Senin, 18 Oktober 2010

Parigi Rante 08 Mei 1621 by Saiful Karmen on Sunday, May 2

Label: Banda Naira, CERITA RAKYAT BANDA
SINOPSIS PERJUANGAN RAKYAT BANDA MELAWAN VEREENIGDE OOSTINDISCHE COMPAGNIE - VOC Pada tahun 1511, Laksamana Alfonso de Albuquerque (penjelajah Portugis) sesuai perintah Raja Portugal mengirimkan du kapal, masing-masing dipimpin oleh Antonio de Abreu dan Fransisco Serrao menuju Kepulauan Maluku untuk menemukan Banda Naira sebagaimana yang tertulis dalam catatan perjalanan Fransisco Serrao; "Pada pertengahan Januari 1512 tibalah kami di Kepulauan Banda Naira yang begitu indah. Begitu banyak petualang barat berupaya menemukan kepulauan yang bagaikan surga dunia ini, yang kaya dengan pala, namun kami yang berjasa sukses menemukannya. Tapi alangkah terperanjatnya kami ketika kami mengetahui bahwa orang Moro (orang Arab yang beragama Islam) yang begitu lama berperang dengan kami, telah tiba di Banda Naira 100 tahun sebelum kami" (tulisan dalam buku harian kapal Fransisco Serrao) Rempah-rempah dari Banda Naira sebelumnya dibeli oleh pedagang-pedagang Melayu, Cina dan Arab, lalu dikapalkan ke Teluk Persia, diangkut oleh kafilah ke kawasan Laut Tengah dan disebarkan melalui Konstantinopel (Istambul) dan Genoa (Venesia). Melalui karavan daratan Cina, sejarah membuktikan bahwa kapal-kapal Cina sudah berada di Banda Naira kurang lebih 600 tahun sebelum Portugis tiba (Van der Chijs, J.A., Devestiging van Het Nederlandsche Gezeg over de Banda Eilanden, Batavia 1886). Sesuai catatan ahli sejarah umumnya dan khususnya sejarawan Portugis, di Kepulauan maluku dalam tahun-tahun 1512-1605 adalah merupakan "abad Portugis yang penuh dengan pertumpahan darah dan kejadian-kejadian yang memalukan" (Dasseri, M., De Nederlanders in de Molukken, Utrech 1040). Perintah Seventeen Gentlemen (Heeren Zeventien) yaitu para direktur VOC di Amsterdam kepada Laksamana Pieterszoon Verhoeven berisi antara lain: "kami mengarahkan perhatian anda khususnya kepada pulau-pulau dimana tumbuh cengkeh dan pala, dan kami memerintahkan anda untuk memenangkan pulau-pulau itu untuk VOC baik dengan cara perundingan maupun dengan kekerasan" (Frederik W.S., Geschiedenis van Nederlandsch Indie, V.III, Amsterdam 1938-1940). Ekspedisi Verhoeven tiba di Banda Naira pada awal April 1609 dengan 13 buah kapal. Verhoeven membawahi sekurang-kurangnya 1000 orang bersenjata. Dalam sengketa yang terjadi dengan Orang-orang Kaya Banda, Verhoeven, Opperkoopman (pedagang senior) Jacob van Groenwegen beserta 26 orang Belanda lainnya terbunuh. Menurut Sejarah Banda, BHOI Kherang, Putri Raja Lautaka ikut berperang dalam peristiwa ini. Saat itu Jan Pieterszon Coen yang menjadi juru tulis Verhoeven nyaris terbunuh (Des Alwi, Sejarah Maluku 2005). Setelah Jan Pieterszon Coen menjadi Gubernur Jenderal VOC yang baru, nasib Banda sepenuhnya ada di tangannya. Coen adalah pemimpin yang keras dan mempunyai prinsip; "yang kuat adalah yang benar", dan dialah yang kuat dan benar untuk menaklukkan Banda, Inggris dan Batavia. Visi Coen sama dengan pendahulunya yang lalim, bengis dan tidak berperikemanusiaan, yang telah merancang suatu rencana induk untuk mengukuhkan kekuasaan Belanda atas seluruh Asia. Pada tahun 1621 Coen bertolak dari batavia menuju Ambon dan Banda. Mereka tiba di Benteng Nassau 27 Pebruari. Dalam waktu 10 hari Coen menghimpun sebuah armada yang terdiri dari 13 kapal besar, 3 kapal kecil dan 6 perahu layar. Pasukannya berjumlah 1665 orang Eropa, 250 orang dari garnisun Banda, 226 orang hukuman dari Jawa dan 100 orang tentara bayaran Jepang. Pada 11 Maret 1621, Coen mendaratkan pasukannya pada 6 titik yang berjauhan, dengan tujuan untuk membingungkan pihak Banda yang bertahan dan menguasai pos-pos penting. Pada hari utu juga seluruh Banda Besar dikuasai. Keesokan harinya, 12 Maret, Pasukan Coen menyerbu dan mengambil alih kekuasaan atas pertahanan-pertahanan rakyat terakhir yang masih ada. Coen menuntut agar mereka merobohkan kubu-kubu pertahanan, menyerahkan semua senjata, berhenti menghasut dan menyerahkan anak laki-laki mereka sebagai sandera. Dalam suasana tegang seperti ini, seorang tokoh Orang Kaya Lonthoir, Kalabaka Maniasa menghadap Coen denga dewan perwiranya, bahwa Banda tidak akan tunduk dan menyerah. Letnan Laut Nicolas van Waert seorang saksi mata yang penuh kecemasan dan ketakutan, melaporkan rangkaian peristiwa yang terjadi pada tanggal 8 Mei 1961 sebagai berikut: "Keempat puluh empat tawanan-tawanan digiring ke dalam benteng (Fort Nassau) bagaikan sekawanan domba. Delapan orang yang paling berpengaruh dituduh sebagai pemicu kerusuhan. Sebuah kurungan bambu berbentuk bulat dibangun di luar benteng. Sambil terikat erat dengan tali dan dijaga ketat oleh penjaga, tawanan-tawanan itu dipaksa masuk. Hukuman mereka dibacakan dengan keras-keras di hadapan mereka, bahwa mereka telah bersekongkol untuk membunuh Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen dan telah memutuskan perjanjian perdamaian. Enam orang serdadu algojo Jepang diperintahkan masuk ke pagar bambu dan merekalah yang memotong perut dan membedah tubuh kedelapan orang kaya itu dengan pedang yang tajam menjadi empat bagian. Sementara ketiga puluh enam tawanan lainnya juga mengalami nasib yang sama, dipenggal kepala dan dipotong-potong. Eksekusi ini ngeri untuk dilihat, para Orang kaya itu mati tanpa mengeluarkan sepatah katapun, kecuali seorang diantara mereka dengan tegarnya berkata: apakah tuan-tuan (berbuat demikian), tidak merasa berdosa?. Pihak VOC memang tidak ada belas kasihan apalagi merasa berdosa. Kepala dan potongan tubuh mereka yang telah dieksekusi ditancapkan pada ujung bambu dan dipertotonkan kepada masyarakat. Hanya tuhan yang tahu, siapa yang benar" (Luc Kiers. Coen Op Banda: de Qonqueste an Hetrech van Den Tijd, Utrecht 1943). Eksekusi ini dilaksanakan sesuai perintah tidak resmi Heeren Zeventien pada 1615 yang mengatakan bahwa: keberhasilan menjajah Kepulauan banda Naira dan menguasai rempah-rempah disana adalah dengan cara menghabiskan atau menghilangkan pimpinan sesepuh rakyat secara besar-besaran sehingga yang ditinggal tidak mempunyai pimpinan perlawanan. Menurut catatan sejarah, kekejaman Jan Pieterszoon Coen di Banda telah menghabiskan kurang lebih 60% rakyat Banda dari jumlah penduduk 14.000 jiwa. Jan Pieterszoon Coen, Heeren Zeventien, VOC adalah seperangkat nama-nama kejam, bengis, biadab dan tidak berperikemanusiaan, yang telah menyebabkan mengalirnya darah-darah syuhada Banda dalam mempertahankan harga diri dan kedaulatan negeri ini....Tanah Banda. Mari kita belajar dari sejarah. Sejarah perjuangan nenek moyang dan orang tua-tua kita sendiri. kalau bukan kita siapa lagi? Kitalah orang pertama yang harus tampil mewarisi dan mengemban semangat juang mereka untuk membangun Tanah Banda menuju masa depan yang lebih baik. -------------------- Dibacakan pada setiap Apel Kehormatan "Parigi Rante 08 Mei" di Banda Naira.
http://balagu.com/node/7

