalam bahasa
agama sebagai Taman Eden. Istilah ini diserap dari kata dalam bahasa Ibrani Gan Eden. Dalam bahasa Indonesia disebut Firdaus yang diserap dari kata Persia
"Pairidaeza" yang arti sebenarnya adalah Taman.

Menurut Oppenheimer, munculnya peradaban di Mesopotamia, Lembah Sungai Indus, dan Cina justru dipicu oleh kedatangan para migran dari Asia Tenggara. Landasan argumennya adalah etnografi,
arkeologi, osenografi, mitologi, analisa DNA, dan linguistik. Ia mengemukakan bahwa di wilayah Sundaland sudah ada peradaban yang menjadi leluhur peradaban Timur Tengah 6.000 tahun silam. Suatu ketika datang banjir besar yang menyebabkan penduduk Sundaland berimigrasi ke barat yaitu ke Asia, Jepang, serta Pasifik. Mereka adalah leluhur Austronesia.

Rekonstruksi Oppenheimer diawali dari saat berakhirnya puncak Jaman Es (Last Glacial Maximum) sekitar 20.000 tahun yang lalu. Ketika itu, muka air laut masih sekitar 150 m di bawah muka air laut sekarang.
Kepulauan Indonesia bagian barat masih bergabung dengan benua Asia menjadi dataran luas yang dikenal sebagai Sundaland. Namun, ketika bumi memanas, timbunan es yang ada di kutub meleleh dan
mengakibatkan banjir besar yang melanda dataran rendah di berbagai penjuru dunia.

Data geologi dan oseanografi mencatat setidaknya ada tiga banjir besar yang terjadi yaitu pada sekitar 14.000, 11.000, dan 8,000 tahun yang lalu. Banjir besar yang terakhir bahkan menaikkan muka air laut hingga 5-10 meter lebih tinggi dari yang sekarang. Wilayah yang paling parah dilanda banjir adalah Paparan Sunda dan pantai Cina Selatan. Sundaland malah menjadi pulau-pulau yang terpisah, antara
lain Kalimantan, Jawa, Bali, dan Sumatera. Padahal, waktu itu kawasan ini sudah cukup padat dihuni manusia prasejarah yang berpenghidupan sebagai petani dan nelayan. Bagi Oppenheimer, kisah ‘Banjir Nuh’ atau ‘Benua Atlantis yang hilang’ tidak lain adalah rekaman budaya yang mengabadikan fenomena alam dahsyat ini.

Di kawasan Asia Tenggara, kisah atau legenda seperti ini juga masih tersebar luas di antara masyarakat tradisional, namun belum ada yang meneliti keterkaitan legenda dengan fenomena Taman Eden.

BENUA ATLANTIS MENURUT ARYSO SANTOS

Kontroversi dari Oppenheimer seolah dikuatkan oleh pendapat Aryso Santos. Profesor asal Brazil ini menegaskan bahwa Atlantis yang hilang sebagaimana cerita Plato itu adalah wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Pendapat itu muncul setelah ia melakukan penelitian selama 30 tahun yang menghasilkan buku Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitifve Localization of Plato’s Lost
Civilization (2005). Santos dalam bukunya tersebut menampilkan 33 perbandingan, seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis itu
adalah Sundaland (Indonesia bagian Barat).

Santos menetapkan bahwa pada masa lalu Atlantis merupakan benua yang membentang dari bagian selatan India, Sri Langka, dan Indonesia bagian Barat meliputi Sumatra, Kalimantan, Jawa dan terus ke
arah timur. Wilayah Indonesia bagian barat sekarang sebagai pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi aktif dan dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama Orientale, terdiri dari Samudera
Hindia dan Samudera Pasifik. Argumen Santos tersebut didukung banyak arkeolog Amerika Serikat bahkan mereka meyakini bahwa benua Atlantis adalah sebuah pulau besar bernama Sundaland, suatu wilayah yang kini ditempati Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Sekitar 11.600 tahun silam, benua itu tenggelam diterjang banjir besar seiring berakhirnya zaman es.

Menurut Plato, Atlantis merupakan benua yang hilang akibat letusan gunung berapi yang secara bersamaan meletus dan mencairnya Lapisan Es yang pada masa itu sebagian besar benua masih diliputi oleh Lapisan-lapisan Es. Maka tenggelamlah sebagian benua tersebut. Santos berpendapat bahwa meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara bersamaan tergambarkan pada wilayah Indonesia (dulu). Letusan gunung api yang dimaksud di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan, letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba, dan letusan gunung Semeru/Mahameru di Jawa Timur. Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah letusan Gunung Tambora di Sumbawa yang memecah bagian-bagian pulau di Nusa Tenggara dan Gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah
bagian Sumatera dan Jawa membentuk Selat Sunda (Catatan : tulisan Santos ini perlu diklarifikasi dan untuk sementara dikutip di sini sebagai apa yang diketahui Santos).
Berbeda dengan Plato, Santos tidak setuju mengenai lokasi Atlantis yang dianggap terletak di lautan Atlantik. Ilmuwan Brazil itu berargumentasi, bahwa letusan berbagai gunung berapi menyebabkan
lapisan es mencair dan mengalir ke samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu gunung berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya sehingga mengakibatkan tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada pantai benua. Tekanan ini mengakibatkan
gempa. Gempa ini diperkuat lagi oleh gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun dan menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat. Santos menamakannya Heinrich Events. Catatan :
pernyataan Santos ini disajikan seperti apa adanya dan tidak merupakan pendapat penulis.

Namun, ada beberapa keadaan masa kini yang antara Plato dan Santos sependapat yakni pertama, bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah Atlantis dan oleh Santos dipastikan sebagai wilayah
Republik Indonesia. Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai gunung berapi di Indonesia, diantaranya ialah: Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar, Galunggung, Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari gunung itu telah atau sedang aktif kembali.

Dalam usaha mengemukakan pendapat, tampak Plato telah melakukan dua kekhilafan, pertama mengenai bentuk/posisi bumi yang katanya datar. Kedua, mengenai letak benua Atlantis yang katanya berada di Samudera Atlantik yang ditentang oleh Santos. Penelitian oleh para akhli Amerika Serikat di wilayah Atlantik terbukti tidak berhasil menemukan bekas-bekas benua yang hilang itu. Oleh karena itu tidaklah semena-mena ada peribahasa yang berkata, “Amicus Plato, sed magis amica veritas.”
Artinya,”Saya senang kepada Plato tetapi saya lebih senang kepada kebenaran.”
Atlantis memang misterius, dan karenanya menjadi salah satu tujuan utama arkeologi di dunia. Jika Atlantis ditemukan, maka penemuan tersebut bisa jadi akan menjadi salah satu penemuan terbesar
sepanjang masa.

PANDANGAN GEOLOGI
Pendekatan ilmu geologi untuk mengungkap fenomena hilangnya Benua Atlantis dan awal peradaban kuno, dapat ditinjau dari dua sudut pandang yaitu pendekatan tektonik lempeng dan kejadian zaman es.

Wilayah Indonesia dihasilkan oleh evolusi dan pemusatan lempeng kontinental Eurasia, lempeng lautan Pasifik, dan lempeng Australia Lautan Hindia (Hamilton, 1979). umumnya disepakati bahwa pengaturan fisiografi kepulauan Indonesia dikuasai oleh daerah paparan kontinen, letak daerah Sundaland di barat, daerah paparan Sahul atau Arafura di timur. Intervensi area meliputi suatu daerah kompleks secara
geologi dari busur kepulauan, dan cekungan laut dalam (van Bemmelen, 1949).
Kedua area paparan memberikan beberapa persamaan dari inti-inti kontinen yang stabil ke separuh barat dan timur kepulauan. Area paparan Sunda menunjukkan perkembangan bagian tenggara
di bawah permukaan air dari lempeng kontinen Eurasia dan terdiri dari Semenanjung Malaya, hampir seluruh Sumatra, Jawa dan Kalimantan, Laut Jawa dan bagian selatan Laut China Selatan.
Tatanan tektonik Indonesia bagian Barat merupakan bagian dari sistim kepulauan vulkanik akibat interaksi penyusupan Lempeng Hindia- Australia di Selatan Indonesia. Interaksi lempeng yang berupa jalur tumbukan (subduction zone) tersebut memanjang mulai dari kepulauan Tanimbar sebelah barat Sumatera, Jawa sampai ke kepulauan Nusa Tenggara di sebelah Timur. Hasilnya adalah terbentuknya
busur gunung api (magmatic arc).

Rekontruksi tektonik lempeng tersebut akhirnya dapat menerangkan pelbagai gejala geologi dan memahami pendapat Santos, yang menyakini Wilayah Indonesia memiliki korelasi dengan anggapan Plato yang menyatakan bahwa tembok Atlantis terbungkus emas, perak, perunggu, timah dan tembaga, seperti terdapatnya mineral berharga tersebut pada jalur magmatik di Indonesia. Hingga saat ini, hanya beberapa tempat di dunia yang merupakan produsen timah utama. Salah satunya disebut Kepulauan Timah dan Logam, bernama Tashish, Tartessos dan nama lain yang menurut Santos (2005) tidak lain adalah Indonesia. Jika Plato benar, maka Atlantis sesungguhnya adalah Indonesia.

Selain menunjukan kekayaan sumberdaya mineral, fenomena tektonik lempeng tersebut menyebabkan munculnya titik-titik pusat gempa, barisan gunung api aktif (bagian dari Ring of Fire dunia), dan
banyaknya komplek patahan (sesar) besar, tersebar di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Indonesia bagian timur. Pemunculan gunungapi aktif, titik-titik gempa bumi dan kompleks patahan yang begitu besar, seperti sesar Semangko (Great Semangko Fault membujur dari Aceh sampai teluk Semangko di Lampung) memperlihatkan tingkat kerawanan yang begitu besar. Menurut Kertapati (2006), karakteristik
gempa bumi di daerah Busur Sunda pada umumnya diikuti tsunami.

Para peneliti masa kini terutama Santos (2005) dan sebagian peneliti Amerika Serikat memiliki kenyakinan
bahwa gejala kerawanan bencana geologi wilayah Indonesia adalah sesuai dengan anggapan Plato yang menyatakan bahwa Benua Atlantis telah hilang akibat letusan gunung berapi yang bersamaan.
Pendekatan lain akan keberadaan Benua Atlantis dan awal peradaban manusia (hancurnya Taman Eden) adalah kejadian Zaman Es. Pada zaman Es suhu atau iklim bumi turun dahsyat dan menyebabkan
peningkatan pembentukan es di kutub dan gletser gunung. Secara geologis, Zaman Es sering digunakan untuk merujuk kepada waktu lapisan Es di belahan bumi utara dan selatan; dengan definisi ini kita masih dalam Zaman Es. Secara awam untuk waktu 4 juta tahun ke belakang, definisi Zaman Es digunakan untuk merujuk kepada waktu yang lebih dingin dengan tutupan Es yang luas di seluruh benua Amerika Utara dan Eropa.

Penyebab terjadinya Zaman Es antara lain adalah terjadinya proses pendinginan aerosol yang sering menimpa planet bumi. Dampak ikutan dari peristiwa Zaman Es adalah penurunan muka laut.
Letusan gunung api dapat menerangkan berakhirnya Zaman Es pada skala kecil dan teori kepunahan Dinosaurus dapat menerangkan akhir Zaman Es pada skala besar.

Dari sudut pandang di atas, Zaman Es terakhir dimulai sekitar 20.000 tahun yang lalu dan berakhir kira-kira 10.000 tahun lalu atau pada awal kala Holocene (akhir Pleistocene). Proses pelelehan Es di zaman ini berlangsung relatif lama dan beberapa ahli membuktikan proses ini berakhir sekitar 6.000 tahun yang lalu. Pada Zaman Es, pemukaan air laut jauh lebih rendah daripada sekarang, karena
banyak air yang tersedot karena membeku di daerah kutub. Kala itu Laut China Selatan kering, sehingga kepulauan Nusantara barat tergabung dengan daratan Asia Tenggara.
Sementara itu pulau Papua juga tergabung dengan benua Australia. Ketika terjadi peristiwa pelelehan Es
tersebut maka terjadi penenggelaman daratan yang luas. Oleh karena itu gelombang migrasi manusia dari/ke Nusantara mulai terjadi. Walaupun belum ditemukan situs pemukiman purba, sejumlah titik diperkirakan sempat menjadi tempat tinggal manusia purba Indonesia sebelum mulai menyeberang selat sempit menuju lokasi berikutnya (Hantoro, 2001).
Tempat-tempat itu dapat dianggap sebagai awal pemukiman pantai di Indonesia. Seiring naiknya paras muka laut, yang mencapai puncaknya pada zaman Holosen ± 6.000 tahun dengan kondisi muka laut ± 3 m lebih tinggi dari muka laut sekarang, lokasi-lokasi tersebut juga bergeser ke tempat yang lebih tinggi masuk ke hulu sungai.
Berkembangnya budaya manusia, pola berpindah, berburu dan meramu (hasil) hutan lambat laun berubah menjadi penetap, beternak dan berladang serta menyimpa dan bertukar hasil dengan kelompok lain. Kemampuan berlayar dan menguasai navigasi samudera yang sudah lebih baik, memungkinkan beberapa suku bangsa Indonesia mampu menyeberangi Samudra Hindia ke Afrika dengan memanfaatkan
pengetahuan cuaca dan astronomi. Dengan kondisi tersebut tidak berlebihan Oppenheimer beranggapan bahwa Taman Eden berada di wilayah Sundaland.

Taman Eden hancur akibat air bah yang memporak-porandakan dan mengubur sebagian besar hutan-hutan maupun tamantaman sebelumnya. Bahkan sebagian besar dari permukaan bumi ini telah tenggelam dan berada dibawah permukaan laut, Jadi pendapat Oppenheimer memiliki kemiripan dengan akhir Zaman Es yang menenggelamkan sebagian daratan Sundaland.

MENANGKAP PELUANG

Pendapat Oppenheimer (1999) dan Santos (2005) bagi sebagian para peneliti adalah kontroversial dan mengada-ada. Tentu kritik ini adalah hal yang wajar dalam pengembangan ilmu untuk mendapatkan
kebenaran. Beberapa tahun ke belakang pendapat yang paling banyak diterima adalah
seperti yang dikemukakan oleh Kircher (1669) bahwa Atlantis itu berada di tengah tengah
Samudera Atlantik sendiri, dan tempat yang paling meyakinkan adalah Pulau Thera di Laut Aegea, sebelah timur Laut Tengah. Pulau Thera yang dikenal pula sebagai Santorini adalah pulau gunung api
yang terletak di sebelah utara Pulau Kreta. Sekira 1.500 SM, sebuah letusan gunung api yang dahsyat mengubur dan menenggelamkan kebudayaan Minoan. Hasil galian arkeologis menunjukkan bahwa kebudayaan Minoan merupakan kebudayaan yang sangat maju di Eropa pada zaman itu, namun demikian sampai saat ini belum ada kesepakatan di mana lokasi Atlantis yang sebenarnya. Setiap teori memiliki pendukung masing-masing yang biasanya sangat fanatik dan bahkan bisa saja Atlantis hanya ada dalam pemikiran Plato. Perlu diketahui pula bahwa kandidat lokasi Atlantis bukan hanya Indonesia,
banyak kandidat lainnya antara lain : Andalusia, Pulau Kreta, Santorini, Tanjung Spartel, Siprus, Malta, Ponza, Sardinia, Troy, Tantali, Antartika, Kepulauan Azores, Karibia, Bolivia, Meksiko, Laut Hitam,
Kepulauan Britania, India, Srilanka, Irlandia, Kuba, Finlandia, Laut Utara, Laut Azov, Estremadura dan hasil penelitian terbaru oleh Kimura's (2007) yaitu menemukan beberapa monument batu dibawah perairan Yonaguni, Jepang yang diduga sisa-sisa dari peradaban Atlantis atau Lemuria.

PELUANG PENGEMBANGAN ILMU
Adalah fakta bahwa saat ini berkembang pendapat yang menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang dianggap ahli waris Atlantis yang hilang. Untuk itu kita harus bersyukur dan membuat kita tidak rendah diri di dalam pergaulan internasional, sebab Atlantis pada masanya adalah merupakan pusat peradaban dunia yang misterius. Bagi para arkeolog atau oceanografer moderen, Atlantis merupakan obyek menarik terutama soal teka-teki di mana sebetulnya lokasi benua tersebut dan karenanya menjadi salah satu tujuan utama arkeologi dunia. Jika Atlantis ditemukan, maka penemuan tersebut bisa jadi akan
menjadi salah satu penemuan terbesar sepanjang masa.
Perkembangan fenomena ini menyebabkan Indonesia menjadi lebih dikenal di dunia internasional khususnya di antara para peneliti di berbagai bidang yang terkait. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia perlu menangkap peluang ini dalam rangka meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peluang ini penting dan jangan sampai diambil oleh pihak lain.
Kondisi ini mengingatkan pada Sarmast (2003), seorang arsitek Amerika keturunan Persia yang mengklaim telah menemukan Atlantis dan menyebutkan bahwa Atlantis dan Taman Firdaus adalah
sama. Sarmast menunjukkan bahwa Laut Mediteranian adalah lokasi Atlantis, tepatnya sebelah tenggara Cyprus dan terkubur sedalam 1500 meter di dalam air. ‘Penemuan’ Sarmast, menjadikan kunjungan wisatawan ke Cyprus melonjak tajam. Para penyandang hibah dana penelitian Sarmast,
seperti editor, produser film, agen media dll mendapat keuntungan besar. Mereka seolah
berkeyakinan bahwa jika Sarmast benar, maka mereka akan terkenal; dan jika tidak, mereka telah mengantungi uang yang sangat besar dari para sponsor.
Santos (2005) dan seorang arkeolog Cyprus sendiri yaitu Flurentzos dalam artikel berjudul : ”Statement on the alleged discovery of atlantis off Cyprus” (Santos, 2003) memang menolak penemuan Sarmast.
Mereka sependapat dengan Plato dan menyatakan secara tegas bahwa Atlantis berada di luar Laut Mediterania. Pernyataan ini didukung oleh Morisseau (2003) seorang ahli geologis Perancis yang tinggal di pulau Cyprus. Ia menyatakan tidak berhubungan sama sekali dengan fakta geologis. Bahkan Morisseau menantang Sarmast untuk melakukan debat terbuka. Namun demikian, usaha Sarmast untuk membuktikan bahwa Atlantis yang hilang itu terletak di Cyprus telah menjadikan kawasan Cyprus dan
sekitarnya pada suatu waktu tertentu dibanjiri oleh wisatawan ilmiah dan mampu mendatangkan kapital cukup berasal dari para sponsor dan wisatawan ilmiah tersebut.

Demikian juga dengan letak Taman Eden, sudah banyak yang melakukan penelitian mulai dari agamawan sampai para ahli sejarah maupun ahli geologi jaman sekarang. Ada yang menduga letak Taman
Eden berada di Mesir, di Mongolia, di Turki, di India, di Irak dsb-nya, tetapi tidak ada yang bisa memastikannya. Penelitian yang cukup konprehensif berkenaan dengan Taman Eden diantaranya dilakukan oleh Zarins (1983) dari Southwest Missouri State University di Springfield. Ia telah mengadakan penelitian lebih dari 10 tahun untuk mengungkapkan rahasia di mana letaknya Taman Eden. Ia menyelidiki fotofoto dari satelit dan berdasarkan hasil penelitiannya ternyata Taman Eden itu telah tenggelam dan sekarang berada di bawah permukaan laut di teluk Persia.

Hingga saat ini, letak dari Atlantis dan Taman Eden masih menjadi sebuah kontroversi, namun berdasarkan bukti arkeologis dan beberapa teori yang dikemukakan oleh para peneliti, menunjukkan kemungkinan peradaban tersebut berlokasi di Samudera Pasifik (disekitar Indonesia sekarang). Ini menjadi tantangan para peneliti Indonesia untuk menggali lebih jauh, walaupun banyak juga yang skeptis, beranggapan bahwa Atlantis dan Taman Eden tidak pernah ada di muka bumi ini.

PENUTUP
Peluang pengembangan ilmu sebenarnya telah direalisasikan oleh LIPI melalui gelaran 'International Symposium on The Dispersal of Austronesian and the Ethnogeneses of the People in Indonesia
Archipelago, 28-30 Juni 2005 yang lalu. Salah satu tema dalam gelaran tersebut
menyangkut banyak temuan penting soal penyebaran dan asal usul manusia dalam dua
dekade terakhir. Salah satu temuan penting dari hasil penelitian yang dipresentasikan
dalam simposium tersebut adalah hipotesa adanya sebuah pulau yang sangat besar terletak di Laut Cina Selatan yang kemudian tenggelam setelah Zaman Es.
Menurut Jenny (2005), hipotesa itu berdasarkan pada kajian ilmiah seiring makin mutakhirnya pengetahuan tentang arkeologi molekuler. Salah satu pulau penting yang tersisa dari benua Atlantis jika
memang benar, adalah Pulau Natuna, Riau. Berdasarkan kajian biomolekuler, penduduk
asli Natuna diketahui memiliki gen yang mirip dengan bangsa Austronesia tertua.
Bangsa Austronesia diyakini memiliki tingkat kebudayaan tinggi, seperti bayangan
tentang bangsa Atlantis yang disebut-sebut dalam mitos Plato.

Ketika Zaman Es berakhir, yang ditandai tenggelamnya 'benua Atlantis', bangsa Austronesia menyebar ke berbagai penjuru. Mereka lalu menciptakan keragaman budaya dan bahasa pada masyarakat lokal yang disinggahinya. Dalam tempo cepat yakni pada 3.500 sampai 5.000 tahun lampau kebudayaan ini telah menyebar. Kini rumpun Austronesia menempati separuh muka bumi.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa asal usul Taman Eden (manusia modern) dan hilangnya benua Atlantis sangat berkaitan dengan kondisi geologi khususnya aktivitas tektonik lempeng dan peristiwa Zaman Es. Perubahan iklim yang drastik di dunia, menyebabkan berubahnya muka laut, kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan. Zaman Es memberi ruang yang besar kepada perkembangan peradaban manusia yang amat besar di Sundaland. Pada saat itu suhu bumi amat dingin, kebanyakan air dalam keadaan membeku dan membentuk glasier. Oleh karena itu kebanyakan kawasan bumi tidak sesuai untuk didiami kecuali di kawasan khatulistiwa yang lebih panas.
Di antara kawasan ini adalah wilayah Sundaland dan Paparan Sahul serta kawasan di sekitarnya yang memiliki banyak gunung api aktif yang memberikan kesuburan tanah. Dengan demikian keduanya memiliki tingkat kenyamanan tinggi untuk berkembangnya peradaban manusia. Adapun wilayah lainnya tidak cukup memiliki kenyamanan berkembangnya peradaban, karena semua air dalam keadaan membeku yang membentuk lapisan es yang tebal. Akibatnya, muka laut turun hingga 200 kaki dari muka laut sekarang. Wilayah Sundaland yang memiliki iklim tropika dan memiliki kondisi tanah subur, menunjukkan tingkat keleluasaan untuk didiami. Kemungkinan pusat peradaban adalah berada antara
Semenanjung Malaysia dan Kalimantan, tepatnya sekitar Kepulauan Natuna (sekitar laut China Selatan) atau pada Zaman Es tersebut merupakan muara Sungai yang sangat besar yang mengalir di Selat Malaka menuju laut China Selatan sekarang. Anakanak sungai dari sungai raksasa tersebut
adalah sungai-sungai besar yang berada di Pulau Sumatera, dan Pulau Kalimantan bagian Barat dan Utara.

Kemungkinan kedua adalah Muara Sungai Sunda yang mengalir di Laut Jawa menuju Samudera Hindia melalui Selat Lombok. Hulu dan anak-anak sungai terutama berasal dari Sumatera bagian Selatan, seluruh Pulau Jawa, dan Pulau kalimantan bagian Selatan. Oleh karena itu klaim bahwa awal peradaban manusia berada di wilayah Mediterian patut dipertanyakan. Sebab pada masa itu kondisi iklim sangat dingin dan beku, lapisan salju di wilayah Eropa dapat menjangkau hingga 1 km tebalnya dari permukaan bumi. Keadaan di Eropa dan Mesir pada masa itu adalah sama seperti apa yang ada di kawasan Artik dan Antartika sekarang ini.

Kawasan Sundaland pada saat itu walaupun memiliki suhu paling dingin sekalipun, tetap dapat didiami dan menjadi kawasan bercocok tanam kerena terletak di sekitar garisan khatulistiwa. Lebih menarik
lagi, dengan muka laut yang lebih rendah, pada masa itu Sundaland adalah satu daratan
benua yang menyatu dengan Asia dan terbentang membentuk kawasan yang amat luas dan datar. Apabila bumi menjadi semakin panas dan sebagian daratan Sundaland tenggelam daerah ini tetap dapat
didiami dan tetap subur. Di sisi lain kenyamanan iklim dan potensi sumberdaya alam yang dimiliki wilayah Sundaland, juga dibayangi oleh kerawanan bencana geologi yang begitu besar akibat pergerakan lempeng benua seperti yang dirasakan saat ini. Kejadian gempabumi, letusan gunung api, tanah
longsor dan tsunami yang terjadi di masa kini juga terjadi di masa lampau dengan intensitas yang lebih tinggi seperti letusan Gunung Toba, Gunung Sunda dan gunung api lainnya yang belum terungkap dalam penelitian geologi.
Instansi yang terkait diharapkan dapat berperan menangkap peluang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk mengungkap fenomena Sundaland sebagai Benua Atlantis yang hilang maupun sebagai Taman Eden. Paling tidak peranan instansi tersebut dapat memperoleh temuan-temuan awal (hipothesis) yang mampu mengundang minat penelitian dunia untuk melakukan riset
yang komprehensif dan berkesinambungan.. Keberhasilan langkah upaya mengungkap suatu fenomena alam akan membuka peluang pengembangan berbagai sektor diantaranya adalah sektor pariwisata. Kemampuan manajemen kepariwisataan yang baik, suatu kegiatan penelitian berskala internasional artinya hipotesis penelitian yang dibangun dapat mempengaruhi wilayah dunia lainnya, akan berpotensi menjadi kegiatan wisata ilmiah yang dapat menghasilkan devisa negara andalan dan basis ekonomi masyarakat seperti yang telah dinikmati oleh Mesir, Yunani, Cyprus dll.