Studi Indonesia di Italia

“ … per la dolcezza l’italiano dell’Estremo Oriente…”
(Odoardo Beccari, 1843-1920)
Pusat Studi Indonesia yang tersebar di Eropa, Amerika dan
Australia, kebanyakan sudah menjadi bagian dari tradisi lembaga
masing-masing sejak lama. Demikianlah walau pun studi Bahasa dan
Sastra Indonesia bukan merupakan tradisi secara resmi di Italia, namun
pada tahun 1964 telah masuk dalam kurikulum studi di Universitas
Negeri Italia dengan resmi dan dengan surat keputusan pemerintah.
Sampai sekarang, University of Naples “Orientale”merupakan satu-satunya
lembaga resmi dan Universitas Negeri di Italia yang
mempunyai disiplin Bahasa dan Sastra Indonesia dalam kurikulum
studinya.
Università degli Studi di Napoli “L’Orientale” (UNO), yang
sudah didirikan sejak tahun 1732 adalah sebuah lembaga bersejarah,
yang lebih dikenal dengan nama Istituto Orientale, sebagai pusat studi
ketimuran yang tertua di Italia dan salah satu dari yang tertua di Eropah
juga.
Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai mata kuliah secara resmi
diperkenalkan oleh Prof. Alessandro Bausani (alm.), Guru Besar
Islamologi dan Bahasa dan Sastra Persia. Sebagai seorang guru besar
Islamologi beliau sangat tertarik dan menganggap bahwa bahasa
Melayu-Indonesia adalah bahasa umat Islam yang terbesar di dunia.
Demikianlah sejak tahun 1964, Bahasa dan Sastra Indonesia menjadi
mata kuliah resmi, disamping berbagai disiplin bahasa, sastra dan
budaya dari Asia dan Afrika dan studi “ketimuran” lainnya. Sampai
sekarang Bahasa dan Sastra Indonesia masih merupakan satu-satunya
disiplin yang mewakili Asia Tenggara. Mata kuliah ini menjadi bagian
dari Departemen Studi Asia di Fakultas Sastra dan Filsafat di UNO
Napoli.

Studi Indonesia di Italia tidak hanya berkembang di lembaga
ilmiah dan universitas, yang mungkin tidak terlalu banyak memberikan
peluang untuk ini, sehingga penelitian dan studi Indonesia banyak yang
hidup dan berkembang secara individuil. Demikianlah jauh sebelum
UNO memasukkan Bahasa dan Sastra Indonesia dalam kurikulumnya,
sudah banyak penelitian dan studi Indonesia dilakukan oleh perorangan
di Italia. Pakar Melayu – Indonesia Prof. Alessandro Bausani (alm.)
dan Prof. Luigi Santa Maria (alm.) yang tak asing lagi di kalangan
pencinta studi Melayu-Indonesia sudah banyak menulis buku dan
artikel tentang Indonesia jauh sebelum Bahasa dan Sastra Indonesia
diajarkan di Universitas Italia.

1. Sejarah Studi Indonesia di Italia
Menelusuri garis sejarah eksplorasi Italia, kita akan menemukan
bahwa sebenarnya tradisi studi Melayu –Indonesia ternyata dapat
dianggap juga merupakan tradisi lama di Italia.
Untuk memahami kehadiran disiplin pengajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia di Italia, selain perlu mengenal sejarah pengajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia itu sendiri, perlu juga mengenal sejarah
hubungan Italia – Indonesia yang melatar belakanginya. Sejarah
mencatat bahwa hubungan Italia-Indonesia sudah ada sejak permulaan
tarikh Masehi. Naskah sejarah eksplorasi Italia memberitakan mencatat
perjalanan dan pelayaran para penjelajah. Para penjelajah yang banyak
menginjakkan kakinya di bumi Nusantara, kemudian diikuti oleh
saudagar, ilmuwan dan kaum misionaris.

Patut pula dicatat bahwa bangsa Italia mungkin satu-satunya
bangsa Eropah yang menjelajah bumi Nusantara tanpa pernah
berurusan dengan masalah “penjajahan”, walau pun banyak diantara
mereka yang bekerja untuk kepentingan Portugis dan Spanyol.
Sederetan nama orang Italia yang pernah menginjakkan kakinya
di bumi Nusantara patut dikenal demi kelengkapan sejarah eksplorasi
bangsa Eropah/Italia di Indonesia. Deretan nama tersebut dapat diawali
dengan nama Plinio (23 -79M) yang berasal dari Como, Italia Utara.
Plinio pernah menyebut nama pulau Tapobrana. Nama ini dianggap
misterius karena menjadi bahan perdebatan terus. Masing-masing ahli
mencoba melokasikan pulau itu. Ada yang menganggap bahwa
Tapobrana yang disebutkan Plinio itu adalah Sri Lanka, ada yang yakin
bahwa yang dimaksud adalah pulau Sumatra. Tokoh yang paling
terkenal tentu saja Marco Polo (1254 -1324) dari Venezia, dalam
perjalanan pulang dari Cina telah mengunjungi sebuah kerajaan Islam
yang pertama di Indonesia di Sumatra Utara. Berita ini dianggap
penting karena Marco Polo dianggap orang Eropah pertama yang
memberikan kabar tentang adanya sebuah kerajaan/negara Islam di
Nusantara. Kemudian disusul oleh Frate Odorico Pordenone (1265 -
1331), Nicolò dei Conti (1395 – 1469), Ludovico De Varthema (hanya
diketahui tahun kematiannya, 1517), Giovanni da Empoli (1480-1524)1,
Filippo Sassetti (1520-1588), C. Federici (1563 -1518), G. Balbi (1579-
1588), Odoardo Beccari (1843-1920) dan Emilio Modigliani (1860 -
1932).