Ucapan Terima Kasih—Terima kasih penulis
sampaikan kepada:
1) Prof. Dr. Ir. Adjat Sudradjat, M.Sc atas saran dan koreksinya.
2) Ir. Oman Abdurahman atas review dan editing keseluruhan isi tulisan.

* Penulis adalah peserta Program Doktor
Pengembangan Kewilayahan di Universitas
Padjadjaran Bandung.

Rabu, 03 Maret 2010

Kudeta di Honduras: Kudeta pertama Obama

Minggu, 28 Juni 2009), waktu Caracas, Presiden Honduras Manuel Zelaya berbicara langsung di Telesur dari San Jose, Kosta Rika. Dia telah memverifikasi sejumlah tentara memasuki kediamannya di pagi hari, menembakkan senjata dan mengancam untuk membunuh dia beserta keluarganya jika ia melawan kudeta tersebut. Dia dipaksa pergi bersama beberapa prajurit yang membawa dia ke bandara udara menerbangkan dia Kosta Rika. Dia telah meminta Pemerintah AS membuat pernyataan publik yang mengecam kudeta ini, jika tidak, ini akan menunjukkan keterlibatan mereka].
...Ini merupakan pagi yang menyesakkan, terutama bagi jutaan rakyat Honduras yang tengah mempersiapkan diri mereka untuk melaksanakan hak suci memberikan suara pada hari ini (Minggu, 28 Juni 2009) untuk pertama kalinya dalam sebuah referendum konsultatif mengenai masa depan pembentukan sebuah majelis konstitusi untuk mereformasi konstitusi. Diduga objek utama kontroversi pada hari ini adalah referendum itu sendiri, yang sejatinya tidak mengikat tetapi hanya sebuah jajak pendapat untuk menentukan apakah mayoritas warga Honduras menginginkan adanya suatu proses untuk mengubah konstitusi mereka.

Inisiatif seperti itu belum pernah terjadi di negara Amerika Tengah ini. Honduras memiliki sebuah konstitusi yang sangat terbatas, yang hanya memungkinkan partisipasi minimal dari masyarakat Honduras dalam proses politik. Konstitusi yang sekarang, yang ditulis pada 1982, era perang kotor pemerintah Reagan di Amerika Tengah, dirancang untuk memastikan orang-orang yang berkuasa, baik secara ekonomi maupun politik, akan tetap berkuasa dengan sedikit peran dari rakyat. Zelaya, dipilih pada November 2005 di atas platform Partai Liberal Honduras, telah mengusulkan agar jajak pendapat dilakukan untuk menentukan apakah mayoritas warga sepakat bahwa reformasi konstitusi diperlukan. Dia didukung oleh mayoritas serikat buruh dan gerakan sosial di negeri itu....[referendum ini ditentang oleh kekuatan konservatif dan nasionalis Honduras, termasuk kekuatan angkatan bersenjata di dalamnya--red.]

....Presiden Bolivia Evo Morales dan Venezuela Hugo Chávez telah membuat pernyataan publik pada hari Minggu pagi yang mengecam kudeta di Honduras dan menyerukan kepada komunitas internasional untuk bereaksi dan memastikan demokrasi dipulihkan serta presiden konstitusional dikembalikan ke posisinya. Terakhir pada Rabu 24 Juni, sebuah pertemuan luar biasa negara-negara anggota Bolivarian Alternative for Americas (ALBA), dimana Honduras adalah anggotanya, dilangsungkan di Venezuela untuk menyambut Ekuador, Antigua & Barbados, serta St Vincent sebagai anggota-anggotanya. Selama pertemuan, yang dihadiri oleh Menteri Luar Negeri Honduras, Patricia Rodas, sebuah pernyataan dibacakan mendukung Presiden Zelaya dan mengecam setiap upaya untuk mengganggu mandatnya dan proses demokrasi di Honduras....

....Honduras adalah negara yang menjadi korban kediktatoran dan intervensi besar-besaran AS selama berabad-abad, termasuk beberapa invasi militer. Intervensi terakhir pemerintah AS di Honduras terjadi selama 1980-an, ketika pemerintahan Reagain mendanai pasukan-pasukan dan milisi-milisi pembunuh untuk mengeliminasi setiap potensi "ancaman komunis di Amerika Tengah". Pada saat itu, John Negroponte menjabat sebagai dubes AS di Honduras dan bertanggung jawab atas pendanaan dan pelatihan secara langsung pasukan pembunuh Honduras yang bertanggung jawab terhadap hilangnya dan terbunuh ribuan orang di seluruh negeri....

....Asisten Menlu AS, Phillip J. Crowley, menolak untuk memperjelas posisi pemerintah AS tentang adanya potensi kudeta terhadap Presiden Zelaya, dan malah mengeluarkan pernyataan yang lebih bermakna dukungan Washington untuk pihak oposisi....Juru bicara pemerintah AS menyatakan sebagai berikut, "Kami sangat prihatin dengan kebuntuan dalam dialog politik di antara politisi Honduras berkaitan dengan jajak pendapat yang diusulkan pada 28 Juni tentang reformasi konstitusional. Kami menghimbau semua pihak untuk mencari resolusi konsensus demokratis terhadap kebuntuan politik yang sesuai dengan konstitusi dan undang-undang Honduras yang konsisten dengan prinsip-prinsip Piagam Inter-American Democratic."

...sumber utama pendanaan di Honduras adalah USAID, yang menyediakan lebih dari US$ 50 juta per tahunnya untuk program "promosi demokrasi", yang pada umumnya mendukung LSM-LSM dan parpol-parpol yang disukai AS, seperti yang terjadi di Venezuela, Bolivia, dan negara-negara lain di kawasan. Pentagon juga mengelola pangkalan militer di Honduras di Soto Cano, yang dilengkapi dengan sekitar 500 pasukan dan sejumlah pesawat tempur serta helikopter.

Menlu Rodas menyatakan bahwa dia telah berulang kali mencoba melakukan kontak dengan Dubes AS di Honduras, Hugo Llorens, yang belum merespon setiap panggilannya sampai sekarang. Modus operandinya jelas menunjukkan keterlibatan Washington. Baik militer Honduras, yang mayoritas dilatih oleh pasukan AS, maupun elit politik dan ekonomi, tidak akan bertindak menggulingkan seorang presiden yang terpilih secara demokratis tanpa dukungan dari pemerintah AS. Presiden Zelaya akhir-akhir ini terus diserang oleh kekuatan-kekuatan konservatif Honduras karena hubungan yang berkembang dengan negara-negara ALBA, dan terutama Venezuela serta Presiden Chavez. Banyak yang percaya tindakan ini telah dijalankan sebagai metode untuk memastikan bahwa Honduras tidak terus bersatu dengan negara-negara sosialis di Amerika Latin.

Pengaruh Islam di Benua Amerika

Sekali-kali cobalah Anda membuka peta Amerika. Telitilah nama tempat yang ada di Negeri Paman Sam itu. Sebagai umat Islam, pastilah Anda akan dibuat terkejut.

Apa pasal? Ternyata begitu banyak nama tempat dan kota yang menggunakan kata-kata yang berakar dan berasal dari bahasa umat Islam, yakni bahasa Arab.

Tak percaya? Cobalah wilayah Los Angeles. Di daerah itu ternyata terdapat nama-nama kawasan yang berasal dari pengaruh umat Islam. Sebut saja, ada kawasan bernama Alhambra. Bukankah Alhambra adalah nama istana yang dibangun peradaban Islam di Cordoba?

Selain itu juga ada nama teluk yang dinamai El Morro serta Alamitos. Tak cuma itu, ada pula nama tempat seperti; Andalusia, Attilla, Alla, Aladdin, Albany, Alcazar, Alameda, Alomar, Almansor, Almar, Alva, Amber, Azure, dan La Habra.

Setelah itu, mari kita bergeser ke bagian tengah Amerika. Mulai dari selatan hingga Illinois juga terdapat nama-nama kota yang bernuansa Islami seperti; Albany, Andalusia, Attalla, Lebanon, dan Tullahoma. Malah, di negara bagian Washington terdapat nama kota Salem.

Pengaruh Islam lainnya pada penamaan tempat atau wilayah di Amerika juga sangat kental terasa pada penamaan Karibia (berasal dari bahasa Arab). Di kawasan Amerika Tengah, misalnya, terdapat nama wilayah Jamaika dan Kuba. Muncul pertanyaan, apakah nama Kuba itu berawal dan berakar dari kata Quba – masjid pertama yang dibangun Rasulullah adalah Masjid Quba. Negara Kuba beribu kota La Habana (Havana).

Di benua Amerika pun terdapat sederet nama pula yang berakar dari bahasa Peradaban Islam seperti pulau Grenada, Barbados, Bahama, serta Nassau. Di kawasan Amerika Selatan terdapat nama kota-kota Cordoba (di Argentina), Alcantara (di Brazil), Bahia (di Brazil dan Argentina). Ada pula nama pegunungan Absarooka yang terletak di pantai barat.

Menurut Dr A Zahoor, nama negara bagian seperti Alabama berasal dari kata Allah bamya. Sedangkan Arkansas berasal dari kata Arkan-Sah. Sedangkan Tennesse dari kata Tanasuh. Selain itu, ada pula nama tempat di Amerika yang menggunakan nama-nama kota suci Islam, seperti Mecca di Indiana, Medina di Idaho, Medina di New York, Medina dan Hazen di North Dakota, Medina di Ohio, Medina di Tennessee, serta Medina di Texas. Begitulah peradaban Islam turut mewarnai di benua Amerika. hri (republika)

Merealisasikan Semboyan “Rasul Panutan Kami”

Untuk merealisasikan semboyan ini sudah barang tentu dengan mencontoh dan meneladani seluruh perangai Rasulullah yang telah mencapai puncak kesempurnaan dan menjadi “obor” kegelapan. Di saat dunia semakin rapuh, manusia mendapat angin segar dari keluhuran budi perti beliau.

Perangai luhur yang dimiliki Rasulllulah saw mencakup seluruh aspek, baik yang berkaitan dengan masalah ibadah, kezahidan maupun yang berkaitan dengan keliahaian berpolitik dan ketegarannya memegang prinsip.

Marilah lita mencoba menyelemai “telaga’ keagungan beliau dengan harapan dapat meneguk airnya yang bening untuk menebus dahaga terhadap “figur” yang selama ini kita butuhkan. Juga untuk menebus dosa-dosa kejahiliyahan yang telah sekian lama menempel pada relung-relung jiwa dan raga kita.

Ibadah Rasulullah Saw

Dalam soal ibadah, Rasullulah Saw telah mencapai tinggkat yang paling tinggi, antara lain seperti yang diceritakan oleh Mughirah bin Syu’bah Ra. Diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah melakukan shalat malam sampai kakinya bengkak karena terlau lama berdiri. Ketika itu beliau ditanya oleh Aisyah Ra, isterinya, “Wahai, kakanda bukankah Allah telah dan akan mengampuni dosa-dosamu, mengapakah engkau begitu tekun dalam beribadah?” Mendengar pertanyaan itu, beliau balik bertanya, “Apakah dengan begitu aku menjadi enggan untuk menjadi hambaNya yang bersyukur?” (HR. Bukhari-Muslim)

Diriwayatkan pula oleh Bukhari dan Muslim dari Alqamah, katanya, “Aku pernah bertanya kepada Ummul Mukminin Aisyah ra: Apakah Rasullulah saw mengkhususkan beberapa hari untuk beribadah sebanyak-banyaknya?” Aisyah Ra lantas berkata, Tidak, beliau melakukan ibadah terus-menerus.”

Demikianlah, betapa erat keterpautan hati beliau dengan Allah swt. Beliau berada disisiNya dalam setiap waktu. Beliau melakukan shalat malam tapi juga menyisihkan sebagiannya untuk siang hari. Dalam shalatnya beliau merasakan kelezatan batin dan kesejukan hati. Beliau melarang sahabatnya mengikutinya apabila mereka tidak sanggup melakukannya. Aisyah ra menceritakan bahwa terkadang Rasullulah meninggalkan suatu perkerjaan yang “amat disenanginya” tersebut. Ini disebabkan karena ia khawatir jangan sampai umatnya mengikutinya dan mejadikan perbuatan itu sebagai sesuatu yang wajib dilakukan. Beliau paham betul hal ini tentu akan memberatkan umatnya.

Ada satu hal lagi yang mencengangkan yakni kemampuan beliau memadukan ibadah yang begitu mantap dengan aktifitas-aktifitas lainnya, seperti tugas berdakwah dan panggilan jihad.

Dala segala hal beliau selalu paling unggul. Misalnya dalam memegang kendali pemerintahan, memilih diplomat untuk berkonsultasi dengan raj-raja, menyambut diplomat yang datang kepadanya, memimpin rombongan pasukan, dalam berdiskusi dengan ahli ahli kitab dan pejabat-pejabat tinggi, menyediakan sarana perang dan mempelajari sebab musabab suatu kekalahan. Begitu pula dalam mengupah dengan seadil-adilnya. Beliau acapkali berkata, “ Jika aku tidak dapat berbuat adil, lalu siapa lagi yang akan berbuat adil?”

Dalam berdakwah, beliau selalu menerangkan hukum syariat Allah dengan terperinci, jelas dan tuntas. Beliau juga selalu menolak sesuatu yang belum direstui Allah swt.

Kunci rahasia dari persetasi ibadah beliau terdapat pada ketekunannya melakukan shalat tahajjud, berzikir, berdoa dan jenis ibadah lainnya sesuai dengan perintah Robbnya.

Mengenai shalat tahajjud, Allah swt memang telah berpesan kepada hambaNya:

“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan”. (Qs Al Muzzammil : 1-6)

“Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu tanbahan bagimu. Mudah-mudahan Robbmu mengangkat kamu ke tempat yang teruji.” ( Qs Al isra’ : 79)

Ketawadhuan Rasulullah Saw

Di sini kami akan mengangkat ke permukaan sekeping kecil dari sekian banyak sifat ketawadhuan yang menghiasi pribadi Muhammad saw yang mulia.

Orang yang hidup semasa Rasulullah saw mengatakan bahwa apabila beliau berjumpa dengan para sahabatnya, maka beliaulah yang terlebih dahulu memberi salam. Apabila beliau bersalaman, maka beliau tidak menarik tangannya sebelum orang itu dulu yang melepaskannya.. Apabila beliau mengahadiri suatu pertemuan dengan para sahabatnya, maka beliau duduk dibagian mana saja yang kosong. Apabila beliau pergi kepasar maka beliau sendiri yang membawa barang belanjaannya.

Beliau selalu memenuhi undangan, walaupun undangan itu datang dari hamba sahaya. Beliau menerima udzur seorang yang berhalangan. Beliau menambal pakaiannya dan menjahit sepatunya sendiri. Beliau menambatkan untanya dan makan bersama-sama dengan pembantu.

Beliau juga memiliki sifat-sifat luhur tersebut berkat didikan langsung dari Allah swt lewat firmanNya:

“ Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang beriman.” (Qs Asy Syu’ara : 215)

Ketegaran Rasululah Saw

Ketegaran dalam pinsip dan ketegasan dalam pendirian merupakan satu di antara sifat-sifat Nabi yang paling menonjol. Hali ini terbukti pada kegigihannya menyampaikan misi dakwahnya tanpa berkedip sedikitpun oleh hempasan derita serta oleh sengatan api kedengkian yang panas membara. Bahkan justru semakin bertambah kuat keimanannya dan semangatnya. Dengan penuh optimisme beliau meminta bala bantuan kepada Robbnya sambil berdoa: Ya Robbku, kepada-Mu aku mengadukan kelemahan tenagaku, kekurangan usahaku dan kehinaanku di hadapan orang banyak. Engkaulah Yang Maha Penyayang. Engkaulah Robb orang-orang yang lemah. Engkaulah Robbku. Kepada siapakah aku Engkau serahkan kepada orang yang akan menyiksa aku, atau kepada musuh yang Engkau kuasakan padanya urusanku? Kalau Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli. Namun, tentu kepamaafanMu untukku masih lebih luas. Aku berlindung dengan wajahMu yang dengannya segala kegelapan menjadi terang benderang sehingga urusan dunia dan akhirat menjadi baik. Janganlah murka-Mu menimpa diriku atau kebencianMu jatuh kepadaku. KepadaMu lah tempat kembaliku, sampai Engkau ridha. Tiada daya dan upaya kecuali dengan Engkau.”

Beliau telah sering disakiti kaum Quraisy dengan segala macam cara. Bahkan sampai hati mereka melemparinya denga batu dan meyiraminya dengan tanah. Melihat ayahnya diperlakukan demikian kejam, si kecil Fatimah keluar rumah dan membersihkan tanah yang menimpa kepala beliau sambil menangis tersedu-sedu.

Mendengar tangis puteri tercintanya, hatinya tersayat. Dalam suasana kesedihan yang mencekam beliau membisikkan perkataan di telinga puterinya, “Sudahlah anakku, Fatimah, percayalah, Allah tetap melindungi ayahmu. Demi Allah, kaum Quraisy tidak akan mengusik ku selagi Abu Thalib masih hidup.”

Kini cobalah perhatikan ketegasan sikapnya terhadap pamannya sendiri, Abu Tahlib, tatkala dia merasa pamannya akan menyerahkan dia dan melepaskan pembelaanya dan menyia-nyiakannya. Secara spontan terlontarlah perkataannya yang abadi dan terbit dari hati yang suci bersih. Beliau berkata, “Demi Allah, wahai pamanku, seandainya mereka meletakkan matahari di sebelah kananku dan bulan di sebelah kiriku agar aku meninggalkan urusan dakwah ini, sekali-kali aku tidak akan meninggalkannya sampai Allah menampakkannya atau aku binasa karenanya. “

Melihat anak saudaranya yang begitu bersemangat dan berpendirian kokoh, Abu Thalib pun terharu. Akhirnya ia berkata kepada kemenakannya, “Berangkatlah wahai kemenakanku. Sampaikanlah apa saja yang engkau senangi. Demi Allah, aku tidak akan menyia-nyiakan dirimu. Percayalah, mereka tidak akan mengusikmu sampai aku mati berkalang tanah.”

Kini telah sama-sama mengetahui bagaimana antusiasnya kaum musyrikin dalam menghalangi kegiatan dakwah Rasullulah Saw. Mereka berusaha dengan berbagai cara, antara lain dengan membujuk rayu, mengintimidasi, menekan dari berbagai penjuru, mencaci maki, menyebarkan berita gosip dan memboikot total segala aktifitas Rasulullah dan pengikutnya. Tapi semua itu tidak mmebuat beliau lemah dan surut.

Beberapa saat setelah beliau hijrah ke Madinah, kaum musyrikin menyusul dengan serombongan pasukan yang dipersenjatai dengan perlengkapan perang. Mereka hendak menggempur Rasulullah dan para sahabatnya. Namun hal itu tidak membuahkan hasil apa-apa. Beliau tetap pada pendiriannya memperjuangkan risalah Islam.

Akhirnya sampailah pada puncak kegemilangan. Islam memperoleh eksistensi dan kemenangan yang gemilang dan dapat membentuk daulah islamiyah. Ini semua berkat kegigihan, kerja keras dan ketabahan hati yang disumbangkan sang pengemban risalah suci, Rasulullah saw.

“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya”. (Qs. Al Maa’idah : 67)

“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka.” (Qs Al Ahqaaf : 35)

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Qs Al Baqarah : 214)

Kefasihan Lidah Dan Etika Bicaranya

Disini penulis akan mengungkapkan beberapa contoh lagi mengenai pribadi Rasulullah saw yang sekiranya patut diteladani oleh seorang muslim sebagai ciri khasnya, yakni kefasihan berbicara dan etika penyampainnya.

Rasulullah saw apabila bicara, perkataannaya amat terperinci dan gamblang. Seorang yang mendengarkannya dengan mudah dapat mengitungnya bila ia mau. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Aisyah Ra. Katanya “Cara bertutur kata Rasulullah berbeda dengan kalian dia mengucapkan perkataan yang apabila orang mau menghitungnya maka ia sanggup melakukannya.”

Dirwayatkan pula oleh Abu Daud dari Aisyah Ra, katanya, “Ucapan Rasulullah saw begitu terperinci sehingga dapat dipahami oleh semua penedangarnya.”

Dalam shahih Bukhari dan Muslim, Anas meriwayatkan, bila Rasulullah berbicara maka perkataannya itu diulanginya sampai tiga kali sehingga betul-betul dipahami. Kata-katanya begitu gamblang, tidak beruntun dan tidak berbeli-belit. Dia juga tidak senang berpanjang lebar dalam pembicaraan.

Beliau tidak senang dengan intonasi suara yang dipaksakan dan tekanan suara yang berlebihan. Sunan Abu Daud dan Thrimdzi dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasullulah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah swt membenci orang yang berlagak fasih, sambil melengkung-lengkungkan lidahnya seperti kerbau melengkung-lengkungkan lidahnya.”

Rasulullah saw sangat ramah bila berjumpa dengan sesorang. Beliau sangat menghormati orang-orang yang duduk bersamanya. At Thabrani meriwayatkan dari Amrul ibnul Ash, katanya, “Rasulullah saw mengarahkan mukanya dengan penuh keakraban kepada orang yang diajaknya bicara, sekalipun dia hanya orang awam. Hal ini pernah dilakukannya terhadapku, sampai-sampai aku menyangka bahwa akulah yang paling mulia dan terpenting di antara orang-orang yang hadir. Maka aku bertanya kepada beliau. “ Wahai Rasulullah, mana yang lebih baik antara aku dengan Abu Bakar?” Rasullulah menjawab, “Abu Bakar.” Lalu aku bertanya lagi, “Apakah aku lebih baik atau Umar? Rasulullah saw, menjawab: “Umar” Lalu aku bertanya lagi: “Ya Rasulullah siapa yang lebih baik aku atau Utsman? Rasululah menjawab: “Utsman”. Ketika hendak bertanya untuk yang keempat kalinya, dia menyapaku supaya diam, maka aku pun tidak menanyainya lagi.

Selain keramah tamahannya beliau juga selalu tampil dengan wajah cerah, murah senyum dan penuh simpati dalam pergaulan. Diriwayatkan oleh Al Bazzar dengan sabda yang baik dari jabir Ra, katanya, “Apabila Rasulullah saw sedang menerima wahyu atau suatu perintah , maka aku melihaynya seperti orang yang sedang ditimpa beban berat. Tetapi setelah itu aku melihat wajahnya berseri-seri penuh senyum keramahan. Dia tidak pernah menjulurkan kakinya di antara sahabat-sahabatnya.”

Apabila menyampaikan khutbah, beliau tidak bertele-tele atau panjang lebar sehingg pendengarnya tidak meresa jenuh. Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Jabir Ra. Katanya, Rasulullah tidak memanjangkan khutbah pada hari Jum’at. Beliau mengucapkan khutbah hanya beberapa patah kata saja.”

Kepiawaian Rasulullah Saw Dalam Berpolitik

Dalam meniti karir poltiknya, Nabi Saw memfokuskan perhatiannya pada tiga obyek utama, yakni cara bergaul dengan sahabat-sahabatnya, metode berdiplomasi dengan musuh dan pola kepengurusan mereka.

Dalam berhubungan dengan sahabat-sahabatnya, beliau sangat memprioritaskan segi moralitas yang tinggi. Beliau memperlakukan mereka dengan segenap kesantunan dan kebijaksanaan, sehingga tidak heranlah kalau para sahabatnya begitu simpati kepadanya.

Diriwayatkan oleh muslim bahwa Muawiyah bin Hakam pernah bercerita, “Ketika aku sedang shalat di belakang Nabi saw, tiba-tiba ada sesorang yang bersin. Maka aku mengucapkan yarhamakumullahu. Para jama’ah tiba-tiba memukulkan tangannya di atas pahanya masing-masing agar aku diam. Setelah Rasullulah selesai shalatnya, belaiu diam saja tidak membentak atau mencelaku, apalgi memukulku. Beliau cuma menasehatiku, katanya, “Di dalam shalat tidak dibenarkan berbicara kecuali bertasbih, bertakbir dan membaca Al Qur’an. “ Demi Allah, aku belum pernah melihat seorang pendidik yang lebih bijaksana dari beliau”

Mengenai kelihainya berdiplomasi dengan musuh sudah sering dibuktikannya, dan yang paling menojol adalah ketika beliau tengah melangsungkan perjanjian perdamaian hudaibiyah. Beliau berhasil meredam konflik yang selama ini menghangat antara kaum muslimin dengan pihak kaum Quraisy. Dari meja perundingan inilah, proses penaklukan kota Mekah menjadi semakin mudah.

Dalam bidang ekeskutif beliau senantiasa mendapat sanjungan dari para politikus di setiap kurun waktu. Dia adalah orang yang sangat pandai, matangh dalam berpikir dan mapan dalam manajemen. Dengan taktik itulah beliau mampu mengahadapi berbagai kendala yang akhirnya membuahkan kesuksesan gemilang. Dengan taktik itu juga beliau sanggup menggariskan jalur yang akan dilalui umatnya dalam rangka menggapai kejayaan, keagungan dan kamuliaan.

Oleh karena itu setelah beliau sampai di Madinah, yang menjadi pogram pertamanya adalah pembangunan mesjid sebagai sarana penting dan berfungsi ganda. Selain itu masjid juga digunakan sebagai pusat kegiatan ritual, majelis syura, tempat pengkajian dan pengkaderan, pusat kegiatan dakwah, keilmuwan dan tempat pengadilan.