Odoardo Beccari, seorang naturalis, berkali-kali mengunjungi
Nusantara, misalnya Serawak (1865-1868), Papua 1871), pulau Aru
dan Kei (1873), Sulawesi Timur (1874), kemudian kembali ke Papua
(1875) dan Sumatra (1877). Tiga bukunya yang terkenal, dijadikan
sumber berita dan pedoman pada jaman itu bagi para penjelajah dan
ilmuwan di Eropah ialah Malesia (1877-1890), Nelle foreste di Borneo
(1902), Nuova Guinea, Selebes e Molucche (1924)2. Studinya tentang
alam Kalimantan dianggap merupakan sumbangan terbesar untuk dunia
ilmiah. Beccari juga menaruh perhatian dan simpati pada tradisi lokal,
terutama apa yang disebutnya sebagai “bahasa setempat”. Ia
mengatakan bahwa anak negerinya penuh hormat, berbudi pekerti,
sopan santun dan itu sudah menjadi bawaan mereka. Ia memuji “bahasa
setempat” dengan mengatakan “per la dolcezza l’taliana dell’Estremo
Oriente”, bahwa bahasa setempat demikian bagus dan manis didengar,
bagaikan bahasa Italia di Timur Jauh. Beccari meneruskan
komentarnya tentang “bahasa setempat” sebagai berikut:
“gramatikanya sangat sederhana dan ucapannya sangat mudah,
demikian mudahnya, telinga siapa pun akan bisa menangkap arti dan
bunyi yang tepat dari setiap kata Melayu, sehingga semua dapat belajar
bahasa ini dalam waktu singkat dan semua dapat mengucapkannya
dengan cukup tepat. Untuk orang Italia, bahasa Melayu juga lebih
1 v Bausani, A, Lettera di Giovanni da Empoli, IsMEO Roma, 1970
2 Malesia (1877-1890), Nelle foreste di Borneo (1902), Nuova Guinea, Selebes e
Molucche (1924)
mudah dituliskan karena sangat mirip vokal dan konsonannya
sebagaimana diucapkan dengan dalam bahasa Italia”.3
Perhatian terhadap tradisi setempat diberikan pula oleh Emilio
Modigliani (1860-1932) yang memusatkan penelitiannya di Sumatra
Barat: pulau Nias (1886-1888), pulau Enggano, Mentawai dan di
sekitar danau Toba. Bukunya yang terkenal Un viaggio a Nias (1890)
tidak saja berisi kisah pelayarannya tetapi memuat laporan tentang
tradisi, adat istiadat, kebiasaan, agama dan juga daftar kata dalam
bahasa Nias. Bukunya yang lain Fra i Batacchi indipendenti, 1892,
menceritakan perjalanan eksplorasinya ke pedalaman Sumatra sebelum
Belanda menguasai Sumatra. Malah dalam buku itu Modigliani juga
melancarkan kritiknya terhadap rezim kolonial Belanda yang
mempersulit perjalanan eksplorasinya. Bukunya yang ketiga L’isole
delle donne (1894) menceritakan perjalanannya ke pulau Enggano.

Disamping ketiga buku ini, banyak karangan ilmiahnya yang lain yang
diterbitkan dalam majalah-majalah ilmiah. Tetapi yang penting untuk
kita ialah perhatian yang diberikan Modigliani juga kepada puisi rakyat
Melayu-Indonesia, yaitu pantun.
Modigliani malah telah turut memberikan kontribusinya dengan
usahanya menjelaskan dan membuat teori tentang pantun dalam sebuah
artikelnya yang berjudul Piccolo contributi alla conoscenza dei canti
popolari malesi.4 Dalam karangan ini ia menjelaskan struktur pantun
dan ia juga menterjemahkan beberapa bait pantun. Modigliani juga
mencatat pantun atau nyanyian yang didengarnya dari para pekerja
yang membantunya selama perjalanan eksplorasinya. Kemudian ia
banyak memberikan benda-benda koleksinya ke Museum Antropologi
di Firenze.

Berita tentang “bahasa” dianggap mencapai puncak
keberhasilan, ialah ketika Antonio Pigafetta melaporkan tentang
“catatan” yang dibuatnya dalam perjalanan pulang dari pelayaran
mengelilingi dunia yang pertama. Antonio Pigafetta (1480-1524)
seorang bangsawan dari kota Vincenza di Italia Utara, waktu itu
bekerja untuk kerajaan Spanyol. Pada tahun 1519 Pigafetta ikut serta
dalam perjalanan mengelilingi dunia yang pertama dengan Ferdinando
Magelhaens, seorang pelaut Portugis yang unggul pada jaman itu, yang
3 Nelle foreste di Borneo, 1902 .
4 Sumbangan kecil untuk mengenal puisi rakyat Melayu

sedang bekerja untuk Kerajaan Spanyol. Dalam pelayaran yang
bersejarah inilah Pigafetta membuat “catatan” yang terkenal itu.
“Vocaboli de questi popoli mori” (Daftar kata orang Islam). Daftar kata
ini dibuatnya dengan pertolongan seorang budak Magelhaens yang
beragama Kristen, berasal dari Sumatra dan bernama Henrique. Daftar
kata ini kemudian dianggap sebagai “kamus” dwibahasa Melayu yang
pertama di dunia, kamus Melayu-Italia. Jadi kamus bahasa Melayu ke
(salah satu) bahasa Eropah.5 Sebenarnya dalam perjalanan mengelilingi
dunia itu Pigafetta membuat 4 macam “daftar kata”: bahasa Indios-
Brasilia; bahasa Amerika Selatan-Patagonia; bahasa Filipina dan
bahasa “orang Islam” yang tidak lain dari “bahasa Melayu Maluku”.

Daftar kata ini memuat kira-kira 400 kata (tepatnya 436). Naskah
Pigafetta ini telah berkali-kali menjadi bahan bahasan dan penelitian di
Eropah dan di Italia sendiri, dan telah berkali-kali juga diterbitkan.
Masing-masing peneliti memberikan pendapat mereka tentang vocaboli
de questi popoli mori yang tepatnya berarti “bahasa orang-orang
hitam”, yaitu sebutan untuk “orang Islam”. Hampir semua pakar
sepakat bahwa yang dimaksud dengan “popoli mori” itu tidak lain dari
orang Islam Maluku, jadi bahasa yang dimaksud adalah bahasa
Melayu (Ambon/Maluku). Diantara bahasan para pakar itu, tulisan dan
telaah yang dilakukan oleh A. Bausani, dianggap yang terbaik, tepat
dan paling lengkap, memuat seluruh daftar kata yang dituliskan
Pigafetta, dengan catatan dan penjelasan.