Dalam waktu relatif singkat, terwujudlah sudah sebuah masyarakat yang bersatu di bawah panji persaudaran dan solidaritas tinggi. Kaum Muhajirin dipersaudarakan dengan kaum Anshar. Sementara itu suku Aus diintegrasikan dengan suku Khazraj sehingga mereka menjadi hamba-hamba Allah yang bersatu dan bersaudara bak komponen bangunan yang saling memperkuat.

Akhirnya masyarakat Madinah terbebas dari belenggu dominasi orang-orang Yahudi. Sementara itu pengaruh orang-orang musyrik di Mekah menjadi lumpuh total dan pada gilirannya meratalah konsepsi syariat Islam ke seluruh jazirah Arab secara umum.

Mana mungkin Nabi saw tidak sukses dalam politik dan menarik simpati sahabat-sahabatnya, padahal Allah lah yang langsung memberinya “formula’ serta metode yang jitu.

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu” (Qs Ali ‘Imran 159)

Inilah aplikasi dan realisasi semboyan “Rasul Panutan Kami” Sebetulnya apa yang telah disebutkan di atas tidak lebih dari seceduk saja.

Kini yang dituntut dari kita adalah tekad serta semangat tinggi untuk meneladani sifat-sifat kesempurnaan yang ada pada diri Nabi saw, baik dalam ibadahnya, kezahidannya, ketawadhunnya , kebijaksanannya, pendiriannya dan dalam sifat-sifat agung lainya.

Jika kita telah mengaplikasikan makna serta tujuan semboyan di atas, maka pada saat itu mata dunia akan terbuka lebar dan akan mengetahu bahwa kalian adalah umat yang idealis dan realistis , buka umat yang pandai bersilat lidah tanpa pengamalan apa-apa.

Wassalam

Abdullah Nashih Ulwan

(Sumber: www.gemainsani.co
.id)

Islamnya Napoleon Bonaparte

Siapa yang tidak mengenal Napoleon Bonaparte, seorang Jendral dan Kaisar Prancis yang tenar kelahiran Ajaccio, Corsica 1769. Namanya terdapat dalam urutan ke-34 dari Seratus tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah yang ditulis oleh Michael H. Hart.

Sebagai seorang yang berkuasa dan berdaulat penuh terhadap negara Prancis sejak Agustus 1793, seharusnya ia merasa puas dengan segala apa yang telah diperolehnya itu.

Tapi rupanya kemegahan dunia belum bisa memuaskan batinnya, agama yang dianutnya waktu itu ternyata tidak bisa membuat Napoleon Bonaparte merasa tenang dan damai.

Akhirnya pada tanggal 02 Juli 1798, 23 tahun sebelum kematiannya ditahun 1821, Napoleon Bonaparte menyatakan ke-Islamannya dihadapan dunia Internasional.

Apa yang membuat Napoleon ini lebih memilih Islam daripada agama lamanya, Kristen ?

Berikut penuturannya sendiri yang pernah dimuat dimajalah Genuine Islam, edisi Oktober 1936 terbitan Singapura

“I read the Bible; Moses was an able man, the Jews are villains, cowardly and cruel. Is there anything more horrible than the story of Lot and his daughters ?”

“The science which proves to us that the earth is not the centre of the celestial movements has struck a great blow at religion. Joshua stops the sun ! One shall see the stars falling into the sea… I say that of all the suns and planets,…”

“Saya membaca Bible; Musa adalah orang yang cakap, sedang orang Yahudi adalah bangsat, pengecut dan jahat. Adakah sesuatu yang lebih dahsyat daripada kisah Lut beserta kedua puterinya ?” (Lihat Kejadian 19:30-38)

“Sains telah menunjukkan bukti kepada kita, bahwa bumi bukanlah pusat tata surya, dan ini merupakan pukulan hebat terhadap agama Kristen. Yosua menghentikan matahari (Yosua 10: 12-13). Orang akan melihat bintang-bintang berjatuhan kedalam laut…. saya katakan, semua matahari dan planet-planet ….”

Selanjutnya Napoleon Bonaparte berkata :
“Religions are always based on miracles, on such things than nobody listens to like Trinity. Yesus called himself the son of God and he was a descendant of David. I prefer the religion of Muhammad. It has less ridiculous things than ours; the turks also call us idolaters.”

“Agama-agama itu selalu didasarkan pada hal-hal yang ajaib, seperti halnya Trinitas yang sulit dipahami. Yesus memanggil dirinya sebagai anak Tuhan, padahal ia keturunan Daud. Saya lebih meyakini agama yang dibawa oleh Muhammad. Islam terhindar jauh dari kelucuan-kelucuan ritual seperti yang terdapat didalam agama kita (Kristen); Bangsa Turki juga menyebut kita sebagai orang-orang penyembah berhala dan dewa.”

Selanjutnya :
“Surely, I have told you on different occations and I have intimated to you by various discourses that I am a Unitarian Musselman and I glorify the prophet Muhammad and that I love the Musselmans.”

“Dengan penuh kepastian saya telah mengatakan kepada anda semua pada kesempatan yang berbeda, dan saya harus memperjelas lagi kepada anda disetiap ceramah, bahwa saya adalah seorang Muslim, dan saya memuliakan nabi Muhammad serta mencintai orang-orang Islam.”

Akhirnya ia berkata :
“In the name of God the Merciful, the Compassionate. There is no god but God, He has no son and He reigns without a partner.”

“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Tiada Tuhan selain Allah. Ia tidak beranak dan Ia mengatur segala makhlukNya tanpa pendamping.”

Napoleon Bonaparte mengagumi Al Quran setelah membandingkan dengan kitab sucinya, Alkitab. Akhirnya ia menemukan keunggulan-keunggulan Al Quran daripada Alkitab, juga semua cerita yang melatar belakanginya.
Did You Know ? Napoleon Bonaparte embraced Islam?

England’s foe for many years has been France. The legacy remains as seen in the Capital of England, London, where monuments dedicated to defeats over France, are evident. The defeats have been most significant against that of when France was being ruled by Napoleon Bonaparte. (Nelson’s Column, Trafelgar Square, Waterloo Station to name but a few.)

Yet, history is seldom seen in the truthful light, and is nearly always partial to the ‘winning side’ – in whose hand the pen remains, long after both the battle and the war have been won. Yet, recent discoveries have seemed to suggest some interesting facts about Napoleon and his religious beliefs.

In the book, ‘Satanic Voices – Ancient and Modern’ by David M. Pidcock, (1992 ISBN: 1-81012-03-1), it states on page 61, that the then official French Newspaper, Le Moniteur, carried the accounts of his conversion to Islam, in 1798 C.E.

It mentions his new Muslim name, which was ‘Aly (Ali) Napoleon Bonaparte’. He commends the conversion of his General Jacques Menou, who became known as General ‘Abdullah-Jacques Menou’, who later married an Egyptian, Sitti Zoubeida – who was descended from the line of the Prophet Muhammad (on whom be peace).

Napoleon did recognise the superiority of the Islamic (Shari’ah) Law – and did attempt to implement this in his Empire. Most of this, as one can imagine, has been removed/replaced by modern-day secular laws in France and other parts of Europe, but some aspects of the Islamic (Shari’ah) Law do currently exist in French constitution as the basis for some of their laws from the Code Napoleone. One publicised case was that of the fatal car accident with Diana, Princess of Wales, and Dodi Al-Fayed. “The photographers were charged with an old part of the French Jurisprudence, for ‘not helping at the scene of an accident’- which is taken from the Shari’ah Law of Imam Malik.” (David M. Pidcock, 1998 C.E.)

Further detailed accounts of this can be found in the book ‘Napoleon And Islam’ by C. Cherfils. ISBN: 967-61-0898-7
http://www.shef.ac.uk/~ics/whatis/articles/napoleon.htm
Bonaparte and Islam

Bonaparte’s secretary describes the religious practices, attitudes, and views of Bonaparte with regard to Islam. Accepting that the general curried favor with Muslims, he also hoped to deflect criticism of Bonaparte, claiming that what he did was good governance rather than bad Christianity, as his critics maintained.

It has been alleged that Bonaparte, when in Egypt, took part in the religious ceremonies and worship of the Mussulmans; but it cannot be said that he celebrated the festivals of the overflowing of the Nile and the anniversary of the Prophet. The Turks invited him to these merely as a spectator; and the presence of their new master was gratifying to the people. But he never committed the folly of ordering any solemnity. He neither learned nor repeated any prayer of the Koran, as many persons have asserted; neither did he advocate fatalism polygamy, or any other doctrine of the Koran. Bonaparte employed himself better than in discussing with the Imans the theology of the children of Ismael. The ceremonies, at which policy induced him to be present, were to him, and to all who accompanied him, mere matters of curiosity. He never set foot in a mosque; and only on one occasion, which I shall hereafter mention, dressed himself in the Mahometan costume. He attended the festivals to which the green turbans invited him. His religious tolerance was the natural consequence of his philosophic spirit.

Doubtless Bonaparte did, as he was bound to do, show respect for the religion of the country; and he found it necessary to act more like a Mussulman than a Catholic. A wise conqueror supports his triumphs by protecting and even elevating the religion of the conquered people. Bonaparte’s principle was, as he himself has often told me, to look upon religions as the work of men, but to respect them everywhere as a powerful engine of government. However, I will not go so far as to say that he would not have changed his religion had the conquest of the East been the price of that change. All that he said about Mahomet, Islamism, and the Koran to the great men of the country he laughed at himself. He enjoyed the gratification of having all his fine sayings on the subject of religion translated into Arabic poetry, and repeated from mouth to mouth. This of course tended to conciliate the people.

I confess that Bonaparte frequently conversed with the chiefs of the Mussulman religion on the subject of his conversion; but only for the sake of amusement. The priests of the Koran, who would probably have been delighted to convert us, offered us the most ample concessions. But these conversations were merely started by way of entertainment, and never could have warranted a supposition of their leading to any serious result. If Bonaparte spoke as a Mussulman, it was merely in his character of a military and political chief in a Mussulman country. To do so was essential to his success, to the safety of his army, and, consequently, to his glory. In every country he would have drawn up proclamations and delivered addresses on the same principle. In India he would have been for Ali, at Thibet for the Dalai-lama, and in China for Confucius.

Source: Memoirs of Napoleon Bonaparte by Louis Antoine Fauvelet de Bourrienne edited by R.W. Phipps. Vol. 1 (New York: Charles Scribner’s Sons, 1889) p. 168-169.
http://chnm.gmu.edu/revolution/d/612/
Jerusalem and Napoleon Bonaparte

As Napoleon consolidated his foot in Egypt, he began mulling the idea of taking over Palestine and Syria. Accordingly, he left Egypt in the spring of 1799, crossing the desert, thus entering Palestine proper. But before clashing with the Ottoman soldiers and the Palestinian citizens, Napoleon, who declared himself as a Muslim, donning a turban over his head, circulated a leaflet, stating in particular the following excerpt.

“In the name of Allah, Most Gracious, Most Merciful

From Bonaparte, the Amir (Prince) of the French armies, to the all and clerics, muftis and the populations of Gaza, Ramla and Jafa, may Allah protect them. After Assalam (Greetings)— This is written to let you know that we came here for the purpose of evicting the Mamluks and the Askar (soldiers) of Al Jazzar [Ahmad Pasha, the Governor of the Palestinian Fort of Acre], and ending his incursions in Jafa and Gaza, which are not under his rule? For what reason he sent his soldier to El Afresh Fort? In doing so he was encroaching upon Egypt. Thus, his aim is to have war with us, and so we came here to fight him”.

And after Napoleon had reassured the Palestinians on the matters of security for themselves and their families, he went on to say:

“ Our aim is that the Judges don’t relinquish their jobs, whereas Islam is still cherished and well-considered, and the mosques full of prayers and believers. He who demonstrates with affability toward us will succeed, but who betrays us would perish”.

The Palestine’s Expeditionary Force of 13,000- strong was under the command of Bonaparte himself, assisted by five generals, including Kleber, Murat and Dugua.

As Jazzar learned of the approaching French force, he began counter military preparations by the fortification of Jafa, and sending enforcements to Gaza. His forces arrived at the Egyptian town of El Areesh, but the French occupied the latter after 8-day-siege on February 16, 1799. Thereafter, the French proceeded toward the Palestinian Khan Younis and proceeding later to Gaza. On February 25, the forces of Bonaparte and Al Jazzar engaged in a battle, which was ended by defeating the latter.

On Feb. 28, Bonaparte left Gaza for the conquest of Palestine, taking over the Ramla first, then Jafa (March 6, 1799). The latter was defended by a 12,000-strong mixed force of Al Jazzar and the Mamluks. But Napoleon bombarded the city by his heavy artillery, occupying it and killing at least 3,000 captives without burying them, claiming that they were dishonest and not respectful to the military honor! Thus, their exposed bodies became coveted meals for the vultures.

The people of the land thought that Bonaparte would move towards Jerusalem, which the Turks incarcerated all the followers of the Orthodox Church in the Church of Sepulcher. But he did not show up. When asked if he intended to pass through it, Bonaparte retorted sternly: “ No. Jerusalem is not on my itinerary. And I don’t intend to arouse frictions with the mountains’ people, and to penetrate deeply and get stuck. Moreover, I don’t want to be vulnerable to attacks by numerous horse riders from the other side. I am careful not to face Casius’ fate. As a matter of fact, Bonaparte used to pay attention to the military spots only, and he didn’t view Jerusalem as a significant military site at the time.

According to one story, Bonaparte wrote to the residents of Jerusalem, asking them to succumb to his authority, but they retorted that they are affiliated with Acre, and who manages to take over the latter, he simultaneously controls Jerusalem. Consequently, Bonaparte moved to besiege Acre, the capital of Palestine at the time.

According to the Palestinian historian Ahmad Sameh Khalidi wrote in his book Ahl El Elm Bein Misr Wa Phalasteen, 1947, that Musa Khalidi, a military judge based in the Asetana (Constantinople), wrote to the Jerusalemites, urging them to fight against Napoleon, and they clashed with his troops in many places of Palestine, from Nablus region in particular. Bonaparte moved his troops to Haifa, occupying it and arriving to Acre on March 19,1799. He besieged the city, which Al Jazzar had already entrenched behind its walls. The siege remained 60 days, but Bonaparte failed to capture the city, falling back from it after his troops were ravaged by plague, which killed many of them, including some generals. Moreover, certain developments in France compelled Bonaparte to go home, leaving behind him the botched military expedition of Palestine. Some 3,500 French soldiers lost their lives in the vicinity of Acre’s walls, as 1,000 more vanished in their way out of the country. He arrived Egypt, on his way home, on May 1799.

Bonaparte was a military genius, but he lost a lot of his prestige during his two-month adventure in Palestine.
http://www.jerusalemites.org/history_of_palestine/18.htm
Bonaparte Said

Napoleon (Bonaparte):
Napoleon I (1769-1821 [1237 A.H.]), who went into history as a military genius and statesman, when he entered Egypt in 1212 [C.E. 1798], admired Islam’s greatness and genuineness, and even considered whether he should become a Muslim. The following excerpt was paraphrased from Cherfils’s book (Bonapart et Islam):

“Napoleon said:
The existence and unity of Allahu ta’ala, which Musa ‘alaihis-salam’, had announced to his own people and Isa ‘alaihis-salam’ to his own ummat, was announced by Muhammad ‘alaihis-salam’ to the entire world. Arabia had become totally a country of idolaters. Six centuries after Isa ‘alaihis-salam’, Muhammad ‘alaihis-salam’ initiated the Arabs into an awareness of Allahu ta’ala, whose existence prophets previous to him, such as Ibrahim (Abraham), Ismail, Musa (Moses) and Isa (Jesus) alaihim-us-salam’, had announced. Peace in the east had been disturbed by the Arians, [i.e. Christians who followed Arius], who had somehow developed a degree of friendship with the Arabs, and by heretics, who had defiled the true religion of Isa ‘alaihis-salam’ and were striving to spread in the name of religion a totally unintelligible credo which is based on trinity, i.e. God, Son of God, and the Holy Ghost. Muhammad ‘alaihis-salam’ guided the Arabs to the right way, taught them that Allahu ta’ala is one, that He does not have a father or a son, and that worshiping several gods is an absurd custom which is the continuation of idolatry.”

At another place in his book he quotes Napoleon as having said, “I hope that in the near future I will have the chance to gather together the wise and cultured people of the world and establish a government that I will operate [in accordance with the principles written in Qur'an al-karim.]“

(Sumber : www.swaramuslim.com)

Islam: Agama yang Berkembang Paling Pesat di Eropa

Selama 20 tahun terakhir, jumlah kaum Muslim di dunia telah meningkat secara perlahan. Angka statistik tahun 1973 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Muslim dunia adalah 500 juta; sekarang, angka ini telah mencapai 1,5 miliar. Kini, setiap empat orang salah satunya adalah Muslim. Bukanlah mustahil bahwa jumlah penduduk Muslim akan terus bertambah dan Islam akan menjadi agama terbesar di dunia. Peningkatan yang terus-menerus ini bukan hanya dikarenakan jumlah penduduk yang terus bertambah di negara-negara Muslim, tapi juga jumlah orang-orang mualaf yang baru memeluk Islam yang terus meningkat, suatu fenomena yang menonjol, terutama setelah serangan terhadap World Trade Center pada tanggal 11 September 2001. Serangan ini, yang dikutuk oleh setiap orang, terutama umat Muslim, tiba-tiba saja telah mengarahkan perhatian orang (khususnya warga Amerika) kepada Islam. Orang di Barat berbicara banyak tentang agama macam apakah Islam itu, apa yang dikatakan Al Qur’an, kewajiban apakah yang harus dilaksanakan sebagai seorang Muslim, dan bagaimana kaum Muslim dituntut melaksanakan urusan dalam kehidupannya. Ketertarikan ini secara alamiah telah mendorong peningkatan jumlah warga dunia yang berpaling kepada Islam. Demikianlah, perkiraan yang umum terdengar pasca peristiwa 11 September 2001 bahwa “serangan ini akan mengubah alur sejarah dunia”, dalam beberapa hal, telah mulai nampak kebenarannya. Proses kembali kepada nilai-nilai agama dan spiritual, yang dialami dunia sejak lama, telah menjadi keberpalingan kepada Islam.

Hal luar biasa yang sesungguhnya sedang terjadi dapat diamati ketika kita mempelajari perkembangan tentang kecenderungan ini, yang mulai kita ketahui melalui surat-surat kabar maupun berita-berita di televisi. Perkembangan ini, yang umumnya dilaporkan sekedar sebagai sebuah bagian dari pokok bahasan hari itu, sebenarnya adalah petunjuk sangat penting bahwa nilai-nilai ajaran Islam telah mulai tersebar sangat pesat di seantero dunia. Di belahan dunia Islam lainnya, Islam berada pada titik perkembangan pesat di Eropa. Perkembangan ini telah menarik perhatian yang lebih besar di tahun-tahun belakangan, sebagaimana ditunjukkan oleh banyak tesis, laporan, dan tulisan seputar “kedudukan kaum Muslim di Eropa” dan “dialog antara masyarakat Eropa dan umat Muslim.” Beriringan dengan berbagai laporan akademis ini, media massa telah sering menyiarkan berita tentang Islam dan Muslim. Penyebab ketertarikan ini adalah perkembangan yang terus-menerus mengenai angka populasi Muslim di Eropa, dan peningkatan ini tidak dapat dianggap hanya disebabkan oleh imigrasi. Meskipun imigrasi dipastikan memberi pengaruh nyata pada pertumbuhan populasi umat Islam, namun banyak peneliti mengungkapkan bahwa permasalahan ini dikarenakan sebab lain: angka perpindahan agama yang tinggi. Suatu kisah yang ditayangkan NTV News pada tanggal 20 Juni 2004 dengan judul “Islam adalah agama yang berkembang paling pesat di Eropa” membahas laporan yang dikeluarkan oleh badan intelejen domestik Prancis. Laporan tersebut menyatakan bahwa jumlah orang mualaf yang memeluk Islam di negara-negara Barat semakin terus bertambah, terutama pasca peristiwa serangan 11 September. Misalnya, jumlah orang mualaf yang memeluk Islam di Prancis meningkat sebanyak 30 hingga 40 ribu di tahun lalu saja.

Gereja Katolik dan Perkembangan Islam

Gereja Katolik Roma, yang berpusat di kota Vatican, adalah salah satu lembaga yang mengikuti fenomena tentang kecenderungan perpindahan agama. Salah satu pokok bahasan dalam pertemuan bulan Oktober 1999 muktamar gereja Eropa, yang dihadiri oleh hampir seluruh pendeta Katolik, adalah kedudukan Gereja di milenium baru. Tema utama konferensi tersebut adalah tentang pertumbuhan pesat agama Islam di Eropa. The National Catholic Reporter melaporkan sejumlah orang garis keras menyatakan bahwa satu-satunya cara mencegah kaum Muslim mendapatkan kekuatan di Eropa adalah dengan berhenti bertoleransi terhadap Islam dan umat Islam; kalangan lain yang lebih objektif dan rasional menekankan kenyataan bahwa oleh karena kedua agama percaya pada satu Tuhan, sepatutnya tidak ada celah bagi perselisihan ataupun persengketaan di antara keduanya. Dalam satu sesi, Uskup Besar Karl Lehmann dari Jerman menegaskan bahwa terdapat lebih banyak kemajemukan internal dalam Islam daripada yang diketahui oleh banyak umat Nasrani, dan pernyataan-pernyataan radikal seputar Islam sesungguhnya tidak memiliki dasar.

Mempertimbangkan kedudukan kaum Muslim di saat menjelaskan kedudukan Gereja di milenium baru sangatlah tepat, mengingat pendataan tahun 1999 oleh PBB menunjukkan bahwa antara tahun 1989 dan 1998, jumlah penduduk Muslim Eropa meningkat lebih dari 100 persen. Dilaporkan bahwa terdapat sekitar 13 juta umat Muslim tinggal di Eropa saat ini: 3,2 juta di Jerman, 2 juta di Inggris, 4-5 juta di Prancis, dan selebihnya tersebar di bagian Eropa lainnya, terutama di Balkan. Angka ini mewakili lebih dari 2% dari keseluruhan jumlah penduduk Eropa.

Kesadaran Beragama di Kalangan Muslim Meningkat di Eropa

Penelitian terkait juga mengungkap bahwa seiring dengan terus meningkatnya jumlah Muslim di Eropa, terdapat kesadaran yang semakin besar dalam menjalankan agama di kalangan para mahasiswa. Menurut survei yang dilakukan oleh surat kabar Prancis Le Monde di bulan Oktober 2001, dibandingkan data yang dikumpulkan di tahun 1994, banyak kaum Muslims terus melaksanakan sholat, pergi ke mesjid, dan berpuasa. Kesadaran ini terlihat lebih menonjol di kalangan mahasiswa universitas.

Dalam sebuah laporan yang didasarkan pada media masa asing di tahun 1999, majalah Turki Aktüel menyatakan, para peneliti Barat memperkirakan dalam 50 tahun ke depan Eropa akan menjadi salah satu pusat utama perkembangan Islam.

Islam adalah Bagian Tak Terpisahkan dari Eropa

Bersamaan dengan kajian sosiologis dan demografis ini, kita juga tidak boleh melupakan bahwa Eropa tidak bersentuhan dengan Islam hanya baru-baru ini saja, akan tetapi Islam sesungguhnya merupakan bagian tak terpisahkan dari Eropa.

Eropa dan dunia Islam telah saling berhubungan dekat selama berabad-abad. Pertama, negara Andalusia (756-1492) di Semenanjung Iberia, dan kemudian selama masa Perang Salib (1095-1291), serta penguasaan wilayah Balkan oleh kekhalifahan Utsmaniyyah (1389) memungkinkan terjadinya hubungan timbal balik antara kedua masyarakat itu. Kini banyak pakar sejarah dan sosiologi menegaskan bahwa Islam adalah pemicu utama perpindahan Eropa dari gelapnya Abad Pertengahan menuju terang-benderangnya Masa Renaisans. Di masa ketika Eropa terbelakang di bidang kedokteran, astronomi, matematika, dan di banyak bidang lain, kaum Muslim memiliki perbendaharaan ilmu pengetahuan yang sangat luas dan kemampuan hebat dalam membangun.

Bersatu pada Pijakan Bersama: “Monoteisme”

Perkembangan Islam juga tercerminkan dalam perkembangan dialog antar-agama baru-baru ini. Dialog-dialog ini berawal dengan pernyataan bahwa tiga agama monoteisme (Islam, Yahudi, dan Nasrani) memiliki pijakan awal yang sama dan dapat bertemu pada satu titik yang sama. Dialog-dialog seperti ini telah sangat berhasil dan membuahkan kedekatan hubungan yang penting, khususnya antara umat Nasrani dan Muslim. Dalam Al Qur’an, Allah memberitahukan kepada kita bahwa kaum Muslim mengajak kaum Ahli Kitab (Nasrani dan Yahudi) untuk bersatu pada satu pijakan yang disepakati bersama:

Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. Ali ‘Imran, 3: 64)

Ketiga agama yang meyakini satu Tuhan tersebut memiliki keyakinan yang sama dan nilai-nilai moral yang sama. Percaya pada keberadaan dan keesaan Tuhan, malaikat, Nabi, Hari Akhir, Surga dan Neraka, adalah ajaran pokok keimanan mereka. Di samping itu, pengorbanan diri, kerendahan hati, cinta, berlapang dada, sikap menghormati, kasih sayang, kejujuran, menghindar dari berbuat zalim dan tidak adil, serta berperilaku mengikuti suara hati nurani semuanya adalah sifat-sifat akhak terpuji yang disepakati bersama. Jadi, karena ketiga agama ini berada pada pijakan yang sama, mereka wajib bekerja sama untuk menghapuskan permusuhan, peperangan, dan penderitaan yang diakibatkan oleh ideologi-ideologi antiagama. Ketika dilihat dari sudut pandang ini, dialog antar-agama memegang peran yang jauh lebih penting. Sejumlah seminar dan konferensi yang mempertemukan para wakil dari agama-agama ini, serta pesan perdamaian dan persaudaraan yang dihasilkannya, terus berlanjut secara berkala sejak pertengahan tahun 1990-an.