Tiga ratus tahun kemudian, setelah Pigafetta, muncul nama G.
Gaggino (1846-1918), seorang saudagar Italia yang menerbitkan kamus
kecil Dizionario Italiano e Malese, preceduto da un manuale pratico di
conversazion. Kamus itu diterbitkan di Singapura pada tahun 1884.6
Kamus dwibahasa ini juga dilengkapi dengan lembaran yang berisi
“percakapan praktis”. Lebih menarik lagi karena ditulis dalam tulisan
Jawi dan transkripsi tulisan Latin cara ejaan Italia. Gaggino bermukim
di Singapura dan meninggal di Tanah Sunda, di Garut, Jawa Barat
tahun 1918.

5 A. Bausani, L’Indonesia nella Relazione di Viaggio di Antonio Pigafetta, IsMEO
Roma, 1972
6 Dizionario Italiano e Malese, preceduto da un manuale pratico di conversazione,
Singapura, 1884.

Demikianlah kunjungan dan kehadiran para penjelajah Italia di
bumi Nusantara itu tidak saja meninggalkan jejak di Indonesia tetapi
telah memperkenalkan dunia Melayu-Indonesia juga di Italia, baik
dalam bentuk berita, cerita, benda-benda dan sederetan kosa kata. Sejak
itu pula beberapa kosa kata bahasa Melayu dikenal di Italia, malah
tercantum dalam kamus-kamus standar bahasa Italia.7

2. Studi Indonesia di Italia
Minat akan studi Indonesia hidup kembali di abad ke-20.
Muncul nama-nama penting antara lain Giacomo Prampolini, seorang
otodidak yang dianggap telah menghasilkan karya monumentalnya
dengan menerbitkan Storia Universale delle Letterature8 , sebuah buku
tentang Kesusastraan Dunia. Dalam edisi ketiga dari buku ini
Prampolini memasukkan bab yang panjang tentang Sastra Melayu
Klasik dan Sastra Indonesia (kira-kira 35 halaman) dan kemudian
menambahkan dengan sastra Jawa dan lain-lain. Prampolini juga
menulis tentang pantun dalam sebuah majalah berbahasa Belanda yang
diterbitkan tahun 19539. Prampolinilah yang memperkenalkan Sastra
Indonesia modern kepada masarakat Italia kini. Dari karangan
Prampolini mereka mengenal penyair Chairil Anwar, pengarang
Pramudya Ananta Toer dan tokoh sastra modern Indonesia lainnya.
Prakarsa ini dilanjutkan oleh A. Bausani sendiri, sebagai guru besar di
IUO Napoli, dengan tulisan, artikel dan buku karangannya tentang
sastra modern Indonesia. 10 Kemudian dilanjutkan oleh pakar studi
Indonesia lainnya L. Santa Maria, guru besar yang menggantikan A.
Bausani dan banyak menulis tentang masalah bahasa Indonesia, sejarah
dan peristiwa politik dan menerjemahkan karya Mochtar Lubis Jalan
tak ada ujung.11

Studi Indonesia di Italia, dapat dikatakan tidak termasuk tradisi
studi di Universitas atau lembaga-lembaga Pusat Studi Ketimuran, yang
7 S. Faizah Soenoto R, “Kata-kata Melayu dalam Kamus Bahasa Italia”, Kongres
Bahasa Melayu Sedunia, Kuala Lumpur, 1995
8 G. Prampolini, Storia Universale delle Letterature, Torino, ed. I 1933-1938; ed III
1959-1961
9 Indonesië dan pantun dwi bahasa Italia-Melayu, terbit di Roma , 1953
10 A. Bausani, Le Letterature del sud-est asiatico, Firenze-Milano, 1970
11 L. Santa Maria, La strada senza fine, terjemahan roman Mochtar Lubis, Roma, 1967

karena itu mungkin kurang memberikan peluang. Itulah sebabnya studi
tentang Indonesia berkembang lebih sebagai studi individuil, walaupun
kemudian ada lembaga ilmiah yang memberikan perhatian dan
menerbitkan karya tulis ilmiah tentang Indonesia seperti IsMEO
(Istituto Italiano per il Medio ed Estremo Oriente) di Roma.
Tetapi walau pun studi Indonesia di Italia tidak selalu
berkembang di bawah lembaga-lembaga resmi, banyak studi dilakukan
di luar lembaga ilmiah dan bersifat pribadi. Namun hal ini tidak
menghalangi kegiatan penelitian studi Indonesia di Italia. Demikianlah
pada awalnya kegiatan penelitian kedua pakar Melayu-Indonesia di
akhir abad ke-20 yang telah meninggalkan warisan yang sangat
berharga bagi dunia penelitian Studi Indonesia di Italia, A. Bausani dan
L. Santa Maria. Kedua tokoh inilah yang berjasa dalam
memperkenalkan Indonesia pada umumnya dan studi Indonesia
khususnya di Italia.
Karya penting A. Bausani antara lain: The First Italian-Malay
vocabulary by A. Pigafetta12, Di due vocaboli malesi nelle “Lettere” di
F. Sassetti13, Malesia, Poesie e leggende14, Note sulla struttura della
Hikayat classica malese 15 , Note sui vocaboli persiani in
malese/indonesiano16, Note su una antologiaa inedita di versi mistici
persiani con versione interlineare malese 17 , Kulturbegegnung in
Indonesien18, Le letterature del sud-est asiatico 19, Un manoscritto
persiano-malese di grammatica araba del XVI sec. 20 Sedangkan
beberapa karya L. Santa Maria yang penting antara lain Il racconto
12 A. Bausani, The First Italian-Malay vocabulary by A. Pigafetta, in EAST AND
WEST., Rome, N.S., vol.II, 1960
13 A. Bausani, Di due vocaboli malesi nelle di F. Sassetti, in ANNALI
dell’IUO di Napoli, N.S., vol XXII
14 A. Bausani, Malesia, poesie e leggende, Milano, 1963
15 A. Bausani, Note sulla struttura della hikayat classica malese, in ANNALI dell’IUO
Napoli, 1964
16 A. Bausani, Note sui vocaboli persiani in malese/indonesiano, in ANNALI
dell’IUO di Napoli, 1964
17 A. Bausani, Note su una aantologia inedita di versi mistici persiani conversione
interlineare malese, in ANNALI dell’IUO, di Napoli, 1968
18 A. Bausani, Kulturbegegnung in Indonesien, in , IX, 6, 1968
19 A. Bausani, Letterature del sud-est asiativo, Firennze-Milano, 1970
20 A. Bausani, Un manoscritto persiano-malese di grammatica araba del XVI sec, in
ANNALI dell’IUO di Napoli, 1969
breve nella Moderna Letteratura Indonesiana21, I prestiti portoghesi
nel malese-indonesiano” 22 , Il fiore della letteratura malese ed
indonesiana 23 , “La Letteratura indonesiana 24 , “Il cinquantenario
della Bahasa Indonesia”25, European Loan-words in Indonesian26, Il
rapporto tra Lingua Nazionale e Lingue Locali in Indonesia 27 ,
“Giovanni Gaggino e il suo ‘Dizionario italiano e malese’- Un
singolare legame tra l’Italia e Singapore”28, Dizionario indonesianoitaliano29dan
banyak lagi lainnya.

Tradisi ini diteruskan oleh ilmuwan muda generasi setelah
kedua pakar tersebut di atas, yang menulis dan membuat penelitian
tentang Indonesia kebanyakan sebagai pilihan pribadi disamping
keahlian masing-masing. Giulio Soravia, seorang linguis dari
Universitas Bologna, secara pribadi meneliti juga linguistik indonesia30
dan banyak menulis tentang dan menerbitkan karya yang bersifat
linguistik. Kemudian juga membuat kamus kecil dwibahasa Melayu-
Indonesia-Italia.31 Soravia juga menerbitkan analisis dan terjemahan
21 L. Santa Maria, Il racconto brevenella Moderna Letteratura Indonesiana, ANNALI
IUO, NS vol. XIII, Napoli, 1963.
22 L. Santa Maria, “I prestiti portoghesi nel malese-indonesiano”, IUO, pubblicazioni
del Seminario di Indianistica a cura di A. Bausani, Napoli, 1967
23 L. Santa Maria, Il fiore della letteratura malese-indonesiana, EDIPEM, Novara,
1973.
24 L. Santa Maria, “La Letteratura Indonesiana”, ACCADEMIA NAZIONALE DEI
LINCEI, Roma, 1974.
25 L. Santa Maria, “Il cinquantenario della bahasa Indonesaia”, ANNALI IUO,
VOL.39 (NSXXIX), Napoli 1979-
26 L. Santa Maria, European Loan.words in Indonesian – a check-list of words of
European origin in Bahasa Indonesia and Traditional Malay, compiled by C.D. Grijns,
I.W. Viries and L. Santa Maria, Leiden, 1983.
27 L. Santa Maria, Il rapporto tra Lingua Nazionale e Lingue Locali in Indonesia,
ANNALI IUO, vol. 44, Napoli, 1984
28 L. Santa Maria, “Giovanni Gaggino e il suo ‘Dizionario italiano e malese’- Un
singolare legame tra l’Italia e Singapore”, in ASIA, no.5, – Numero speciale –
Singapore, 1995, CESMEO, Torino
29 . Santa Maria, Dizionario indonesiano-italiano, L. Santa Maria – M. Citro, IsIAOIUO,
Roma – Napoli, 1998.
30 Giulio Soravia, “Frase Equazionale e Lingue Indonesiane: Uno studio tipologico”,
Studi italiani di linguistica teorica ed applicata, anno XVII, numero 2-3, Bologna,
1988
31 Giulio Soravia, Dizionario Italiano-Malese/Indonesiano, Malese/Indonesiano-
Italiano, A. Vallardi, Milano 1995

karya empat penyair sastra modern Indonesia Sitor Situmorang, Toeti
Heraty, Rendra dan Sutardji Calzoum Bachri. 32 Pietro Scarduelli
seorang antropolog dari Universitas Milano, disela-sela penelitian di
bidangnya, juga mengadakan studi antropologi-etnologi Indonesia; Vito
di Bernardi, dosen Teater di Universitas Siena, juga memberikan kuliah
tentang Teater Klasik Jawa dan Bali33 dan menulis buku tentang Teater
Klasik Indonesia 34, seperti juga Giovanni Giuriati, dosen-musikolog
dari Universitas Sapienza Roma, mempelajari gamelan Jawa dan
bergabung dalam kelompok gamelan dari Kedutaan Indonesia untuk
Tahta Suci yang sering mengadakan pertunjukan gamelan berkeliling
Italia.

Para peneliti generasi berikutnya yang dapat diharapkan sebagai
generasi penerus yang dapat diandalkan misalnya seperti Dr. Antonia
Soriente, seorang linguis35 dan peneliti yang sekarang sedang bekerja
dengan Institut Max Planck di Indonesia, yang juga pernah menulis
tentang bahasa dan budaya Kenyah di Kalimantan.36 Silvia Vignato,
seorang antropolog, peneliti di Universitas Milano Bicocca yang
memperoleh pendidikannya di Perancis (EHESS) dibawah pimpinan
Prof. Denys Lombard, kemudian di INALCO banyak menulis tentang
Indonesia, terutama tentang Sumatra Utara, seperti Hinduisme di
32 Giulio Soravia, Poeti dell’Indonesia, IN FORMA DI PAROLE, La Quarta Serie,
Anno Primo, Bologna, 2004
33 Vito di Bernardi, “I dalang, maestri di verità” Note sul composizione e
improvivisazione nel teatro delle ombre a Bali, in Biblioteca Teatrale, 7, Bulzoni,
Roma, 1987.
34 Vito di Bernardi, Introduzione allo studio del teatro indonesiano: Giava e Bali,
Usher, Firenze, 1995
35 Antonia Soriente, “Cross-linguistic and cognitive aspects in the acquisition of WHquestions
in an Italian-Indonesian bilingual child”, in Kesckes I. & L. Albertazzi.
(eds.) Cognitive aspects of bilingualism. Dordrecht; Springer, 2007.
36 (ed.) Mencalèny & Usung Buyung Marang. A collection of Kenyah stories in the
Oma Longh and Lebu’ Kulit languages. Jakarta: Atmajaya University press, Jakarta,
2006

Sumatra Utara37, dan mengenai bidang etnologi dan antropologi lainnya.
38
Daftar peneliti muda studi Indonesia di Italia masih dapat
diteruskan dengan generasi termuda yang baru dan sedang
menyelesaikan Ph.d seperti Dr. Massimo Sarappa yang meneliti tentang
aspek pengobatan tradisionil dan gejala kesurupan di pulau Bali39 dan
banyak meneliti tentang teater klasik Jawa dan Bali 40 . Akhirnya
Francesco Napolitano yang memusatkan perhatiannya terutama kepada
dunia teater Jawa. Desertasinya tentang sebuah naskah Sastra Klasik
Jawa yang ditemukannya di museum Firenze di Italia Arjunawiwaha.
Penelitian ini menjadi lebih penting karena naskah yang terlantar di
museum itu sampai sekarang tidak pernah mendapat perhatian karena
tidak ada yang memahaminya. Maka Dott. F. Napolitano sekarang
mendapat kepercayaan menjadi kolaborator peneliti di Museo
Umanistica Firenze ini.