Kabar Gembira tentang Datangnya Zaman Keemasan

Dengan mempertimbangkan semua fakta yang ada, terungkap bahwa terdapat suatu pergerakan kuat menuju Islam di banyak negara, dan Islam semakin menjadi pokok bahasan terpenting bagi dunia. Perkembangan ini menunjukkan bahwa dunia sedang bergerak menuju zaman yang sama sekali baru. Yaitu sebuah zaman yang di dalamnya, insya Allah, Islam akan memperoleh kedudukan penting dan ajaran akhlak Al Qur’an akan tersebar luas. Penting untuk dipahami, perkembangan yang sangat penting ini telah dikabarkan dalam Al Qur’an 14 abad yang lalu:

Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. (QS. At Taubah, 9: 32-33)

Tersebarnya akhlak Islami adalah salah satu janji Allah kepada orang-orang yang beriman. Selain ayat-ayat ini, banyak hadits Nabi kita SAW menegaskan bahwa ajaran akhlak Al Qur’an akan meliputi dunia. Di masa-masa akhir menjelang berakhirnya dunia, umat manusia akan mengalami sebuah masa di mana kezaliman, ketidakadilan, kepalsuan, kecurangan, peperangan, permusuhan, persengketaan, dan kebobrokan akhlak merajalela. Kemudian akan datang Zaman Keemasan, di mana tuntunan akhlak ini mulai tersebar luas di kalangan manusia bagaikan naiknya gelombang air laut pasang dan pada akhirnya meliputi seluruh dunia. Sejumlah hadits ini, juga ulasan para ulama mengenai hadits tersebut, dipaparkan sebagaimana berikut:

Selama [masa] ini, umatku akan menjalani kehidupan yang berkecukupan dan terbebas dari rasa was-was yang mereka belum pernah mengalami hal seperti itu. [Tanah] akan mengeluarkan panennya dan tidak akan menahan apa pun dan kekayaan di masa itu akan berlimpah. (Sunan Ibnu Majah)

… Penghuni langit dan bumi akan ridha. Bumi akan mengeluarkan semua yang tumbuh, dan langit akan menumpahkan hujan dalam jumlah berlimpah. Disebabkan seluruh kebaikan yang akan Allah curahkan kepada penduduk bumi, orang-orang yang masih hidup berharap bahwa mereka yang telah meninggal dunia dapat hidup kembali. (Muhkhtasar Tazkirah Qurtubi, h. 437)

Bumi akan berubah seperti penampan perak yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan … (Sunan Ibnu Majah)

Bumi akan diliputi oleh kesetaraan dan keadilan sebagaimana sebelumnya yang diliputi oleh penindasan dan kezaliman. (Abu Dawud)

Keadilan akan demikian jaya sampai-sampai semua harta yang dirampas akan dikembalikan kepada pemiliknya; lebih jauh, sesuatu yang menjadi milik orang lain, sekalipun bila terselip di antara gigi-geligi seseorang, akan dikembalikan kepada pemiliknya… Keamanan meliputi seluruh Bumi dan bahkan segelintir perempuan bisa menunaikan haji tanpa diantar laki-laki. (Ibn Hajar al Haitsami: Al Qawlul Mukhtasar fi `Alamatul Mahdi al Muntazar, h. 23)

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, Zaman Keemasan akan merupakan suatu masa di mana keadilan, kemakmuran, keberlimpahan, kesejahteraan, rasa aman, perdamaian, dan persaudaraan akan menguasai kehidupan umat manusia, dan merupakan suatu zaman di mana manusia merasakan cinta, pengorbanan diri, lapang dada, kasih sayang, dan kesetiaan. Dalam hadits-haditsnya, Nabi kita SAW mengatakan bahwa masa yang diberkahi ini akan terjadi melalui perantara Imam Mahdi, yang akan datang di Akhir Zaman untuk menyelamatkan dunia dari kekacauan, ketidakadilan, dan kehancuran akhlak. Ia akan memusnahkan paham-paham yang tidak mengenal Tuhan dan menghentikan kezaliman yang merajalela. Selain itu, ia akan menegakkan agama seperti di masa Nabi kita SAW, menjadikan tuntunan akhlak Al Qur’an meliputi umat manusia, dan menegakkan perdamaian dan menebarkan kesejahteraan di seluruh dunia.

Kebangkitan Islam yang sedang dialami dunia saat ini, serta peran Turki di era baru merupakan tanda-tanda penting bahwa masa yang dikabarkan dalam Al Qur’an dan dalam hadits Nabi kita sangatlah dekat. Besar harapan kita bahwa Allah akan memperkenankan kita menyaksikan masa yang penuh berkah ini.

(Sumber : www.eramuslim.com)

Archive for the ‘Kisah Mu'allaf’ Category Steven Indra : Dari Katedral ke Istiqlal

Seorang mualaf ibarat besi yang baru jadi. Saatnya Allah menempa kita dan menjadikannya sebilah pedang. Kalau tidak ditempa, tidak akan tajam.

Bagi Steven Indra Wibowo, agama adalah sebuah pilihan hidup. Seperti filosofi yang dianut oleh para leluhurnya, setiap pilihan inilah yang nantinya menjadi pegangan dalam mengarungi bahtera kehidupan. ‘’Bagi saya, Islam adalah pegangan hidup,’’ ujar pria kelahiran Jakarta, 14 Juli 1981 ini kepada Republika.

Sebelum memutuskan memeluk Islam, Indra adalah seorang penganut Katolik yang taat. Ayahnya adalah salah seorang aktivis di GKI (Gereja Kristen Indonesia) dan Gereja Bethel. Di kalangan para aktivis GKI dan Gereja Bethel, ayahnya bertugas sebagai pencari dana di luar negeri bagi pembangunan gereja-gereja di Indonesia. Karena itu, tak mengherankan jika sang ayah menginginkan Indra kelak mengikuti jejaknya dengan menjadi seorang bruder (penyebar ajaran Katolik—Red).

Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, sejak usia dini ia sudah digembleng untuk menjadi seorang bruder. Oleh sang ayah, Indra kecil kemudian dimasukkan ke sekolah khusus para calon bruder Pangudi Luhur di Ambarawa, Jawa Tengah. Hari-harinya ia habiskan di sekolah berasrama itu. Pendidikan kebruderan tersebut ia jalani hingga jenjang SMP. ‘’Setamat dari Pangudi Luhur, saya harus melanjutkan ke sebuah sekolah teologi SMA di bawah Yayasan Pangudi Luhur,’’ ujarnya.

Karena untuk menjadi seorang bruder, minimal harus memiliki ijazah diploma tiga (D3), selepas menamatkan pendidikan teologia di SMA tahun 1999, Indra didaftarkan ke Saint Michael’s College di Worcestershire, Inggris, yaitu sebuah sekolah tinggi khusus Katolik. Di negeri Ratu Elizabeth itu, pria yang kini menjabat sebagai sekretaris I Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) ini mengambil jurusan Islamologi.

Selama menempuh pendidikan di Saint Michael’s College ini, Indra mempelajari mengenai hadis dalam ajaran Islam. ‘’Intinya, kita mempelajari hadis dan riwayatnya itu untuk mencari celah agar orang Muslim percaya, bahwa apa yang diajarkan dalam agama mereka tidak benar. Memang kita disiapkan untuk menjadi seorang penginjil atau misionaris,’’ paparnya. Bahkan, untuk mengemban tugas sebagai seorang penginjil, ia harus melakoni prosesi disumpah tidak boleh menikah dan harus mengabdikan seluruh hidupnya untuk Tuhan.

Namun, seiring dengan aktivitasnya sebagai seorang penginjil, justru mulai timbul keraguan dalam dirinya atas apa yang ia pelajari selama ini. Apa yang dipelajarinya, bertolak belakang dengan buku-buku yang ia temui di toko-toko buku. Hingga akhirnya, suatu hari tatkala mendatangi sebuah toko buku ternama di Jakarta, ia menemukan sebuah buku karangan Imam Ghazali. Buku yang mengulas mengenai hadis dan sejarah periwayatannya itu cukup menarik perhatiannya.

Dari semula hanya sekadar iseng membaca gratis sambil berdiri di toko buku tersebut, Indra akhirnya memutuskan untuk membelinya. ‘’Setelah saya baca dan pelajari buku tersebut, ternyata banyak referensi dan penjelasan mengenai hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Akhirnya, saya juga memutuskan untuk membeli buku kumpulan hadis-hadis Bukhari dan Muslim,’’ kata dia.

Berawal dari sinilah, Indra mulai mengetahui bahwa hadishadis yang selama ini dipelajarinya di Saint Michael’s College, ternyata tidak diakui oleh umat Islam sendiri. ‘’Hadis-hadis yang saya pelajari tersebut ternyata maudhu’ (palsu). Dari sana, kemudian saya mulai mencari-cari hadis yang sahih,’’ tukasnya.”

Dari Katedral ke Istiqlal
Keinginan Indra untuk mempelajari ajaran Islam, tak hanya sampai di situ. Di sela-sela tugasnya sebagai seorang penganut Katolik, diam-diam Indra mulai mempelajari gerakan shalat. Kegiatan belajar shalat itu ia lakukan selepas menjalankan ritual ibadah Minggu di gereja Katedral, Jakarta. Tak ada yang mengetahui kegiatan ‘mengintipnya’ itu, kecuali seorang adik laki-lakinya. Namun, sang adik diam saja atas perilakunya itu.

‘’Ketika waktu shalat zuhur datang dan azan berkumandang dari seberang (Masjid Istiqlal—Red), kalung salib saya masukkan ke dalam baju, sepatu saya lepas dan titipkan. Kemudian, saya pinjam sandal tukang sapu kebun di Katedral. Setelah habis shalat, saya balik lagi mengenakan kalung salib dan kembali ke Katedral,’’ paparnya.

Aktivitasnya yang ‘konyol’ di mata sang adik itu, ia lakoni selama dua bulan. Dan, berkat kerja sama sang adik pula, tindakan yang ia lakukan tersebut tidak sampai ketahuan oleh ayahnya. Dari situ, lanjut Indra, ia baru sebatas mengetahui orang Islam itu shalat empat rakaat dan selama shalat diam semua. Tahap berikutnya, ayah satu orang putri ini mulai belajar shalat maghrib di sebuah masjid di daerah Muara Karang, Jakarta Utara. Ketika itu, ia beserta keluarganya tinggal di wilayah tersebut.

‘’Dari situ, saya mulai mengetahui ternyata ada juga shalat yang bacaannya keras. Kemudian, saya mulai mempelajari shalat-shalat apa saja yang bacaannya dikeraskan dan tidak.’’ Setelah belajar shalat zuhur dan maghrib, ia melanjutkan dengan shalat isya, subuh, dan ashar. Kesemua gerakan dan bacaan shalat lima waktu tersebut ia pelajari secara otodidak, yakni dengan cara mengikuti apa yang dilakukan oleh jamaah shalat. Sampai tata cara berwudhu pun, menurut penuturannya, ia pelajari dan hafal dengan menirukan apa yang dilakukan oleh para jamaah shalat.

‘’Saya lihat orang berwudhu, ingat-ingat gerakannya, baru setelah sepi saya mempraktikkannya. Dan, Alhamdulillah dalam waktu seminggu saya sudah bisa hafal gerakan berwu -dhu. Begitu juga, dengan gerakan shalat dan bacaannya. Saya melihat gerakan imam dan mendengar bacaannya sambil berusaha mengingat dan menghafalnya,’’ terang Direktur Operasional Mustika (Muslim Tionghoa dan Keluarga), sebuah lembaga yang mewadahi silahturahim, informasi, konsultasi, dan pembinaan agama Islam.

Untuk memperdalam pengetahuannya mengenai tata cara ibadah shalat, Indra pun mencoba mencari tahu arti dan makna dari setiap gerakan serta bacaan dalam shalat, melalui buku-buku panduan shalat yang harganya relatif murah. Melalui shalat ini, ungkap Indra, ia menemukan suatu ibadah yang lebih bermakna, lebih dari hanya sekadar duduk, kemudian mendengarkan orang ceramah dan kadang sambil tertidur, akhirnya tidak dapat apa-apa dan hampa.

‘’Ibaratnya sebuah bola bowling, tampak di permukaan luar -nya keras dan kokoh, tetapi di dalamnya kosong. Berbeda de ngan ibadah shalat yang ibaratnya sebuah kelereng kecil, wa lau pun kecil, di dalamnya padat. Saya lebih memilih menjadi se buah kelereng kecil daripada bola bowling tersebut,’’ ujar nya mengumpamakan ibadah yang pernah ia lakoni sebelum menjadi Muslim dan sesudahnya.

Tujuh jahitan
Setelah merasa mantap, Indra pun memutuskan untuk masuk Islam dengan dibantu oleh seorang temannya di Serang, Banten. Peristiwa itu terjadi sebelum datangnya bulan Ramadhan di tahun 2000. Keislamannya ini, kata dia, baru diketahui oleh kedua orang tuanya setelah ia memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Kabar mengenai keislamannya ini diketahui orang tuanya dari para rekan bisnis sang ayah.