Lembaga pemerintah Italia yang mempunyai surat keputusan
pemerintah untuk Studi Indonesia selain Università degli Studi di
Napoli “L’Orientale”, juga Università degli Studi di Roma La
Sapienza dan Universita degli Studi di Venezia Ca’ Foscari, tetapi di
kedua universitas terakhir, disiplin ini tidak diaktifkan. Beberapa
lembaga lain yang memberikan peluang untuk studi Bahasa Indonesia
misalnya beberapa Universitas yang bernaung di bawah Tahta Suci
Vatikan seperti Pontificia Università Gregoriana, Pontificia Istituto
di Studi Orientali, Pontificia Universita Urbaniana. Kursus Bahasa
Indonesia diberikan pada waktu tertentu sebagai persiapan atau
orientasi bagi para rohaniawan dan rohaniwati Katolik sebelum
melakukan tugas misionaris ke Indonesia. Lembaga semi pemerintah
37 Silvia Vignato, “Old gods for the new world”. In Ramstedt, Martin. Hinduism in
Modern Indonesia: Hindu Dharma Indonesia Between Local, National and Global
Interest. Routledge-Curzon Press, London, 2004.
38 Silvia Vignato, Voci ‘Siberut’, ‘Nias’, ‘Engganu’ in Chiarelli, Cosimo (ed.) Elio
Modigliani Palazzo Ammannati Pazzi (Museo di Antropologia e Etnologia) Firenze,
Poligrafia, 2002
39 Dr. Massimo Sarappa, “Alcuni aspetti della medicina tradizionale e della
possessione a Bali”, in Studi in onore del Prof. Adolfo Tamburello, UNO, Napoli
2008.
40 Massimo Sarappa e S. Faizah Soenoto, “I panakawan e le maschere italiane”, in
Indonesia, dalla tradizione all’attualità”, CENTRO DI CULTURA ITALIAASIA”
Guglielmo Scalise”, Milano, 1998.

yang sebenarnya juga memberikan peluang untuk pengajaran Bahasa
Indonesia ialah IsMEO/sekarang IsIAO (Istituto Italiano per l’Africa e
l’Oriente) di Roma dan IsMEO di Milano. Di kedua lembaga ini pernah
ada kursus Bahasa Indonesia, tetapi dihapuskan karena kurang peminat.
IsMEO di Roma sudah membuka kursus Bahasa Indonesia sejak tahun
1950, tetapi berakhir tahun 1970. Pada tahun-tahun itu, IsMEO malah
mempunyai Ruangan Bahasa Indonesia di Radio Italiana, dengan acara:
“warta berita” dalam Bahasa Indonesia dan “serba-serbi kebudayaan
Indonesia”. Siaran itu dimulai tahun 1950 tetapi berakhir pada bulan
Juli tahun 1964.

Di Milano masih diteruskan, sesuai dengan permintaan oleh
kelompok pencinta dan peneliti Indonesia, seperti Giuliana Malpezzi
(almarhumah) dan seorang rohaniawan dari Belanda.
Kegiatan Sosial-Budaya yang pernah menampung peminat
Indonesia ialah AMITINDO (Associazione d’Amicizia Italo-
Indonesiano), sebuah asosiasi persahabatan Itali-Indonesia yang
didirikan tahun 1981 atas prakarsa seorang mantan Duta Besar Italia
untuk Indonesia (E. Pascarelli). Anggotanya, semua teman, pencinta
dan peminat budaya Indonesia, termasuk semua mahasiswa yang
belajar bahasa dan sastra Indonesia dari Napoli. Asosiasi ini ditunjang
oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Italia di Roma. Asosiasi
ini berjalan beberapa tahun dan berakhir sekitar tahun 1989. Pada tahun
2005 telah didirikan semacam asosiasi antar para pengusaha Italia,
anggota Parlemen dengan pihak Indonesia dari berbagai lembaga
masarakat.

3. Bahasa dan Sastra Indonesia di Università degli Studi di Napoli
“L’Orientale”
Akhir-akhir ini banyak diberitakan tentang situasi terkini Pusat
Studi Indonesia di Luar Negeri yang agak memprihatinkan, karena
harus atau terpaksa akan ditutup, justru di pusat-pusat yang sudah
mempunyai tradisi lama di bidang studi Indonesia. Laporan yang dapat
diberikan dari Universitas Oriental di Napoli yang termasuk muda
dalam tradisinya dalam bidang Studi Indonesia dan tidak dapat
dikatakan mempunyai sarana lengkap yang patut diandalkan, tidak saja
masih bisa bertahan, tetapi mencapai puncak keberhasilannya sejak
didirikan tahun 1964, baik dalam jumlah mahasiswanya maupun
peningkatan dalam program studi. Jumlah mahasiswanya mencapai
jumlah tertinggi semenjak dibuka 44 tahun yang lalu. Dalam 3 tahun ini,
selain program S1 dan S2 , juga menghasilkan lulusan program S3.
Dapat ditambahkan pula bahwa minat di bidang penelitian pun
bertambah, baik dalam bentuk skripsi, desertasi, maupun penelitian
naskah kuno yang masih ditemukan museum-museum.
4. Università degli Studi di Napoli “L’Orientale” (UNO)
Università degli Studi di Napoli “L’orientale” yang lebih
dikenal sebagai “Universitas Orientale” adalah sebuah lembaga yang
bersejarah. Tahun 1732 Institut ini didirikan oleh seorang misionaris
Matteo Ripa dengan nama “Collegio dei Cinesi” dan merupakan
Sekolah Tinggi untuk Studi Orientalis yang tertua di Eropah. Lembaga
ini semula diperuntukkan bagi pendidikan calon misionaris yang akan
berangkat ke Timur dan juga sebagai tempat pendidikan keagamaan
Katolik bagi pemuda-pemuda yang berasal dari kawasan Asia. Dengan
bersatunya Italia dan kerajaan Napoli bergabung ke dalam negara
kesatuan Italia, Sekolah Tinggi ini berganti nama “Real Collegio
Asiatico” yang dibawahi oleh pemerintah. Tahun 1878, Sekolah Tinggi
ini kembali memakai nama “Real Istituto Orientale di Napoli”yang
selanjutnya dengan surat keputusan pemerintah yang menyatakan
bahwa Sekolah Tinggi ini setingkat dengan Universitas, maka ajektif
“universitario” ditambahkan. Dengan demikian, tahun 1937 resmi
memakai nama “Istituto Universitario Orientale di Napoli”.

Akhirnya dalam rangka penyeragaman nama-nama Universitas Negeri,
kemudian menjadi Università degli Studi di Napoli “L’Orientale”.
Sejak tahun 1957, sebagai Universitas Negeri, UNO
mempunyai 4 Fakultas: Fakultas Sastra dan Filsafat, Fakultas Bahasa
dan Sastra, Fakultas Ilmu Politik dan Fakultas Studi Islam.
Bahasa dan Sastra Indonesia, masuk dalam Fakultas Sastra dan
Filsafat di Jurusan Studi Asia (Dipartimento di Studi Asiatici).
Pada awal dibukanya Bahasa dan Sastra Indonesia menjadi
salah satu disiplin di IUO, belum ada pembagian departemen, sehingga
Bahasa dan Sastra Indonesia dimasukkan dalam Jurusan Studi yang
disebut Seminario di Indianistica. Mula-mula disiplin ini dapat diambil
sebagai materi pilihan bagi mahasiswa yang belajar di Jurusan Timur.
Kemudian dalam perkembangan dan dengan adanya perubahan struktur
dalam program studi di Universitas, disiplin ini menjadi mata kuliah
utama, setelah dilengkapi dan didampingi dengan materi pelengkap
lainnya yang ada hubungannya dengan studi Indonesia dan Asia
Tenggara seperti bahasa Sansekerta, Arab, Persia, Tamil, Cina dan
bahasa Barat sebagai pelengkap, seperti bahasa bahasa Belanda dan
Portugis. Sampai sekarang Bahasa Indonesia boleh dipilih baik sebagai
mata pelajaran utama atau pun pilihan. Ada 3 macam kombinasi yang
boleh mereka pilih, yaitu: Bahasa dan Sastra Indonesia (16 kredit),
Bahasa Indonesia (8 kredit) dan Sastra Indonesia (8 kredit). Mengenai
kredit ada sedikit variasi, sesuai dengan persetujuan dan jurusan atau
fakultas. Variasi ini disebabkan oleh kemungkinan disiplin ini diikuti
oleh mahasiswa dari berbagai Fakultas dan disiplin studi masingmasing.

Sebagai contoh, mahasiswa dari Fakultas Ilmu Politik tidak
mengambil Sastra Indonesia, tetapi hanya Bahasa Indonesia.
Setelah Eropah menuju ke arah penyeragaman sistem didaktis
dan struktur universitas-universitas, maka diadakan program bersama
dengan bantuan proyek ERASMUS. Melalui program ERASMUS pula
telah diadakan pertukaran dosen mau pun mahasiswa, sehingga para
mahasiswa UNO dapat mengikuti kuliah di Universitas partner mata
kuliah yang tidak ada di universitas masing-masing. Demikianlah
mahasiswa UNO banyak yang sempat mengikuti kuliah misalnya mata
pelajaran Sejarah Indonesia dan Antropologi di University of Hull di
Inggris yang untuk beberapa tahun menjadi partner UNO. Sedangkan
antar departemen Fakultas sendiri, secara internal mahasiswa dapat
mengikuti misalnya linguistik umum, geografi Asia, sejarah Asia dan
lain-lain.

Sebaliknya kami pun di UNO menerima mahasiswa dari
Universitas Eropah lainnya, seperti dari Belgia, Perancis dan Inggris.
University of Hull pernah menjadi partner kerja sama di bidang
didaktis. Selama beberapa tahun ada mahasiswa dari Hull yang
mengikuti kuliah Sastra Indonesia di UNO selama satu semester dan
mengikuti ujian yang nilainya diakui di Universitas masing-masinag.
Ada juga program pertukaran dosen, yang kemudian
memberikan semacam kuliah intensif selama beberapa hari atau
beberapa minggu.
UNO kemudian bekerja sama dengan Pusat Studi Indonesia
lainnya di Eropah untuk Tingkatan S2 dan masuk dalam network
kolaborasi antar Negara Pasaran Bersama Eropah, baik dalam bidang
didaktis maupun ilmiah. Università degli Sudi di Napoli “L’Orientale
termasuk dalam network program IPSEAS (Intensive Programme on
South East Asian Studies) sejak tahun 2006. Bersama dengan 7
Universitas Eropah lainnya telah bergabung untuk memberikan
semacam kuliah intensif/ Intensive Programme untuk tingkat S2 dalam
rangka proyek ERASMUS. Secara bergantian Universitas partner,
menjadi tuan rumah untuk menerima dan mengorganisir Intensive
Programme ini. Tahun 2006 program dilaksanakan di Universitas
Leiden, tahun 2007 di INALCO di Paris dan tahun 2008 di UNO
Napoli. Semula kursus lebih dipusatkan pada Studi Indonesia,
kemudian perlahan-lahan diperluas menjadi Studi Asia Tenggara. Kirakira
30 mahasiswa dari 7 Universitas Eropah (Belanda, Perancis,
Jerman, Itali dan tahun terakhir ditambah dengan SOAS/Inggris)
mengikuti kuliah yang diberikan oleh dosen-dosen dari 7 universitas
partner secara bergantian, selama 2 minggu dalam disiplin yang
berbeda-beda tentang ASEAN, seperti bahasa, sastra, sejarah, politik,
media, organisasi internasional dan lain-lain. Mahasiswa peserta akan
mendapat kredit sesuai dengan persetujuan bersama universitas peserta
setelah menyerahkan paper yang mereka pilih masing-masing. Pusat
Studi Indonesia Napoli juga selalu terlibat dalam kegiatan Internasional
yang berhubungan dengan Studi Melayu–Indonesia dan Studi Asia
Tenggara seperti ECIMS, ICAS, IPSEAS dan EUROSEAS.
ECIMS (European Colloquium of Indonesian and Malay
Studies) ialah proyek kerja sama dalam bidang ilmiah, dalam bentuk
pertemuan atau lokakarya antar Pusat-pusat studi Melayu-Indonesia.
Program ini diadakan sejak tahun 1979, atas prakarsa Prof.
Denys Lombard dari Paris. Semula kerja sama ini hanya antar negara
Eropah Barat, seperti Leiden, SOAS, Paris, Jerman dan Napoli dan
kemudian juga Inggris, ditambah kemudian dengan negara-negara
Skandinavia, Portugal dan Rusia. Pertemuan itu mula-mula diadakan
setiap tahun, kemudian setiap dua tahun bergantian di Pusat Studi di
Eropah, malah pernah diadakan juga di Portugal. UNO/IUO Napoli
menjadi tuan rumah tahun 1981. Program utama ialah saling tukar
informasi mengenai kegiatan ilmiah di masing-masing Pusat
Studi/Universitas. Kegiatan lokakarya ini berlangsung terus selama
beberapa tahun sampai kemudian ada perkembangan baru dengan
diadakannya pertemuan ilmiah yang lebih luas, tidak hanya Malay and
Indonesian Studies tetapi mencakup Asia Tenggara.