Karena mungkin pada waktu itu, papa saya sedang mengerjakan proyek pembangunan resort di wilayah Muara Karang dan Pluit, makanya papa punya banyak kenalan dan teman. Dan, mungkin orang-orang itu sering melihat saya datang ke masjid dan mengenakan peci, makanya dilaporkan ke papa, kenangnya. Ayahnya pun memutuskan untuk mengirim orang untuk memata-matai setiap aktivitas Indra sehari-hari. Setelah ada bukti nyata, ia kemudian dipanggil dan disidang oleh ayahnya. Saya beri penjelasan kepada beliau bahwa Islam itu bagi saya adalah pegangan hidup.

Di hadapan ayahnya, Indra mengatakan bahwa selama menjalani pendidikan calon bruder, dirinya mendapatkan kenyataan bahwa pastur yang selama ini ia hormati ternyata melakukan perbuatan asusila terhadap para suster. Demikian juga, dengan para frater yang menghamili siswinya dan para bruder yang menjadi homo. Ibaratnya saya pegangan ke sebuah pohon yang rantingranting daunnya pada patah, dan saya rasa pohon itu sudah mau tumbang kalau diterpa angin. Sampai akhirnya, saya ketemu dengan sebatang bambu kecil, yang tidak akan patah meski diterpa angin.

Seakan tidak terima dengan penjelasan sang anak, ayahnya pun menampar Indra hingga kepalanya terbentur ke kaca. Beruntung saat kejadian tersebut sang ibu langsung membawa Indra ke Rumah Sakit Atmajaya. Sebagai akibatnya, ia mendapatkan tujuh jahitan di bagian dahinya. Kendati begitu, ibunya tetap tidak bisa menerima keputusan putra pertamanya tersebut.

Tidak hanya mendapatkan tujuh jahitan, oleh ayahnya kemudian Indra diusir setelah dipaksa harus menandatangani surat pernyataan di hadapan notaris, mengenai pelepasan haknya seba gai salah satu pewaris dalam keluarga. Saya tidak boleh menerima semua fasilitas keluarga yang menjadi hak saya,ujarnya. Meski hidup dengan penuh cobaan, ungkap Indra, masih ada Allah SWT yang menyayanginya dan membukakan pintu rezeki untuknya. Salah satunya, proposal pengajuan beasiswa yang ia sampaikan ke Universitas Bina Nusantara (Binus) disetujui. Di Binus juga, ia mempunyai waktu luang dan kesempatan untuk menyampaikan syiar Islam, baik melalui forumforum pengajian maupun internet.

Karena itu, saya melihat mualaf itu ibaratnya sebuah besi yang baru jadi. Jadi, saatnya Allah menempa kita dan menjadikannya sebilah pedang. Jadi, kalau tidak ditempa, tidak akan tajam, katanya. (RioL)

Biodata

Nama : Steven Indra Wibowo
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 14 Juli 1981
Masuk Islam : 2000
Status : Menikah dan mempunyai satu orang putri
Pendidikan Akhir : Sarjana (S1) Komunikasi Universitas Padjadjaran
Aktivitas :
- Sekretaris I Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI)
- Direktur Operasional Mustika (Muslim Tionghoa dan Keluarga)

(Sumber : www.republika.co.id)

Ada Apa Antara Rezeki dan Jimat?

Urusan klenik, memang sangat sulit dilepaskan dari kehidupan masyarakat kita. Animisme dan aroma perdukunan masih kental terasa, padahal ajaran Islam yang menyerukan tauhid sangat bertentangan dengan hal tersebut. Cobalah tengok salah satunya, tindakan sebagian masyarakat yang mengaku muslim, mereka menggunakan berbagai jimat demi melariskan barang dagangan atau melancarkan rezeki. Kocek pun dirogoh dalam-dalam hanya untuk mendapatkan jimat, yang dipercaya dapat mendatangkan rezeki yang berlebih.

Rezeki, Urusan yang Telah Ditentukan

Rezeki hanyalah berasal dari Allah ta’ala, sebagaimana firman-Nya,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ

“Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi?” (QS. Faathir [35]: 3)

Abu Muhammad al Baghawi rahimahullah mengemukakan bahwa pertanyaan yang diajukan Allah dalam ayat ini berfungsi untuk menetapkan bahwa tidak ada pencipta selain Allah yang mampu memberikan rezeki (Ma’alimut Tanzil 1/412). Sebagai satu-satunya Zat yang memberi rezeki, Allah telah menentukan kadar rezeki untuk setiap hamba-Nya, di antara mereka ada yang diberi kelapangan rezeki, sebagian lagi disempitkan rezekinya. Ada yang kaya, dan ada yang papa. Ada yang berlebih dan ada yang pas-pasan. Rezeki yang akan diperoleh seorang hamba di dunia ini, semenjak lahir hingga meninggal dunia telah ditetapkan dan ditentukan sebagaimana tercantum dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim bahwa Allah ta’ala telah memerintahkan malaikat-Nya untuk menetapkan empat perkara, dan diantaranya adalah kadar rezeki seseorang

Ingin Rezeki Lancar? Jangan Ikuti Cara Syaitan!

Allah telah memberikan pedoman agar manusia dapat memperoleh kelapangan dan kelancaran rezeki. Berusaha kemudian bertawakal hanya kepada-Nya merupakan dua kunci sukses bagi pribadi muslim. Patut diperhatikan bahwa ‘berusaha’ yang dimaksud bukanlah dengan melakukan berbagai tindakan yang menyelisihi syariat demi mengejar keuntungan, kesuksesan tidaklah ditempuh dengan mengorbankan diri sehingga menuruti bujuk rayu syaitan.

Syaitan telah ‘menggodok’ berbagai strategi jitu lalu menawarkannya kepada manusia agar mereka tergoda dan terjerumus ke dalam penyimpangan dan dosa. Tidak terkecuali dalam urusan melancarkan rezeki, syaitan turut berperan aktif untuk menggelincirkan manusia dari jalan-Nya. Tidak sedikit manusia terkecoh dan rela diperbudak oleh syaitan, ada yang menempuh jalur penipuan agar bisa sukses, sebagian lagi ada yang merampok, mencuri dan ada yang menempuh jalur perdukunan. Metode terakhir ini sangat banyak yang melakukannya, mulai dari kalangan intelektual hingga mereka yang awam pendidikan terjangkiti ‘penyakit’ cinta perdukunan, anehnya tidak sedikit dari mereka yang berstatus muslim melakukan kesyirikan ini.

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلا وَهُمْ مُشْرِكُونَ

“Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” (QS. Yusuf [12]: 106)

Jimat, Upaya Setan Menggelincirkan Bani Adam

Siapa sih yang tidak ingin sukses dan memperoleh keuntungan dalam bisnis dan profesi yang sedang digeluti? Sebagian besar dari kita tentulah ingin meraihnya. Dalam meraih kesuksesan, manusia terbagi ke dalam dua kategori, ada yang menempuh tangga kesuksesan dengan cara yang halal dan ada yang berkebalikan dengan hal itu, yaitu menempuh cara yang haram.

Seorang yang menggunakan jimat untuk meraih kekayaan termasuk dalam kategori yang diharamkan Islam. Banyak pejabat yang mendatangi ‘orang pintar’ (baca: dukun) untuk membeli jimat agar kekuasaannya langgeng. Di sisi lain, tidak sedikit para artis mendatangi paranormal (baca: para tidak normal) agar diberikan jimat sehingga ordernya tidak sepi dan dirinya tetap ‘laku’. Untuk yang satu ini, salah seorang teman pernah berkomentar, ‘Wah, udah profesinya merugikan masyarakat, pakai cara-cara yang gak benar lagi’. Jimat pun kerap digunakan oleh para pebisnis dan pedagang untuk menarik minat konsumen. Mulai dari ‘wiridan’ (baca: mantra-mantra yang diramu dengan bahasa arab atau dari sebagian ayat al-Qur’an namun prakteknya tidak dituntunkan dalam Islam), amalan-amalan yang tidak jelas asal-usulnya (seperti puasa pati geni, puasa ngebleng, dll) sampai celana dalam pun telah dijajal oleh mereka yang percaya akan keampuhan jimat dalam melariskan dagangan atau mendatangkan keuntungan. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

“Barangsiapa yang mengalungkan jimat, maka dia telah berbuat syirik” (HR. Ahmad 4/156, Thabrani dalam al Kabir 17/319 Syaikh Syu’aib al Arnauth dalam komentar beliau terhadap Musnad Ahmad 4/156, mengatakan sanad hadits ini kuat)

Ibnu Abdil Barr rahimahullah mengatakan bahwa orang yang mempercayai keampuhan jimat telah meyakini bahwa jimat itu mampu menolak ketentuan yang Allah tetapkan dan keyakinan seperti inilah yang menyebabkan seorang terjerumus ke dalam jurang kesyirikan (Faidlul Qadlir 6/180)

Jimat Mencederai Tawakal

Imam ath Thibi rahimahullah menyatakan salah satu keyakinan kaum musyrik jahiliyah adalah meyakini bahwa jimat sangat ampuh untuk menolak takdir yang telah ditetapkan bagi mereka, dan keyakinan yang demikian dapat menghilangkan tawakal dari jiwa seseorang (Faidhul Qadir 2/341)

Tawakal sendiri berarti penyandaran hati secara total kepada Allah ta’ala, baik dalam perkara dunia maupun akhirat (Hushulul Ma’mul hal. 83). Seorang yang bertawakal dengan benar kepada Allah dalam segala urusan akan meyakini bahwa segala perkara berada di bawah kekuasaan-Nya. Jika Allah menghendaki, maka pasti urusan tersebut akan terjadi. Jika Dia tidak menghendaki, maka tentu hal tersebut tidak akan terjadi. Setelah meyakini hal tersebut, maka dalam hatinya akan timbul rasa percaya terhadap Allah, lalu dia akan menempuh usaha yang sejalan dengan syariat dalam berbagai urusannya (Hushulul Ma’mul hal. 84)

Orang yang percaya dengan jimat tidak termasuk ke dalam kategori golongan yang bertawakal kepada Allah ta’ala, karena mereka lebih percaya kepada jimat tersebut ketimbang Allah ta’ala. Mereka lebih ‘pede’ ketika memakai jimat daripada melaksanakan tips yang dituntunkan Allah bagi para hamba-Nya dalam meraih kesuksesan. Oleh karena itu, para penggemar jimat akan diliputi kegelisahan dan kegundahan jika jimat mereka hilang atau telah memasuki ‘masa kadaluwarsa’. Hati mereka justru terpaut dengan jimat tersebut, hati mereka telah berpaling dari Allah ta’ala dan hidup mereka telah disandarkan pada jimat tersebut. Maka benarlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ

“Barangsiapa yang menggantungkan jimat, maka dirinya akan sangat bergantung (baca: bertawakal) padanya” (HR. Tirmidzi 2072 dihasankan oleh Syaikh al Albani dalam Shahihut Targhib wat Tarhib 3/192)

Rezeki Tidak Diraih Dengan Jimat

Rezeki hanya diperoleh dengan kerja keras, keuletan dan tawakal kepada Allah ta’ala, bukan dengan jimat. Beberapa fakta justru membuktikan kegagalan-lah yang akan ditemui oleh mereka yang bergantung pada jimat. Ada yang ludes harta bendanya karena telah mengeluarkan duit dalam jumlah yang banyak untuk memperoleh jimat yang ampuh sementara bisnisnya tak kunjung berhasil. Ada yang mendatangi dukun untuk memperoleh jimat, namun kebangkrutan yang dia temui. Bukan dirinya yang kaya, namun dukunlah yang kaya. Kok bisa kesuksesan dan rezeki dapat diperoleh dengan jimat? Kok bisa orang yang menggantungkan harapan kepada jimat bisa meraih kesuksesan?

Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan bahwa seorang yang menggantungkan hati dan harapannya kepada sesuatu selain Allah justru akan menjadi golongan yang hina dan tidak akan memperoleh kebaikan (Badai’ul Fawaaid, 2/470). Di tempat lain, beliau menyatakan bahwa seorang yang demikian keadaannya, justru akan membuka pintu kehancuran dan kebinasaan bagi dirinya dan menutup pintu kesuksesan dan kebahagiaan (Thariqul Hijratain 1/29)

Oleh karena itu mereka yang percaya dan menggunakan jimat adalah orang yang merugi di dunia dan akhirat. Rugi di dunia, karena rezeki tidak kunjung datang kepada mereka. Kerugian di akhirat pun akan dia temui, karena dirinya termasuk golongan yang hina karena membiarkan hatinya bersandar, percaya dan bergantung pada jimat, sesuatu yang tidak mampu mendatangkan manfaat, tidak pula mudharat. Allah ta’ala berfirman,

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ

“Apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu? Atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka mampu menolak rahmat-Nya?. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku.” Kepada-Nyalah orang-orang yang berserah diri bertawakal.” (QS. Az Zumar [39]: 38)

Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga beliau, para sahabat dan orang yang mengikuti mereka. Untaian puji hanyalah milik Allah.

Selesai ditulis pada tanggal 15 Dzulqa’dah 1428 H bertepatan dengan tanggal 24 November 2007.

Muhammad Nur Ichwan Muslim
Artikel www.muslim.or.id