5. Kerja sama UNO dengan Indonesia
Kerja sama UNO dengan Indonesia dilakukan baik di bidang
didaktis mau pun ilmiah.
Sejak tahun 1986, setiap tahun mahasiswa Program Bahasa dan
Sastra Indonesia di UNO, mendapat kesempatan untuk belajar di
Indonesia melalui Darmasiswa yang diberikan oleh Pemerintah
Indonesia. Mereka mengikuti program 1 tahun atau 6 bulan, untuk
belajar bahasa dan/atau kebudayaan Indonesia di berbagai universitas
di Indonesia. UNO telah mengeluarkan keputusan untuk memberikan
10 kredit bagi mereka yang mengikuti 250 jam kuliah di Indonesia.
Selain itu tidak sedikit mahasiswa yang belajar di Indonesia
dengan biaya sendiri. Ada yang mengikuti kursus-kursus bahasa, ada
yang mempergunakan kesempatan itu untuk mempersiapkan skripsi
mereka dengan menghubungi langsung pengarang, penulis atau para
ahli bahasa/sastra sambil mengunjungi lembaga atau museum –museum
di Indonesia.

Kerja sama di bidang penelitian, telah dimulai sejak tahun 1999.
Setelah penandatanganan MOU antara UNO dan UI, Kelompok peneliti
dari UNO dibawah pimpinan Prof. Paolo Santangelo dan S. Faizah
Soenoto, bekerja sama dengan kelompok dari FIBUI untuk
mengadakan penelitian bersama tentang “Tekstual Analysis on
Indonesian Literary text”, dalam rangka persiapan membuat glosarium
istilah emosi dalam berbagai bahasa. Penelitian ini diikuti oleh
kelompok dari bahasa Jawa, bahasa Batak dan bahasa Cina dari FIBUI.
Sementara itu sering diadakan workshop dengan tema tersebut, baik di
Indonesia (FIB UI) maupun di Italia. Pada kesempatan ini para peneliti
dari Indonesia juga turut membawakan makalah mereka. Tahun 2008
ini telah diperbaharui Memorandum of Understanding (MOU) antara
Università degli Studi di Napoli dengan Universitas Indonesia untuk
melanjutkan kerja sama, baik dalam bidang didaktis mau pun ilmiah.

6. Penutup
Empat setengah windu pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di
negeri Antonio Pigafetta.
Untuk mengakhiri laporan kami, sekadar laporan tentang
kondisi terkini seperti yang dikehendaki oleh Panitia Kongres tentang
Pusat Studi Indonesia di Italia, yang dapat kami laporkan ialah:
Tanggal 1 Oktober adalah tanggal pembukaan Tahun Akademi
2008-2009 di Italia. Krisis ekonomi dunia telah merambat ke seluruh
pelosok dunia. Satu hal yang terkena juga ialah lapangan pendidikan.

Sampai sekarang situasi universitas-universitas di Italia pun tidak
mudah. Pengurangan bantuan pemerintah untuk lapangan pendidikan
juga merupakan masalah besar di Italia. Bagaimana pun hal ini pasti
akan mempengaruhi juga pilihan disiplin atau mata kuliah yang
dipertahankan di universitas-universitas. Masa pensiun para dosen dan
berkurangnya jumlah mahasiswa merupakan satu alasan utama untuk
menghapuskan disiplin itu. Hal ini pun pasti mengenai juga disiplin
Bahasa dan sastra Indonesia. Berkali-kali sudah mau digusur, tetapi
sampai sekarang masih bisa bertahan.

Pendaftaran mahasiswa baru, menunjukkan grafik menurun. Hal
ini terjadi di mana-mana, karena itu situasi memprihatinkan di pusatpusat
studi Indonesia, tidak bisa disangkal merupakan salah satu akibat
situasi ekonomi dunia.
Dari UNO kami melaporkan bahwa, menyadari keadaan dunia
sekarang maka kondisi terkini di UNO Napoli dapat dikatakan sangat
positif. Tanggal 13 Oktober tercatat mahasiswa baru, jadi Tingkat I,
untuk disiplin Bahasa dan Sastra Indonesia ada 29 orang, sehingga
kalau dijumlah dengan tingkat-tingkat selanjutnya, maka semuanya ada
sekitar 70 orang. Jumlah yang sangat besar untuk Italia, apalagi untuk
Fakultas Sastra dan Filsafat di Napoli. Apalagi biasanya, pada Semester
ke II bulan Februari akan terjadi perubahan lagi, banyak mahasiswa
pindah jurusan (banyak yang pindah mengambil bahasa/sastra
Indonesia). Pengalaman mengatakan bahwa biasanya mahasiswa baru
masih akan bertambah lagi. Semoga

Prof. S. Faizah Soenoto R
Unversità degli Studi di Napoli “L’Orientale”- ITALIA

Tong Kosong Nyaring Bunyinya (Catatan2 Dalam Liburan)

Saya tidak tahu, apakah Tong Kosong Nyaring Bunyinya, masuk dalam kategori pepatah atau peribahasa…maklum saya tidak terlalu tahu teori sastra….tapi membaca karya sastra saya senang.

Tong kosong nyaring bunyinya….setahu saya kurang lebih sama dengan Air Beriak Tanda Tak Dalam….keduanya memiliki makna yang sama….

Makna yang menunjuk kepada orang yang terlalu banyak bicara…..padahal bicaranya tidak bermakna apa-apa…..tidak memiliki isi…..tidak dalam….dan semakin banyak dia bicara akan semakin menunjukan “kekosongan” dirinya.

Tidak jarang kita temukan orang-orang seperti itu (jangan-jangan kita sendiri ?) disekitar kita……dia mendominasi pembicaraan….tidak mau kalah dalam berdebat….seolah-olah menguasai tema pembicaraan….memperlihat
kan kecerdasaannya…memperlihatkan kehebatannya….memperlihatkan ketinggiannya posisinya…..

Padahal semua itu “kosong”………

Biasanya pembicaraan orang-orang seperti itu hanya dua ciri :

Pertama : dia sedang membicarakan dirinya sendiri…..memuji dirinya sendiri, bercerita kehebatannya sendiri, bercerita peran-peran yang penting, bercerita tentang jaringan kenalannya yang luas, dst..

Kedua : dia sedang membicarakan kekurangan orang lain….mencela orang lain bodoh, menganggap orang lain tidak cerdas, menjelek-jelekan orang lain, menghina, mencaci maki, dst….

Jika kedua ciri ini terjadi secera bersamaan pada seserang….maka sesungguhnya..dialah “tong kosong ” itu.

Ciri pertama adalah mengangkat dirinya dan karakter kedua menjatuhkan orang lain…..logika yang digunakan adalah dia bisa terangkat jika dia bisa menjatuhkan orang lain….

Sebuah logika yang sesungguhnya adalah upaya untuk menutupi “kekosongannya”…..

Dia sebenarnya sadar akan “kekosongannya”……akan tetapi dia justru menutupi “kekosongannya” tersebut, dengan memuji dirinya sendiri……

Tong kosong nyaring bunyinya……biasanya berlawanan secara kontras dengan…Semakin berisi semakin tunduk…..

Sekali lagi….orang-orang yang “Tong Kosong Nyaring Bunyinya” banyak disekitar kita….atau jangan-jangan justru kita sendiri “Tong Kosong” tersebut. :-)